Laporan reporter Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Amnesty International Indonesia mengutuk kekerasan yang dilakukan polisi saat menangkap mahasiswa di lingkungan kampus di Makassar selama dua hari berturut-turut, yakni Hari Buruh Internasional pada 1 Mei dan Hari Pendidikan pada 2 Mei 2024.
Direktur Jenderal Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan kekerasan yang dilakukan pihak berwenang dengan kekerasan berlebihan dan pembobolan sekolah, penangkapan, dan kekerasan tanpa pandang bulu dipandang sebagai gambaran kurangnya komitmen pihak berwenang dalam melindungi kebebasan berekspresi.
“Kami mengutuk kekerasan polisi dan penangkapan terhadap mahasiswa di kota Makassar.” Hal ini terjadi pada dua kesempatan penting masing-masing, yaitu Hari Buruh Internasional 1 Mei dan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei,” kata Usman dalam keterangannya, Sabtu (4/5/2024).
Selain itu, lanjutnya, penggunaan gas air mata di sekolah juga merupakan bukti nyata adanya kekerasan yang berlebihan terhadap ekspresi damai siswa.
Usman menegaskan, penggunaan kekerasan yang berlebihan dapat berujung pada pelanggaran HAM. Dia mengatakan pemerintah harus menjamin keselamatan warganya dari kekerasan di mana pun, termasuk di lingkungan sekolah.
“Kami meminta pihak kepolisian di Sulsel mengusut dan menindak oknum polisi yang menggunakan kekerasan berlebihan terhadap mahasiswa dalam kasus ini. Ini sangat penting agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di kemudian hari,” kata Usman.
“Kami juga meminta polisi segera membebaskan seluruh pengunjuk rasa yang ditahan karena menggunakan hak berbicara,” ujarnya.
Untuk diketahui lebih lanjut, berdasarkan laporan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Amnesty International Indonesia Makassar, dilaporkan dua peristiwa kekerasan dan penangkapan siswa oleh polisi di lingkungan sekolah di Kota Makassar.
Penangkapan dengan kekerasan terjadi di dua lokasi terpisah. Universitas Negeri Makassar (UNM) dan Universitas Muhammadiyah Makassar.
Kekerasan polisi terjadi setelah mahasiswa mengikuti aksi unjuk rasa memperingati Hari Buruh di depan kantor DPRD Provinsi Sulawesi Selatan pada Rabu (1/5/2024).
Setelah selesai kegiatan pada pukul 17.00 WIB, siswa kembali ke sekolahnya. Namun saat berada di kampus, para mahasiswa bertemu dengan sekelompok orang yang tidak mereka kenal dan bukan bagian dari pengunjuk rasa yang membakar ban di depan gerbang UNM di Jalan Pendidikan.
Kemudian pada pukul 18.50 beberapa tembakan gas air mata ditembakkan ke arah sekolah. Penembakan itu disusul penyerangan yang dilakukan ratusan petugas polisi berseragam.
Polisi kemudian menutup kampus dan memasuki Sekretariat Kemahasiswaan. Pintu kamar rusak dan rusak.
Beberapa siswa juga dilaporkan dipukuli dengan tongkat. 43 mahasiswa BEM FIS-H dan mahasiswa Fakultas Ekonomi ditangkap dan dipaksa telanjang oleh aparat serta difoto.
Keesokan harinya, Kamis 2 Mei 2024, kembali terjadi insiden antara polisi dengan mahasiswa dan warga Makassar. Pemberitaan media di Kota Makassar menyebutkan, polisi menangkap sedikitnya 23 siswa saat perayaan Hari Pendidikan Nasional pada Kamis (02/05) di Jalan Sultan Alauddin, Makassar, Sulawesi Selatan.
Berdasarkan informasi dan penyelidikan yang dilakukan LBH Makassar, 51 orang yang terdiri dari pelajar dan warga ditangkap dan dibawa ke Polrestabes Makassar untuk dimintai keterangan. Warga dan pelajar yang ditangkap tersebut terdiri dari 49 laki-laki dan dua perempuan.
Penindakan dimulai dari titik pertama di depan Universitas Islam Negeri (UIN) dan titik kedua terjadi di Universitas Muhammadiyah Makassar, polisi menerobos masuk ke arah sekolah tersebut.
LBH Makassar mendapat informasi bahwa sekitar 24 mahasiswa kampus Unismueh telah ditempatkan di Unit 1 Tipidum Polrestebase Makassar, sedangkan mahasiswa UIN tersebut belum diketahui identitasnya.
Hingga Kamis pukul 21.25 Wita, Polrestabes Kota Makassar belum memberikan pendampingan hukum kepada tim kuasa hukum YLBHI LBH Makassar kepada mahasiswa dan mereka yang ditangkap karena masih dalam tahap penyelidikan polisi.
Polisi mengatakan para mahasiswa yang melakukan protes melanggar hukum mengenai durasi protes dan memblokir jalan hingga malam hari, sehingga mengganggu ketenangan.