Ahli Hukum Sebut Pengangkatan Ketua MK Pengganti Anwar Usman Bisa Dibatalkan, Ini Alasannya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam rapatnya di Jakarta, Kamis (04-07-2024) memutuskan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman tidak terbukti melanggar kode etik. . tentang etika dan perilaku hakim konstitusi yang tertuang dalam prinsip kepatutan dan sopan santun Sapta Karsa Hutama.

Dikutip dari laman MK, putusan tersebut dibacakan oleh Anggota MKMK Yuliandri pada rapat pleno penyampaian putusan MKMK atas dugaan pelanggaran etik yang melibatkan pelapor Zico Leonard Djagardo Simanjuntak dengan terlapor hakim Anwar Usman.

Sidang pengambilan keputusan Nomor 08/MKMK/L/05/2024 dipimpin Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna bersama anggota MKMK Yuliandri dan Ridwan Mansyur.

Benar-benar tidak valid

Sementara itu, pakar hukum tata negara Dr. Informasi Abdul Khoir sebagai ahli dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada 26 Juni 2024.

Kehadirannya sebagai saksi ahli dalam perkara nomor 604/G/2023 ini terkait dengan putusan Dewan Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) nomor 2/MKMK/L/II/2023 yang menyebabkan Profesor Anwar Usman kehilangan jabatan sebagai Presiden. Mahkamah Konstitusi (MK).

Tidak memberikan hak banding kepada Profesor Anwar Usman, menurut para ahli, merupakan bagian dari menghalangi haknya untuk membela diri.

Bahkan yang mendalilkan penemuan hukum (Rechtsvinding/ijtihad) tidak berlaku bagi jemaah MKMK.

Argumen proporsionalitas dan kemajuan dalam bentuk sanksi tidak bisa dibenarkan, kata Abdul Khoir.

Sebab, putusan MKMK tidak kongruen atau setara dengan putusan lembaga peradilan.

Terlebih lagi, persoalan penafsiran hukum tentu saja mengacu pada ketiadaan dan ketidakjelasan aturan hukum, sehingga membuka ruang bagi penemuan hukum.

“Ketentuan sanksi bagi hakim konstitusi telah diatur secara jelas dan tegas. Oleh karena itu, realisasi penemuan hukum yang ada saat ini tidak dapat dibenarkan,” kata ahli.

Abdul Khoir menambahkan yang utama adalah menjaga sistem hukum positif dan salah satunya berdasarkan asas legalitas.

“Hal ini sesuai dengan kaidah yurisprudensi mal yatimul obligatorio illa fa huwa obligatorio (sesuatu yang merupakan penyempurnaan dari sesuatu yang wajib, maka hukumnya juga wajib),” jelasnya.

Terkait dengan upaya banding yang dilakukan Anwar Usman atas putusan MKMK, hal tersebut merupakan upaya banding yang pada hakikatnya merupakan penyempurnaan terhadap sesuatu yang bersifat wajib.

Intinya, lanjut Abdul Khoir, pokok gugatan perkara nomor 604/G/2023 terkait putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi nomor 2/MKMK/L/II/2023 merupakan landasan produk hukum. untuk diikuti dan hukum seolah-olah mereka ikuti

“Produk hukum berikut ini tentu akan hilang jika syarat undang-undang berikut tidak dipenuhi. Ketika pembentukan MKMK bertentangan dengan undang-undang MD3 karena Profesor Jimly masih menjabat sebagai anggota DPD RI,” Produk hukum berikut ini akan hilang. pasti akan hilang jika persyaratan undang-undang berikut ini tidak dipenuhi. katanya.

Selanjutnya, keputusan etis secara normatif harus mengikuti norma hukum.

Oleh karena itu, jelas Abdul Khohir, keputusan pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK yang berdasarkan keputusan MKMK harus dinyatakan tidak sah, atau setidaknya dapat dibatalkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *