TRIBUNNEVS.COM, MADINA – Setiap habis salat Maghrib, ada beberapa ayat yang dibacakan di Masjid Nawawi. Salah satunya adalah teks berbahasa Indonesia yang terletak di dekat gerbang ke-19 Masjid Nawawi kota Madinah.
Dibandingkan dengan ruang baca lain yang diselenggarakan di sana pada waktu yang sama, perpustakaan ini dikatakan memiliki organisasi terbanyak di bawah kepemimpinan Dr. Ariful Bahri M.
Hal ini mungkin dikarenakan jumlah jamaah haji di Indonesia juga merupakan yang tertinggi dibandingkan negara lain. Hal ini juga disebabkan oleh kebiasaan WNI yang gemar mengaji.
“Saat Isk sedang menunggu salat.” Salah satu Imam Haji Indonesia yang mengikuti pembacaan Al-Qur’an pada Sabtu (25/05/2024) lalu mengatakan, “Saatnya memperluas pengetahuan kita tentang haji.”
Ya, pokok bahasan penelitian ini tentang Haji Ustaz Ariful Bahari menjelaskan tentang proses ibadah haji, sejarah, tata cara dan hal-hal yang dilarang dan wajib ditaati oleh jamaah saat menunaikan ibadah haji.
Disebutkan juga tentang rukun dan kewajiban Hajar pada masa Nabi. Tentang Batasan Checkout dan Biaya Menariknya, bacaan tersebut dilengkapi dengan tanya jawab Hal ini membuat lingkungan belajar menjadi lebih menyenangkan Lingkungan belajar Islam di Indonesia di Masjid Nabavi Kajian ini sepertinya paling ramai dibandingkan dengan wilayah studi lainnya
Saat salat magrib tiba, pembacaan Alquran sudah selesai di Gerbang 19. Jamaah kembali berkumpul untuk salat Ishak di Masjid Nabavi.
Bada Issac, Sun berkesempatan mewawancarai langsung Ustaz Ariful Bahri. Guru di Nabawi merupakan penduduk asli Indonesia.
Ustaz Ariful Bahri adalah pria asal Ryu Pravo di Desa Air Tiris, Kabupaten Kampar, Kabupaten Kampar 75 km dari Picanba Beliau merupakan lulusan S1-S3 dari Universitas Islam Madinah (UIM).
Ia diangkat menjadi penceramah oleh Masjid Nabawi sejak tahun 2019 atau sekitar 5 tahun di sana. Setiap hari, setelah setiap Maghrib
“Kalau sakit atau ada keperluan keluarga tidak bisa ditinggalkan,” ujarnya.
Ustaz Ariful Bahri saat ini menjadi satu-satunya khatib di Masjid Nabavi asal Indonesia. Sebelumnya, ada empat orang profesor lain yang belajar di masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW.
Dalam kurun waktu yang sama ada tiga studi dari Indonesia yaitu Anas Burhanuddin, Firanda Andirja dan Abdullah Roy. Setelah era mereka, ada jeda dua tahun. Tidak ada lagi studi bahasa Indonesia di Nabawi.
Baru-baru ini pada tahun 2019, Masjid Nabawi meminta Universitas Islam Madinah mengirimkan mahasiswa asal Indonesia untuk mengikuti seleksi kuliah di Nabawi.
Ariful berkata: “Saya sedang kembali ke Indonesia saat itu. Tiba-tiba mereka menghubungi saya dan meminta saya kembali ke Madinah untuk pergi ke Masjid Nawawi.”
Setelah dilakukan wawancara Sikh, keempat mahasiswa Indonesia tersebut dinyatakan lulus. Dua di antaranya mengundurkan diri. Ariful Bahri dan Irsad Hasan tetap bertahan
Ariful Bahri mengatakan, “Kami berdua menyelesaikan studi kami di Indonesia. Saya ikut Maghrib sore, setelah Ustaz Irsad.
Namun Irsad Hasan Nabavi tidak tinggal lama di masjid tersebut. Kini hanya tersisa Ariful Bahri Indonesia yang belajar
Perjalanan Ariful Bahri ke Madinah juga luar biasa. Setelah tamat SD, ia melanjutkan sekolah ke madrasah Tsanaviia. Saat duduk di bangku kelas tiga MT, ada pesantren baru di desanya. Dia meninggalkan MT dan memasuki gubuk
“Ada yang menawarkan gratis. Tapi saya harus mengulang kelas satu,” kata Ariful.
Saat duduk di bangku kelas satu (kelas X Madrasah Aliya), Ariful hafal Al-Quran. Faktanya, tidak ada program taheef atau hafalan Alquran di pondok penghargaan Yayasan Ariful Umrah Ariful yang lulus sekolah pada tahun 2006. Kemudian pada tahun 2007 ia berangkat umrah sebagai hadiah untuk menjadi hafiz.
“Waktu umrah, semasa di Madinah, saya kuliah di Universitas Islam Madinah. Lalu saya mengikuti ujian masuk. Dan alhamdulillah saya diterima.”
Setahun kemudian, pada tahun 2008, ia mulai belajar di UIM S1 yang menonjol di bidang Alquran. Kemudian ia melanjutkan ke Usuluddin Kemudian S-2 dan S-3 terutama di bidang agama. |
Ayah empat anak ini mengatakan, “Dharma dan Firka disamakan dalam agama ini.”
Ia resmi menerima gelar doktornya pada tahun lalu pada 4 Mei 2023.
Selain menuntut ilmu, Ariful juga aktif menulis. Dalam bukunya Ziarah ke Madinah dan Keutamaannya Bagi Anda Juga Wahai Tamu Allah Dia menulis buku ini bersama Ustaz Abu Yusuf.
Beliau telah berada di Madinah selama 15 tahun. Istri dan anak-anaknya juga tinggal di sana. Namun ia tetap berharap bisa pulang ke Indonesia suatu saat nanti. “Tapi kapan, saya tidak tahu berapa lama,” akunya (ugh).