Adian Napitupulu Sebut 50 Orang Ditangkap Saat Demo di DPR RI, Ini Jawaban Polda Metro Jaya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P (PDIP) Adian Napitupulu mendatangi Polda Metro Jaya pada Kamis (22/08/2024).

Adian mengaku mendapat kabar polisi menangkap sekitar 50 orang di depan gedung DPR/MPR RI hari ini.

“Ada sekitar 50 orang yang diamankan di DPR,” kata Adian Polda di Metro Jaya, Kamis (22/08/2024) malam.

Adian mengatakan, perlu diketahui berapa jumlah pengunjuk rasa yang ditangkap polisi.

“Kami ingin mengecek datanya terlebih dahulu dan juga mengecek statusnya. “Saya pikir itu penting,” tambahnya.

Diakuinya, kehadirannya di Polda Metro Jaya bukan atas instruksi Presiden PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Spontanitas saja. Saya lihat di jalan. Dia terus bilang ke teman-temannya kalau kita harus melakukan sesuatu. ‘Kita harus lihat paling tidak, tanya apakah semuanya legal atau apa,'” kata Adian.

Selain itu, Adian ingin memastikan polisi tidak menggunakan kekerasan selama penahanan.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi belum bisa memastikan penangkapan peserta aksi di depan gedung DPR/MPR RI tersebut.

“Kami konfirmasi sekali lagi, informasi tersebut belum kami terima. Untuk saat ini situasi masih terkendali,” ujarnya. Tidak ada penangkapan

Kombes Ade Ary Syam, Manajer Humas Polda Metro Jaya, mengatakan tidak ada penangkapan terhadap massa aksi demonstrasi ilegal Pilkada di Gedung DPR/MPR RI hari ini, Kamis (22/08/2024).

Tidak ada, tidak ada (yang dijamin), kata Ade Ary saat ditemui Kamis (22/08/2024) di Gedung DPR/MPR RI.

Menurut Ade, proses pengamanan kampanye berlangsung aman dan terkendali.

Para pengunjuk rasa yang ikut demonstrasi juga cukup kooperatif.

“Merupakan hak warga negara untuk berkomunikasi dan menyepakati bahwa penyampaian informasi harus tertib, aman, dan damai seperti saat ini,” ujarnya.

FYI, aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI ini merupakan respon beberapa komunitas masyarakat terhadap penolakan undang-undang pilkada.

Pada Selasa (20 Agustus 2024), Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan no. 60/PUU-XXII/2024 mengubah aturan ambang batas pencalonan walikota dan wakil presiden dalam UU Pilkada No. 10 tahun 2016.

MK memutuskan, kriteria pencalonan calon pimpinan daerah dari partai politik sama dengan kriteria pencalonan pimpinan daerah independen/perorangan/non partai yang diatur dalam Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi, ambang batas untuk mencalonkan diri sebagai gubernur Jakarta pada pemilu legislatif sebelumnya hanya membutuhkan 7,5 persen suara.

Namun sehari setelah putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, DPR dan pemerintah langsung bertemu untuk membahas revisi undang-undang pilkada.

Panitia Kerja Pengujian Undang-Undang Pemilu kepada Badan Legislatif DPR RI (Baleg) (Panja) berupaya mengakali putusan Mahkamah Konstitusi dengan membuat pelonggaran ambang batas hanya berlaku bagi partai yang tidak memiliki kursi DPRD.

Ketentuan ini menjadi tambahan ayat dalam Pasal 40 UU Pilkada hasil perubahan yang baru dipertimbangkan panitia kerja sekitar tiga jam setelah rapat.

Sementara itu, alinea pertama Pasal 40 UU Pilkada yang mengatur ambang batas 20% kursi DPRD atau 25% suara pada pemilu legislatif saat ini, tetap berlaku bagi partai yang memiliki kursi di parlemen.

Meski demikian, Wakil Ketua DPR Sufmi Dafco Ahmad memastikan pengesahan revisi UU Pilkada akan dicabut.

“Karena revisi UU Pilkada belum disahkan pada hari ini, 22 Agustus, pada saat pendaftaran pada 27 Agustus, maka hasil keputusan JR MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora adalah sah. sudah berakhir,” kata Dasco, Kamis (22 Agustus 2024) kepada Kompas.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *