TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan laju inflasi di Indonesia relatif lebih baik dibandingkan laju inflasi berbagai negara anggota G20 lainnya seperti Rusia, India, Australia, dan Amerika Serikat.
Inflasi (Indonesia) Mei 2,84 persen year-on-year (yoy). Dan dibandingkan negara G20 lainnya, misalnya Rusia 7,84 persen year-on-year, India 4,75 persen, Australia 3,6 persen, dan Amerika Serikat 3,3 persen. Jadi Indonesia relatif lebih baik dibandingkan negara-negara tersebut, kata Airlangga di Jakarta, Jumat (14 Juni 2024).
Ketua Umum Partai Golkar menjelaskan pada Rakornas Pengendalian Inflasi Tahun 2024 di Istana Negara, Sukabumi, bahwa inflasi dapat dikendalikan melalui beberapa kebijakan.
Hal ini mencakup harga yang terjangkau, ketersediaan pasokan yang konstan, kelancaran distribusi dan komunikasi yang efektif antar pemangku kepentingan, terutama terkait dengan kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil.
Stabilisasi harga untuk menghadapi kenaikan harga dalam jangka pendek melalui penyaluran SPHP (Program Stabilisasi Pasokan Pangan dan Harga) beras, bantuan pangan, dan pergerakan pangan murah berhasil menahan kenaikan harga, ujarnya.
Selain itu, upaya peningkatan produksi pertanian melalui peningkatan alokasi pupuk bersubsidi dan akses pembiayaan sektor pertanian melalui Kredit Usaha Nasional (KUR) sektor pertanian dengan alokasi sebesar 30,4 persen.
Airlangga mengatakan, pihaknya juga mengupayakan kelancaran distribusi khususnya untuk 10 produk pangan strategis tersebut, serta optimalisasi tol laut untuk distribusi hingga ke daerah tertinggal, terpencil dan terpencil.
“(Dalam menjaga laju inflasi) ada beberapa hal yang harus ditekankan, yang pertama keberlangsungan pasokan dalam negeri menjadi kunci utama menjaga stabilitas pangan di seluruh daerah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Airlangga juga menekankan pentingnya pengembangan keseimbangan pangan yang dilakukan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menyediakan data pangan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sehingga stabilisasi harga di daerah dapat terpantau dengan baik.
Ia mengungkapkan, berbagai program pengendalian inflasi yang didukung berbagai kementerian dan lembaga di tingkat pusat, realisasinya mencapai Rp39 triliun pada 31 Mei 2024 atau 29 persen dari pagu sebesar Rp124,16 triliun.
Realisasi fiskal berbagai program di daerah tersebut mencapai Rp 13,56 triliun dari total pagu Rp 92,87 triliun, ujarnya.
Airlangga menjelaskan, dengan terkendalinya inflasi dapat mendukung kinerja pertumbuhan ekonomi nasional yang pada tahun lalu mencapai 5,11 persen, lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi global yang diprediksi Bank Dunia hanya sebesar 2,6 persen.
Meski demikian, Airlangga mengatakan Indonesia harus mewaspadai potensi pergeseran perdagangan dan rantai pasok di kawasan Asia Tenggara dari Tiongkok ke Amerika Serikat.
Situasi ini kurang menguntungkan bagi Indonesia mengingat Indonesia tidak memiliki perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Amerika Serikat.
“Karena kita (Indonesia) tidak memiliki FTA (dengan Amerika Serikat), maka penerima manfaatnya tetap Vietnam, Thailand, dan beberapa negara lain di ASEAN. “Jadi kami sedang mempersiapkan (perjanjian) perdagangan dengan Amerika,” ujarnya.