TRIBUNNEWS.COM – Jumlah korban tewas akibat serangan Israel di kamp pengungsi Rafah yang disebut-sebut sebagai kawasan aman bertambah dari 45 orang menjadi sedikitnya 50 orang.
Melansir PressTV, organisasi amal ActionAid asal Inggris melaporkan jumlah korban meninggal pada Minggu (26/5/2024).
Pada dini hari tadi, pesawat tempur Israel menembakkan 8 rudal ke beberapa pemukiman sementara yang menampung pengungsi Palestina.
“Pemukiman ini seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman bagi warga sipil yang tidak bersalah, namun mereka justru menjadi sasaran kekerasan,” kata kelompok tersebut.
“Anak-anak, perempuan dan laki-laki dibakar sampai mati di bawah tenda dan tempat berlindung mereka.”
Bereaksi terhadap pembantaian tersebut, kelompok militan Palestina Hamas menyebutnya sebagai keputusan Mahkamah Internasional yang “mengerikan”. Warga Palestina berkumpul di lokasi serangan Israel terhadap kamp pengungsi di Rafah pada 27 Mei 2024, saat pertempuran berlanjut antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (Foto oleh Eyad BABA / AFP)
Pengadilan Kriminal Internasional (ICJ) telah memerintahkan pemerintah Israel untuk menghentikan serangan udara di Rafah.
Hamas telah meminta semua pihak, terutama Mesir, untuk memberikan tekanan pada pemerintah ilegal Israel untuk mengakhiri pendudukannya di penyeberangan Rafah.
Penyeberangan Rafah merupakan perlintasan perbatasan langsung dengan Mesir dan berfungsi sebagai pintu masuk utama barang-barang penting ke Gaza.
Hamas juga meminta masyarakat internasional, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan seluruh pihak terkait untuk berjuang mendukung rakyat Palestina dalam menghadapi genosida yang dilakukan Israel.
Sejak pecahnya perang pada tanggal 7 Oktober, sekitar 36.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah hilang di Gaza.
Organisasi Hamas menyerukan komunitas Muslim dan Arab di dunia untuk meningkatkan upaya mereka dalam menunjukkan kebencian terhadap Israel dalam menghadapi genosida. PBB: Israel harus menghadapi sanksi
Sementara itu, Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Wilayah Pendudukan Palestina, berbicara tentang serangan terhadap Rafah, dan menyerukan tekanan terhadap Tel Aviv.
“Genosida di Gaza tidak akan berakhir dengan mudah tanpa tekanan dari luar.”
“Israel harus menghadapi sanksi, keadilan, penangguhan perjanjian, perdagangan, kerja sama dan investasi, serta partisipasi dalam forum internasional.”
Balakrishnan Rajagopal, Pelapor Khusus Organisasi Internasional untuk Hak atas Perumahan yang Layak, juga mengutuk pertumpahan darah tersebut.
Dia berkata, “Bahkan perempuan dan anak-anak yang ketakutan di tempat penampungan di Rafah adalah ketidakadilan yang mengerikan.”
Ia menambahkan, “Kita memerlukan kerja sama internasional untuk menghentikan apa yang dilakukan Israel saat ini.” Protes di berbagai tempat
Pembantaian yang dilakukan Israel di Rafah menyusul aksi protes di Tepi Barat Sungai Yordan, termasuk kota Ramallah dan kota Anabta, yang berada di sebelah timur kota Tulkarem di utara wilayah pendudukan.
Rumah Sakit Emirates di Rafah juga mengutuk serangan Israel di Rafah, dan menyebutnya sebagai “pembantaian yang menjijikkan.”
Protes serupa juga terjadi di tempat lain di wilayah tersebut, termasuk kamp pengungsi Palestina di Baqa’a di Yordania dan di depan konsulat Israel di Istanbul.
Di Irak, sejumlah orang yang marah menyerang cabang KFC di Baghdad, ibu kota negara tersebut.
Akibatnya, restoran makanan tersebut mengalami kerusakan.
Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap dukungan yang diberikan Amerika Serikat terhadap perang pemerintah ilegal Israel di Gaza.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)