TRIBUNNEWS.COM – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tapikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali mengusut kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Layang Muhammad Bin Zayed alias Tol MBZ pada Kamis (20/06).
Sesi ini menghadirkan tiga pakar, yakni pakar jasa pengadaan dan supply chain manajemen Yoda Kundita, pakar Hukum Pidana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Hendri Jayadi Pandiangan, dan pakar Hukum Bisnis Universitas Tirumanigara (Antar) Gunwan Wijaja.
Dalam keterangannya, Yudha Kundita, pakar pengadaan material dan jasa manajemen rantai pasok, mengungkapkan tidak ada pelanggaran perubahan penggunaan material pada proyek pembangunan jalan tol MBZ.
“Spesifikasi Rinci Desain dan Konstruksi (Final Engineering Plan/RTE) dimasukkan dalam proses desain dan konstruksi, dimana RTE pada awalnya tidak ditentukan. Kriteria desain dan desain dasar dijadikan pedoman. Dengan kata lain, tidak ada pelanggaran. dalam hal perubahan penggunaan bahan yang merupakan hal yang lumrah, kata Yoda kepada majelis hakim.
Lebih lanjut, pakar hukum bisnis Universitas Thirumanagara Gunwan Wijaja menegaskan, dalam hal Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), prosesnya berbeda dengan pengadaan barang dan jasa secara tradisional.
“Saya setuju dengan pernyataan ahli lain yang mengatakan bahwa inovasi dalam desain dan bangunan atau itu tidak sulit, oleh karena itu KPBU diciptakan untuk memberikan ruang bagi kontraktor untuk berinovasi demi kepentingan proyek. “Ganwan menjelaskan.
Gunwan juga mempertanyakan kaitan Partai Rakyat dengan dugaan kerugian negara yang sedang dibahas.
“Di mana hilangnya tanah?” Konsep Partai Rakyat sendiri memberikan kebebasan kepada pihak swasta. “Tidak ada defisit pemerintah karena seluruh pendanaan berasal sepenuhnya dari swasta, baik ekuitas maupun utang,” tambahnya.
Katanya, istilah kerugian harusnya tercermin dalam laporan laba rugi. “Jika tidak dapat dibuktikan maka tidak ada tindakan melawan hukum,” kata Ganwan.