Akibat Kasus Korupsi, Luhut Tingkatkan Pengawasan Nikel dan Timah Oleh Simbara

Laporan reporter Tribunnews.com Endrapt Pramoudiaz

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masuknya barang nikel dan timah ke Ekosistem SIMBARA atau Sistem Informasi Kementerian/Lembaga Minerba terkait dengan kasus korupsi timah yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.

Menyusul kejadian tersebut, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan meminta peningkatan pengawasan terhadap nikel dan timah di Simbara.

Dulu, Simbara hanya menguasai batu bara. Nikel dan timah kini disertakan.

Luhut mengakui peluncuran tersebut sebenarnya sudah lama tertunda. Septian Hario Seto, Deputi Bidang Koordinasi Penanaman Modal dan Pertambangan Kementerian Koordinator Marve, selalu mengimbau anak buahnya untuk memulainya.

Harvey Moise dan Helena Lim merupakan dua tersangka kasus korupsi kaleng.

“Saya senang hari ini kita mulai untuk timah. Sebenarnya agak terlambat. Wakil saya Seto, saya dorong dia mulai beberapa bulan lalu,” kata Luhut saat peluncuran penerapan nikel dan timah. Kampanye Cargo by Simbara digelar pada Senin (22/7/2024) di Jakarta Pusat.

“Tetapi ada serangkaian kejadian yang karena korupsi yang terus berlanjut memaksa kami untuk mempercepat prosesnya, dan saya kira kami bisa mencabutnya hari ini,” lanjutnya.

Luhut mengungkapkan, jika nikel dan timah masuk dalam pengawasan Simbara, negara bisa mendapat royalti hingga 10 triliun rupiah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 344/KMK.06/2001, iuran eksploitasi (royalti) adalah iuran produk yang dibayarkan kepada pemerintah atas hasil yang diperoleh dari perusahaan pertambangan yang mengeksploitasi satu atau lebih bahan galian.

“Tadi saya bertanya pada Seth, ‘Oke, berapa banyak uang yang bisa kita dapat?’ “Kami bisa mendapat Rp 5-10 triliun dari royalti saja.” “Jangan hanya bicara royalti dan pajak,” kata Luhut.

“Jadi bisa dibayangkan semuanya. Kalau kita (manajemen Nikel dan Timah – red.) melakukannya secara sistematis, itu bisa bagus,” tutupnya.

Luhut mengatakan, barang-barang yang diawasi Simbara tidak hanya menghasilkan pendapatan negara, tapi juga harus diawasi secara ketat.

Perusahaan yang tidak mematuhi peraturan, misalnya terkait lingkungan hidup atau ketenagakerjaan, tidak bisa otomatis melakukan ekspor.

“Mau pakai baju kuning, merah, atau hitam, tidak boleh ekspor. Jika Anda ingin militer atau polisi mendukung Anda, Anda tidak bisa karena sistem (sedang mengawasi mereka). Jadi, sistem ini akan mendisiplinkan negara,” kata Lugut. menyimpulkan.

Sebagai informasi, Senin ini, acara pembukaan SIMBARA produk nikel dan timah dihadiri oleh Luhut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri ESDM Arifin Tasrif, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rahmatarwata mengatakan peluncuran Simbara untuk kedua komoditas tersebut melanjutkan kesuksesan batu bara yang diluncurkan pada tahun 2022.

“Melanjutkan kesuksesan Simbara untuk komunitas batubara, hari ini kami mulai memperluas Simbara untuk komunitas batubara dan timah yang perannya sangat strategis dalam mendukung perekonomian nasional dan global,” ujar Issa dalam paparannya.

Indonesia adalah salah satu produsen nikel dan timah terbesar di dunia, kata Issa.

Cadangan nikel Indonesia sekitar 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan nikel dunia.

Pada saat yang sama, cadangan timah Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia dengan 800.000 ton atau 23 persen cadangan global.

Bahkan, lanjut Aisa, produksi nikel Indonesia pada tahun 2023 mencapai 1,8 juta metrik ton dan menduduki peringkat pertama dunia dengan kontribusi 50 persen terhadap total produksi nikel dunia.

Sementara itu, produksi timah Indonesia menempati urutan kedua dunia dengan kontribusi sebesar 78 ribu ton atau 22 persen dari total produksi timah dunia.

Selain itu, Simbara juga memberikan banyak dampak positif seperti pencegahan bonus penambangan ilegal senilai Rp3,47 triliun, tambahan pendapatan negara yang diperoleh dari data analisis, dan profil risiko badan usaha senilai Rp2,53 triliun.

Dan perkiraan pendapatan dari penerapan sistem penutupan otomatis yang termasuk dalam Simbara sebesar Rp1,1 triliun, jelasnya.

Isa melanjutkan, peluncuran Simbara dilatarbelakangi oleh keinginan pemerintah dan pengusaha untuk terus membenahi tata kelola perusahaan minerba di Indonesia.

“Secara khusus program ini bertujuan untuk memperkuat komitmen instansi pemerintah untuk terus mandiri dan terkoordinasi dalam memberikan pelayanan kepada pengusaha nikel dan timah di Indonesia,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *