TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia meminta penggunaan gas alam untuk mempercepat sistem transisi energi net-zero (NZE).
Secara terpisah, penemuan sumber daya gas alam di Andaman Selatan di Aceh dan Geng Utara di Kalimantan Timur diumumkan oleh perusahaan eksplorasi energi internasional Rystad Energy.
Hal ini menjadikan Indonesia memiliki hampir separuh cadangan gas alam di Asia Tenggara.
Direktur Nasional Indonesia Rystad Energy Sofwan Hadi mengatakan dengan hadirnya hasil tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara tujuan utama yang menarik minat investor untuk berinvestasi.
Menurutnya, situasi ini harus disadari semua pihak sebagai dampak terbaik yang bisa segera dioptimalkan.
“Situasinya peluangnya ada, potensinya besar, tapi bagaimana kita bisa mengerjakan proyek ini dengan cara yang bisa meyakinkan investor internasional. Ini harus menjadi penting sekarang,” kata Sofwan tentang Kontan, Kamis (8/ 21/2024).
Salah satu langkah bantuan darurat pertama adalah membuat kebijakan keuangan yang tepat.
Hal ini mencakup insentif dan rezim perpajakan untuk menjamin nilai keekonomian proyek migas di masa depan, serta fleksibilitas bagi Kontraktor Perjanjian Kerja Sama (KKKS) dengan pilihan Kontrak Bagi Hasil Bruto (PSC) atau return to option cost recovery.
“Selain menelepon, insentif berbasis waktu juga dapat meningkatkan produktivitas,” lanjutnya.
Selain itu, Sofyan menegaskan, dukungan terhadap harga gas nasional dan infrastruktur untuk menjamin distribusi gas juga penting.
Jika harga gas dalam negeri tidak dapat menutupi biaya transportasi atau logistik, maka minat investor terhadap pengembangan proyek mungkin akan terpengaruh.
Secara terpisah, Anggota Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Wahyudi Anas mengatakan sangat penting dan segera diperlukan kebijakan yang berimbang dan berkeadilan dalam pengelolaan ketenagalistrikan gas bumi di hulu, tengah, dan hilir.
“Karena masing-masing sektor saling bergantung dan terintegrasi. “Anda tidak bisa mengendalikan urusan Anda sendiri,” desaknya.
Sebab terdapat segitiga hubungan yang tidak dapat dipisahkan dalam ekosistem ini yaitu produksi hulu gas, ketersediaan infrastruktur gas bumi, dan kesiapan konsumen sebagai pengguna akhir gas bumi.
Produksi gas di atas bisa didapat jika ada infrastruktur gas bumi yang terus dikembangkan dan menghubungkannya dengan konsumen akhir untuk jaringan gas, bisnis, dan industri, ujarnya.
Untuk menciptakan iklim investasi yang positif di seluruh sektor gas bumi, Wahyudi menegaskan perlu adanya penghormatan terhadap nilai-nilai keekonomian yang memenuhi standar dan menjadi acuan.
“Tentunya dalam rangka optimalisasi perolehan gas bumi dan memperhatikan kepentingan negara dan masyarakat,” imbuhnya.
Penetapan harga gas bumi di bawah nilai keekonomian, lanjut Wahyudi, dapat dilakukan dengan memberikan insentif yang wajar dan adil kepada investor atau perusahaan komersial yang menjalankan misi pemerintah.
Senada, Direktur Eksekutif Perusahaan Reforminer Komaidi Notonegoro sebelumnya menegaskan, sangat penting untuk menciptakan kebijakan yang menciptakan keseimbangan bagi semua kalangan mulai dari atas, atas, menengah hingga bawah, agar Indonesia tidak kehilangan kekuatan. peran dalam optimasi alami. gas .
Oleh karena itu, koordinasi dan pemahaman lintas sektor sangatlah penting. “Sampai saat ini belum ada kesepakatan yang dapat mempengaruhi penjualan gas bumi di Indonesia. Meski demikian, kebutuhan gas bumi diperkirakan akan terus meningkat dalam sepuluh tahun ke depan,” ujarnya.
Terkait sektor intermediet yang menjadi tulang punggung distribusi gas bumi misalnya, Komaidi mengatakan kebijakan yang tepat juga harus didukung. Selain itu, ketersediaan infrastruktur distribusi gas bumi juga akan mendorong kelancaran proses investasi hulu.
“Upaya peningkatan distribusi gas di kalangan kelas menengah tentunya harus didukung oleh pemerintah melalui kebijakan yang menciptakan investasi dan pembangunan infrastruktur yang cemerlang. “Harus ada keseimbangan antara optimasi puncak dan distribusi ke pengguna,” tegasnya.
Berdasarkan data Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang diterbitkan Reforminer Institute, volume kebutuhan gas dalam negeri diperkirakan akan meningkat dari 5.353 MMSCFD pada tahun 2023 menjadi 11.339 MMSCFD pada tahun 2030. Kemudian, juga akan meningkat menjadi 25.869 MMSCFD . . pada tahun 2050.
RUEN memperkirakan porsi gas terhadap total energi Indonesia akan meningkat dari 22 persen pada tahun 2030 menjadi 24 persen pada tahun 2050.
“Pemanfaatan gas bumi merupakan bagian dari garis kebijakan pemerintah Indonesia yang mendukung penggunaan energi ramah lingkungan dan penerapan strategi transisi energi,” jelasnya (Yudho Winarto/Kontan).
Artikel ini terbit di Uang dengan judul Sumber Daya Baru Lebih Banyak, Indonesia Jangan Ketinggalan Kesepakatan Ekspansi Gas Alam