TRIBUNNEWS.COM – Aktivis yang tergabung dalam Palestine Action Group menyerbu pabrik senjata Instro Precision di Kent, Inggris pada Senin (17/6/2024).
Mereka diduga menerobos masuk, melemparkan barang-barang ke lantai dan menghancurkan komputer dengan linggis.
The Telegraph melaporkan tujuh orang ditangkap dalam insiden tersebut.
Aktivis berpakaian warna nasional. Video tersebut memperlihatkan mereka membobol jendela yang dipecahkan dengan palu.
Palestine Action mengatakan beberapa aktivis menggunakan “gulungan jarum” untuk mencegah kendaraan memasuki lokasi.
Polisi Daerah Kent mengatakan petugas diberitahu tentang protes tersebut sesaat sebelum pukul 03.30 pada hari Senin.
Beberapa orang ditangkap karena dicurigai melakukan tindak pidana perampokan, kata polisi.
“Mereka telah ditahan dan penyelidikan atas insiden tersebut sedang berlangsung.”
Dikutip dari Morning Star Pabrik Instro Precision dimiliki oleh anak perusahaan manufaktur senjata terbesar Israel, Elbit Systems.
Aktivis merusak barang-barang di pabrik untuk mencegah ekspor senjata ke Jalur Gaza.
Insiden ini dikutuk oleh Instro Precision.
“Kami mengutuk tindakan kekerasan dan ilegalitas dan akan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk mengambil tindakan terhadap orang atau kelompok mana pun yang mengancam keselamatan karyawan kami atau pekerjaan penting mereka,” kata juru bicara Instro Precision, menurut Daily Mail.
Sementara itu, para aktivis memblokade kantor Scotiabank di London, investor asing terbesar di Elbit Systems.
Mereka menyemprot tembok dengan cat merah sebagai simbol darah Palestina.
Aksi ini terjadi seminggu setelah para aktivis menyerang 20 cabang bank Barclays dan menyemprotnya dengan cat merah.
Sebuah bank besar telah diminta untuk menjual sahamnya di perusahaan-perusahaan yang terkait dengan genosida di Gaza.
Badan amal Oxfam yang berbasis di Inggris mengkritik Inggris karena “kabur secara intelektual dan moral”.
Oxfam melaporkan bahwa Inggris mengirim senjata ke Israel, tetapi juga mengirimkan bantuan kemanusiaan ke Gaza.
“Inggris harus berhenti menjual senjata-senjata ini. “Pemerintah tidak bisa secara bersamaan memberikan bantuan kemanusiaan dan membicarakan ambisinya untuk perdamaian di kawasan dan kemudian mengirimkan bom,” kata Oxfam.
(Tribunnews/Februari)