Laporan Koresponden Tribunnews.com Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pakar hukum pidana Universitas Bina Nusantara (Binus), Ahmad Sofian mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 78/PUU-XXI/2023 tentang pencemaran nama baik tidak mempengaruhi kebebasan berekspresi.
Sofian mengatakan hal itu karena masih ada beberapa pasal yang belum disetujui MK.
Diketahui, beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pemeriksaan perkara 78/PUU-XXI/2023 yang diajukan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
“Kami tidak terlalu bangga dengan putusan MK nomor 78. Menurut saya, putusan MK nomor 78 tidak mempengaruhi kebebasan berpendapat. Tidak terpengaruh,” kata Sofian dalam pidato publik yang menanggapi hal tersebut. ke mahkamah konstitusi. Putusan Pengadilan Nomor 78 Tahun 2023 tentang UU Kekerasan, Jakarta, Selasa (30/4/2024).
Sofian melanjutkan, dari berbagai pasal yang diuji di MK, yakni Pasal 14, 15, 310, 27 Ayat 3 serta Pasal 45 Ayat 3 Undang-Undang Informasi dan Perdagangan Elektronik (UU ITE), hanya Pasal 14 dan pasal 15 adalah. diberikan.
“Yang diberikan MK itu pasal 14 dan 15. Kenapa? Sebenarnya MK tidak mempermasalahkan informasi bohong atau berita bohong atau berita bohong,” kata Sofian.
Namun, menurut Sofian, MK menggunakan penafsiran masa depan.
Mengapa saya katakan penafsiran ke depan karena UU 1 Tahun 1946 memuat Pasal 14 dan Pasal 15. Itu dihapuskan UU Nomor 1 Tahun 2023 pada Pasal 622, kata Sofian.
Oleh karena itu, Pasal 622 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2026. Dinyatakan batal demi hukum,” jelasnya.
Jadi, menurutnya, Mahkamah Konstitusi menyatakan hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
“Jadi tidak ada yang baru dari putusan MK,” tegasnya.