Laporan Jurnalis Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Alergi pada anak merupakan reaksi berlebihan sistem kekebalan tubuh anak terhadap zat tertentu.
Jika tidak ditangani dengan serius, alergi dapat mengganggu kesehatan dan tumbuh kembang anak.
Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair), Prof. DR Dr Anang Endaryanto, SpA(K), MARS juga menghimbau para orang tua untuk mengetahui apa saja faktor risiko anak mengalami alergi.
Faktor risiko alergi yang paling penting adalah genetika.
“Bisa dilihat dari kedua orang tuanya. Kalau kedua orang tuanya tidak alergi, bukan berarti anak pasti tidak alergi. Genetika bisa jadi kakek-nenek. Jadi risiko alerginya masih 5-15 persen,” ujarnya dalam sebuah wawancara. media briefing virtual, Kamis (28/3/2024).
Jika saudara kandungnya memiliki alergi, maka anak yang lahir setelahnya memiliki risiko terkena alergi hingga 25-30 persen.
“Kalau anak lahir sekarang, misalnya salah satu orang tuanya alergi, maka risiko alerginya 20-40 persen. Kalau kedua orang tuanya alergi, risiko alerginya terjadi di kemudian hari sebesar 50-60 persen.” dia menjelaskan.
Risikonya meningkat jika ayah dan ibu menderita penyakit yang sama.
Misalnya ayah dan ibu sama-sama menderita asma.
Jadi bagaimana cara mencegahnya?
Menurut dr Well, pencegahan dasar bisa dilakukan untuk menangani anak yang alergi.
“Efektifitas pengobatan alergi ditentukan oleh tiga hal,” imbuhnya.
Pertama, masyarakat harus bisa mendeteksi apakah anak saya alergi atau tidak. Kemampuan ini harus ada pada orang tua.
“Misalnya kalau alergi saja, tidak boleh. Harus tahu alerginya atau tidak. Bisa (mengenalinya) lewat gejala, pemeriksaan klinis, dan tes alergi,” jelasnya.
Kedua, kemampuan menentukan jenis alergi. Apa itu alergi? Makanan misalnya. Setelah itu, cari tahu kelompok makanan apa saja yang bisa menyebabkan alergi pada anak Anda.
Kemudian dilakukan eliminasi dari hasil tes alergi.
“Jadi kalau tahu anak saya alergi coklat, susu, bulu binatang, debu rumah, pasti penyebabnya bisa. Kalau semua ini dilakukan dengan benar, anak itu tidak akan mengalami gejala apa pun lagi,” jelasnya.
Ketika gejala hilang dalam tiga minggu berturut-turut, langkah selanjutnya adalah provokasi.
Provokasinya adalah penggunaan makanan yang diduga menyebabkan alergi secara berulang-ulang, setiap hari selama seminggu.
“Kalau gejalanya muncul lagi, baru bisa dipastikan dia ada reaksi alergi susu sapi. Harus pantang. Kalau sudah pasti bisa ditindaklanjuti dengan tes alergi,” imbuhnya.
Namun dengan dihapusnya informasi itu sembuh dan provokasi muncul kembali. Dokter dapat bertindak.