Airlangga Minta Pelaku Industri Tekstil Tak Khawatirkan Pengembangan Industri Microchip

Reporter Tribunnevs.com, Endrapta Pramudhiaz melaporkan

TRIBUNNEVS.COM, JAKARTA – Menteri Gabungan Perekonomian Erlanga Hartarto meminta pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak khawatir dengan rencana pemerintah mengembangkan industri elektronik dan microchip.

Menurut Airlangga, industri elektronik dan microchip berbeda dengan industri tekstil karena berbeda juga dari segi sumber daya manusia (SDM).

Pria yang juga menjabat Dirjen Partai Golkar ini mengatakan, sumber daya manusia yang dibutuhkan industri elektronik dan microchip adalah ijazah.

Microchip itu beda, kata Erlanga saat ditemui di Kantor Direktur Pajak Menteri Keuangan Gatot Subrot, Jakarta Selatan, Senin (24/06/2024).

“Pengembangan microchip terutama melalui sumber daya manusia, dan sumber daya manusia microchip pada desain chip. Desain chip adalah diploma. Jadi tidak sama (sebagai buruh tekstil),” jelasnya.

Ia mengatakan, diperlukan waktu dua hingga tiga tahun untuk mengamankan sumber daya manusia di industri elektronik dan microchip. Sehingga dia meminta para pemain kriket tidak perlu khawatir.

“Jangan khawatir karena pengembangan industri chip membutuhkan waktu dan awalnya kita harus mengamankan sumber daya manusia dalam dua [atau] tiga tahun,” kata Erlanga.

Diberitakan sebelumnya, Airlangga mengatakan pemerintah memiliki peta jalan pengembangan industri lokal, mulai dari industri material seperti tekstil, hingga ketenagalistrikan dan perusahaan manufaktur lainnya. Ia juga mencatat industri manufaktur seperti tekstil mulai terpuruk di Indonesia.

“Membuat keripik dan hal-hal lain memang membutuhkan kerja keras, namun membutuhkan lebih banyak energi dan pengetahuan.” Tanggapan perusahaan

Direktur Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindra Wardana mengatakan, tidak mudah bagi industri elektronik dan microchip untuk mengubah kehidupan industri TPT yang selama ini berperan besar dalam perekonomian negara.

Setidaknya, menurut Danang, ada beberapa faktor yang membuat bisnis TPT sulit dialihkan ke bisnis microchip elektronik.

Pertama, industri tekstil dan pakaian jadi merupakan sektor industri. Ini juga merupakan area yang mencakup sejumlah besar karyawan. Bayangkan jika sektor bisnis ditinggalkan maka jutaan orang, dalam hal ini pekerja, akan terkena dampaknya.

Da Nang mengapresiasi upaya pemerintah untuk menghidupkan kembali industri dan mendorong investasi di sektor elektronik dan microchip. Meski demikian, pemerintah tidak membebani industri sandang.

“Kami mengapresiasi ambisi Pak Airlangga (Menteri Perekonomian) untuk menghadirkan investasi teknologi tinggi ke Indonesia, namun ambisi tinggi tersebut tidak boleh terwujud jika ada beban bagi dunia usaha di Indonesia,” kata Danang kepada Tribun News, Sabtu (22). . / 6/2024).

“Tenaga kerja (TPT) tidak boleh ditinggalkan. Kalau pemerintah menelantarkan tenaga kerja, maka sekitar 1,5 hingga 3 juta masyarakat kita bisa menjadi korban tenaga kerja asing. Toh, semuanya ada di industri tekstil dan garmen,” lanjutnya. . Dia. .

Da Nang juga mendukung langkah pemerintah untuk meningkatkan sektor elektronik dan microchip. Namun, dia mengingatkan, pengembangan dunia usaha memerlukan upaya tambahan.

Kini, karena kehebatan teknologi Elektronika-Microchip, dibutuhkan keterampilan dari berbagai aspek. Mulai dari bisnis, sumber daya manusia, supply chain, teknologi, hingga kecukupan finansial dalam hal investasi ini.

“Untuk memahami misi industri elektronik dan industri chip, diperlukan persiapan bertahun-tahun.” Inilah yang dikatakan para pekerja.

Asosiasi Perusahaan Komersial Seluruh Indonesia (Aspek Indonesia) menanggapi niat Pemerintah untuk menjadikan industri elektronik dan microchip sebagai lapangan kerja utama.

Pidato ini disampaikan di tengah menurunnya kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT), sehingga berdampak pada banyaknya lapangan kerja di sektor tersebut.

Ketua DPP Aspek Indonesia Mirah Sumirat menilai industri TPT disebut-sebut memiliki lebih banyak karyawan dibandingkan industri elektronik dan microchip.

Mirah menjelaskan, saat ini sebagian besar pekerja di Indonesia adalah lulusan dengan tingkat pendidikan lebih rendah. Termasuk lulusan sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).

Saat ini, pekerja dengan gelar lebih rendah dapat bekerja di industri tekstil. Berbeda dengan industri elektronik dan microchip yang memerlukan pendidikan tinggi, seperti gelar sarjana.

Soal pernyataan Mendag bidang Perekonomian Erlanga, menurut saya industri microchip itu tidak kuat, hanya pengetahuan saja, jadi hanya butuh lulusan misalnya, kata Mirah Sumirat di Tribunnews, Sabtu (22/06/2021). 2024 ).

Faktanya, lebih dari 60 persen karyawan kami adalah lulusan SD dan SMA, dan hanya 10 persen yang merupakan lulusan perguruan tinggi, lanjutnya.

Jadi, menurut Mirah, bisa disimpulkan akan ada lebih banyak pekerja di Indonesia.

Namun, ia juga mendorong Pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia.

Jadi, tenaga kerja Tanah Air mempunyai keterampilan yang terus berkembang setiap saat.

“Makanya nanti kita seperti tidak mengambil dan memperkerjakan pekerja kita seperti prediksi Menteri Integrasi Erlang. “Saya yakin pernyataan dan peraturan yang dikeluarkan manajer harus mendukung pekerjaan dan karyawan,” kata Mirah.

“Pemerintah harus terus meningkatkan kualitas pendidikan kita agar dapat memenuhi kebutuhan yang diinginkan, khususnya di atas,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *