TRIBUNNEWS.COM – Pavel Durov, CEO dan pendiri aplikasi Telegram, ditangkap di Prancis pada Sabtu malam (24/8/2024).
Kabar tersebut datang dari sumber yang mengetahui penangkapan Pavel Durov saat turun dari pesawatnya di landasan Bandara Le Bourget di Paris, Prancis.
“Direktorat Polisi Kehakiman Nasional Prancis (OFMIN) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Pavel Durov, seorang warga negara ganda Rusia-Prancis,” kata sumber itu, menurut laporan TF1, Minggu (25/8/2024).
Pavel Durov didakwa melanggar beberapa undang-undang terkait aplikasi Telegram, antara lain tidak bekerja sama dengan penegak hukum, dugaan keterlibatan dalam perdagangan narkoba, tindak pidana pedofilia, dan penipuan.
“Pavel Durov ditangkap setelah ia melarikan diri dari Azerbaijan. Surat perintah penangkapan Pavel Durov hanya berlaku jika ia berada di wilayah Prancis,” lapor TF1.
Surat kabar itu mengatakan bahwa Pavel Durov menghindari penangkapan di Eropa dengan terbang melalui Uni Emirat Arab, bekas Uni Soviet, dan Amerika Selatan.
Pavel Durov juga menghindari bepergian melalui negara-negara yang dipantau Telegram.
“Dia (Pavel Durov) membuat kesalahan besar malam ini,” kata sumber yang dekat dengan penyelidikan kepada TF1.
“Kami tidak tahu kenapa. Saya tidak tahu, apakah penerbangan ini (ke Prancis) hanya kebetulan? Tapi, dia ditangkap,” ujarnya, dikutip Jerusalem Post.
TF1 melaporkan bahwa Pavel Durov ditangkap oleh penyelidik badan anti-penipuan Prancis, dan dia akan hadir di hadapan hakim pada Sabtu malam, menjelang persidangan pada hari Minggu.
Dugaan kejahatan antara lain terorisme, perdagangan narkotika, penipuan, pencucian uang, penerimaan barang curian, dan masih banyak lagi. Pavel Durov, pendiri aplikasi Telegram. (Instagram/@durov)
TF1 mengatakan pengusaha itu bisa menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara.
“Pavel Durov pasti akan hadir di hadapan pengadilan,” kata sumber tersebut kepada TF1/LCI.
Surat kabar tersebut mengatakan bahwa Pacel Durov tidak dapat membatalkan pelanggaran di Telegram.
“Di (Telepon), mereka membiarkan banyak pelanggaran dan penyelewengan, mereka tidak melakukan apa pun untuk mencegahnya,” ujarnya.
Sementara itu, Kedutaan Besar Rusia di Prancis meminta Prancis membebaskan Pavel Durov dan menuduh Prancis menangkapnya untuk mendapatkan informasi rahasia dari pengguna Telegram, seperti dilansir TASS.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)