TribuneNews.com, Jakarta – Aliansi dengan Persatuan Jurnalis dan Pers Mahasiswa Kajian Undang-Undang (UU) Penyiaran Tahun 2002 No. DPR akan menindak 32 pada Senin di depan Gedung RI, Senayan, Jakarta. (27/) 5/2024) pagi ini.
Langkah ini dianggap wajar oleh banyak pekerja media, karena merupakan upaya untuk melindungi profesinya agar tidak tercakup oleh pembuat aturan dan rantai.
Mengomentari langkah tersebut pagi ini, Jameeluddin Ritonga, analis komunikasi politik Universitas Isa Ungul, mengatakan hal tersebut.
Wajar jika serikat jurnalis turun ke jalan. Sebab kalau terus-terusan memuat artikel kontroversial, karirnya akan terhambat,” kata Jameeluddin saat dimintai jawaban, Senin.
Jurnalis harus menolak beberapa pasal bermasalah dalam revisi undang-undang tersebut, katanya.
Sebab peran jurnalis sangat penting dalam memantau dan mengawasi proses demokrasi di Indonesia.
Karena demokrasi adalah harga mati bagi Indonesia. Tidak boleh ada anak bangsa yang mencoba mengganggu demokrasi di tanah air, ujarnya.
Terkait agenda langkah tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) perwakilan Jakarta Muhammad Iqbal mengatakan langkah tersebut minim unsur tuntutan.
Secara umum, pengunjuk rasa menolak rancangan pasal yang menguji UU Penyiaran yang dinilai tidak berpihak pada kebebasan pers.
“Langkah ini merupakan upaya kita bersama untuk menyatakan ketidaksetujuan terhadap ketentuan yang berpotensi melemahkan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi,” kata Iqbal kepada Tribun News, Minggu (26/5/2024).
Lebih lanjut, kata dia, massa aksi meminta pencabutan beberapa pasal dalam aturan tersebut yang dinilai bermasalah.
“Serta meminta pencabutan pasal-pasal bermasalah Revisi UU Penyiaran,” ujarnya.
Dalam aksinya, seluruh kelompok diminta mengenakan pita atau pita hitam di lengannya.
Ini pertanda proses demokrasi di Indonesia sedang berduka.
“Sebagai bentuk solidaritas dan belasungkawa terhadap situasi demokrasi di Indonesia saat ini, kami mengajak seluruh peserta untuk mengenakan pita hitam di lengan,” kata Iqbal.
“Kami meyakini partisipasi aktif seluruh jurnalis, pekerja kreatif, dan pekerja media sosial sangat penting untuk memperkuat gerakan ini,” lanjutnya. Gabungan beberapa organisasi jurnalis, konten kreator, dan pegiat seni di Kota Solo, Jawa Tengah, menggelar aksi penolakan RUU Penyiaran (RUU) Penyiaran di Stadion Manahan Solo pada Selasa (21/5/2024). (Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto)
Iqbal mengatakan, beberapa organisasi dan serikat jurnalis berencana mengikuti fungsi tersebut.
Iqbal mengatakan, “Kami dari organisasi jurnalis profesional, khususnya pemilih.”
Beberapa organisasi dan serikat jurnalis akan hadir, antara lain Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
“PWI Jaya, JTI Jakarta Raya lalu PFI Jakarta, lalu AJI Jakarta, lalu ada kawan-kawan serikat pekerja, lalu ada puluhan mahasiswa pers dan mungkin peserta dari organisasi atau LSM atau organisasi pro demokrasi lainnya yang akan bergabung besok.” Dia berkata.
Belum cukup, kata Iqbal, yang pihaknya juga mengajak seluruh pekerja media untuk beraksi.
Soal waktu aksi, Iqbal mengatakan organisasi media dan serikat pekerja akan mulai berorasi sekitar pukul 08.00 WIB.
“Mari kita bersama-sama menunjukkan solidaritas dan kekuatan kita dalam memperjuangkan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia,” ujarnya.
Sekadar informasi, rancangan perubahan UU Penyiaran yang dinilai menimbulkan kontroversi tertuang dalam Pasal 50B Ayat 2 Huruf (c).
Klausul ini merupakan pasal yang sangat diakui karena memuat ketentuan yang melarang peliputan eksklusif jurnalisme investigatif.