Alissa Wahid Mengajak Kita Memerangi Pemahaman Yang Menyimpang Dan Merusak Citra Agama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kesetaraan gender dan penolakan diskriminasi terhadap perempuan merupakan nilai-nilai yang terus diperjuangkan dalam konteks keagamaan.

Oleh karena itu, pembebasan perempuan harus lebih diperkuat dengan menciptakan peran perempuan dalam pembangunan bangsa.

Direktur Nasional GusDurian Network Indonesia (GNI) Alissa Wahid menyoroti bagaimana semangat pembebasan perempuan dapat mempengaruhi interpretasi agama modern terhadap status perempuan.

Semangat juang yang pahit dari Bapak mencerminkan nilai keadilan dan keberanian melawan ketidakadilan. Bapak Alissa Wahid beberapa waktu lalu mengatakan bahwa “prinsip-prinsip pembebasan yang didukung oleh Ibu Kartini masih relevan hingga saat ini, mengingat masih adanya ketidakadilan. dan penggunaan interpretasi agama palsu untuk menindas perempuan”.

Dalam konteks penafsiran agama Islam, Alissa menekankan pada ayat-ayat yang membenarkan pandangan tersebut. Menurutnya, banyak perintah Allah agar laki-laki memperlakukan perempuan dengan baik. Ia menekankan bahwa ajaran Islam menekankan perlunya kesetaraan dan kesetaraan gender.

Dikatakannya, mengingat semangat juang Pak Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan dan keadilan, maka penggunaan agama yang salah untuk mendiskriminasi perempuan harus dihindari.

Radikalisasi perempuan untuk menyebarkan ekstremisme dan terorisme juga harus dilihat sebagai ancaman serius terhadap keselamatan dan keamanan masyarakat.

Alissa juga menekankan pentingnya memahami ajaran agama secara kontekstual untuk menghindari penafsiran yang ekstrim. Ajaran agama harus dipahami secara bijak dan hati-hati agar tidak disalahgunakan untuk tujuan politik atau kekerasan, apalagi menjadikan perempuan sebagai tameng.

“Islam mengajarkan perdamaian dan kasih sayang, bukan kekerasan atau intoleransi. Kita harus melawan pemahaman yang menyimpang dan rusaknya citra agama. Beliau menjelaskan bahwa “agama diturunkan untuk memperbaiki akhlak manusia, bukan sebagai alasan untuk merendahkan sekelompok orang atau sekelompok orang.” , ” jelasnya.

Tanfidziyah Ketua PBNU periode 2022-2027 juga membahas tentang transformasi sosial yang dibawa Nabi Muhammad SAW agar bisa mengubah pola sosial terhadap perempuan. Di masa lalu, perempuan diperlakukan sebagai komoditas dan tidak mempunyai hak untuk menyampaikan pendapat.

Namun dalam ajaran Islam, perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki, bahkan dalam pengambilan keputusan.

Tak hanya itu, Nabi Muhammad juga memberi contoh berkonsultasi dengan istri saat mengambil keputusan penting dalam keluarga. Nabi juga memberikan hak kepada perempuan untuk menolak pernikahan yang tidak diinginkannya.

Hal ini menunjukkan bahwa jauh sebelum era modern, ajaran Islam mengedepankan kesetaraan gender dan menghormati kemandirian perempuan dalam menentukan nasibnya sendiri, kata Alissa Wahid.

Ia berpendapat, pemahaman ajaran agama seringkali dikaitkan dengan konteks sejarah dan sosial yang berubah seiring berjalannya waktu. Oleh karena itu, penting untuk memahami prinsip-prinsip dasar agama dan menerapkannya dalam konteks zaman yang berbeda.

Dikatakannya, warga negara terus berkembang, prinsip keadilan dan kesetaraan harus diterapkan di setiap era modern.

Sembari berbicara mengenai pentingnya bisnis berkelanjutan, Alissa juga menekankan pentingnya generasi muda untuk mengusung semangat juang Kartini dalam memperjuangkan keadilan sosial dan kesetaraan gender. Jika generasi muda bisa aktif dan berani seperti Kartini, maka akan tercipta sistem sosial yang adil bagi semua.

Ia berharap perempuan tidak hanya menjadi anggota masyarakat yang pasif, namun mampu memberikan dampak positif, bahkan menjadi agen perubahan yang meningkatkan kesejahteraan semua orang.

“Perempuan tidak hanya harus menjadi anggota masyarakat yang nyata, tetapi juga aktif, mampu berjuang dan berani seperti Ibu Kartini. . Jangan beri kesempatan pada pihak lain untuk berpikir bahwa perempuan mudah terpengaruh. Alissa Wahid mengatakan “Perempuan harus memiliki jati diri yang kuat dan mampu berkontribusi berdasarkan keahliannya.”

Alissa mengatakan, Hari Kartini tidak boleh dimaknai hanya sekedar simbol, namun harus dijalani sebagai kenangan. Bagi semua orang, perempuan Indonesia selalu menjadi sosok yang inspiratif. Nama Kartini masih harum wangi baik di zamannya maupun saat ini.

“Mengingat semangat Ibu Kartini bukan hanya tentang perempuan yang mengenakan kebaya. Perjuangan pahit akan selalu ada ketika ada perempuan yang berani melawan ketidakadilan dan memperjuangkan kebaikan. “Semua itu dilakukan atas dasar identitasnya sebagai orang Indonesia dan juga keyakinannya,” jelas Alissa Wahid.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *