TRIBUNNEWS.COM – Anggota TNI durhaka pada negara dengan membelot dan menjadi anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Mantan anggota Kodam V/Brawijaya berpangkat Prajurit Dua (Prada) bernama Danis Murib yang membelot dengan bergabung ke OPM pimpinan Undius Kogoya.
Danis berhasil dilumpuhkan oleh pasukan gabungan bentukan Pangkogabwilhan III, Letjen TNI. Jenderal. Richard Tampubolon, dengan dipecat oleh rekan-rekannya di OPM pada Senin (17/6/2024).
Ketua Satgas Media Koops HABEMA, Letjen. Kol. Yogi Nugroho bahwa Danis keluar atau keluar dari tugasnya dan bergabung dengan OPM dua bulan lalu.
“Danis Murib berjanji pada kelana yudha dengan meninggalkan Pos Moanemani Baru di Distrik Kamu, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah pada tanggal 14 April 2024 pukul 10.20 WIT,” ujarnya melalui keterangan tertulis.
Di sisi lain, tindakan seperti itu bukan satu-satunya cara yang dilakukan anggota TNI.
Berdasarkan catatan Tribunnews.com, perbuatan cacat itu dilakukan oleh enam anggota TNI lainnya selama 40 tahun terakhir.
Orang pertama yang mengumumkan bergabung dengan OPM adalah anggota TNI Resimen 12 Irian Barat bernama Eliezer Auom pada tahun 1984.
Pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, juga mengeluarkan peringatan akan hilangnya anggota TNI karena bergabung dengan OPM.
Dalam wawancaranya dengan Tribunnews.com pada 2 Juni 2023, Khairul mengatakan pembelotan anggota TNI merupakan bukti adanya aktivitas psikologis pihak lain, dalam hal ini OPM.
“Sebenarnya kami melakukan hal yang sama. Bahkan banyak anggota KKB yang kembali menyatakan kesetiaannya kepada NKRI,” kata Khairul.
Dia menilai para prajurit tersebut ditinggalkan karena mengalami kerusakan parah setelah serangkaian insiden yang terjadi selama operasi di Papua.
Hal ini, menurut Khairul, terus membuat kondisi mental prajurit menjadi rentan dan menjadi sasaran pengaruh musuh.
“Keputusan membelot merupakan hasil pergulatan internal yang serius setelah serangkaian peristiwa yang dilihat, dialami, dan dirasakannya.
“Dalam kondisi mentalnya yang rentan, tentu saja ia menjadi sasaran empuk operasi psikologis musuh,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Khairul, untuk menghindari desersi lebih lanjut, TNI harus berperan menjaga moral prajuritnya.
Derajat kemampuan desersi yang dilakukan TNI tentunya bergantung pada kemampuan TNI dalam menjaga moral dan mental prajurit, ujarnya.
Tak hanya itu, Khairul meminta TNI melakukan propaganda yang lebih kuat dan efektif dibandingkan yang dilakukan OPM untuk merebut simpati dan dukungan.
Meski demikian, ia menegaskan propaganda TNI tidak dibarengi dengan praktik buruk dan kekerasan yang dilakukan prajurit di wilayah operasi di Papua.
“Dalam hal ini TNI harus memperkuat pola pikir ideologi prajuritnya. Dia harus bisa meyakinkan prajuritnya bahwa kekerasan yang mereka lakukan benar-benar bisa diterima dan mereka yang melakukan kejahatan harus ditumpas,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Gita Irawan)
Artikel lain terkait kelompok bersenjata di Papua