TRIBUNNEWS.COM – Ini profil anggota penanggung jawab pengawasan (Dewas) Komisi Pemberantasan Komisioner (KPK), Albertina Ho.
Nama Albertina Ho kembali mencuat karena Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Nurul Ghufron melapor ke Dewan Pengurus.
“Iya tentu saja saya sebagai anggota Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b Perdewas Nomor 3 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa untuk mencapai perlunya standing n ‘good Hal tersebut, seluruh anggota panitia wajib melaporkan jika mengetahui adanya pelanggaran hukum yang dituduhkan oleh anggota panitia.
Jadi pemberitaan itu adalah pemenuhan tugas saya sesuai perintah sesepuh, kata Ghufron dalam keterangan tertulisnya di Tribunnews.com, Rabu (24/4/2024).
Ghufron menuding Albertina menyalahgunakan kewenangannya dengan meminta hasil penyidikan transaksi keuangan pejabat KPK.
Ghufron mengatakan, “Subjek laporan saya adalah dugaan penyalahgunaan kekuasaan dengan meminta hasil pemeriksaan keuangan pejabat KPK.”
Menurut dia, Dewas KPK hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas, oleh karena itu pihaknya terus meminta dilakukannya audit terhadap pengelolaan keuangan pegawai lembaga yang bertanggung jawab atas korupsi tersebut.
“Walaupun Dewas selaku lembaga pengawas KPK bukan penegak hukum dan tidak berada dalam sistem penegakan hukum (bukan auditor), maka dari itu dia tidak berhak meminta dilakukannya audit atas dana tersebut,” jelasnya.
Jadi siapakah Albertina Ho? Ini adalah profil singkat. Profil Albertina Ho
Albertina Ho lahir pada tanggal 1 Januari 1960 di Maluku Tenggara.
Beliau memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 1985.
Beliau memperoleh gelar Magister Hukum dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto pada tahun 2004.
Sedangkan setelah lulus dari UGM, karirnya dimulai sebagai panitera di Pengadilan Negeri Yogyakarta pada tahun 1986 hingga ditugaskan di Pengadilan Negeri Slavi, Jawa Tengah pada tahun 1991 hingga 1996.
Kiprahnya dilanjutkan di Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah pada tahun 2002.
Albertina kemudian menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2002-2005.
Pada tahun 2005, beliau menjabat sebagai Asisten Koordinator Mahkamah Agung Bidang Peradilan hingga tahun 2008.
Setelah itu, ia kembali menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hingga tahun 2011.
Beliau menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat Bangka Belitung hingga tahun 2012 dan menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Sungailiat hingga tahun 2014.
Pengalaman Albertina di meja sidang lebih panjang dibandingkan saat menjabat Wakil Ketua PN Palembang pada 2014-2015.
Ia juga pernah hadir di Pengadilan Negeri Bekasi pada tahun 2015-2016.
Kiprahnya semakin menarik seiring diangkatnya Albertina sebagai Ketua Hakim Mahkamah Agung Medan pada Juni 2016 hingga 2019.
Ia menjabat Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang sejak 27 September 2019 hingga 20 Desember 2019.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantik Albertina menjadi Dewan Pengawas KPK pada 20 Desember 2019.
Atas kiprahnya, Albertina Ho mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karya Satya X, Satya Lencana Karya Satya XX, dan Satya Lencana Karya Satya XXX 2018.
Riwayat Pendidikan Albertina Ho : SD Ambon; Disponsori oleh SMP Katolik Ambon; SMA 2 Ambon; Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (S1); Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (S2). Dia melakukan sesuatu terhadap Gayus
Sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Albertina menangani kasus mantan pejabat pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan.
Saat itu, hakim yang dipimpin Pengadilan Kriminal Jakarta Selatan memvonis Gayus 7 tahun penjara.
Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW), Gayus divonis bersalah karena menyalahgunakan kewenangannya sebagai petugas pajak, menyuap polisi dan hakim, serta memberikan informasi bohong selama proses pemeriksaan.
Panitia menyebut Gayus terbukti menyalahgunakan kewenangannya saat menangani banding pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) yang menghasilkan Rp 570,92 juta.
Ia juga terlihat terlibat dalam pemberian uang sejumlah 10.000 dolar Amerika (AS) kepada polisi.
Ia kemudian memberikan uang sebesar 40.000 dolar kepada hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang.
Terakhir, Gayu terbukti memberikan keterangan palsu soal jumlah Rp 28 miliar yang diduga uang korupsi.
(Tribunnews.com/Deni/Faryyanida/Ilham)