TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Abu Fatih alias Abdullah Anshori (66) sekilas tampak sebagai pria yang berpenampilan pendiam dan kalem.
Pria yang tinggal di Sukoharj ini sehari-hari bekerja di kebun, merawat kebun pisang seluas 8.000 meter persegi.
Namun siapa yang bisa mengatakan bahwa Abu Fatih adalah orang yang spesial.
Ia sangat dihormati di kalangan tokoh inti eks Jemaah Islamiyah (JI).
Setidaknya itulah yang tampak saat Tribun berkesempatan dan mengakses untuk menemui mereka di pinggiran Kota Solo pada Rabu (17/7/2024) hingga Jumat (19/7/2024).
Setiap orang yang berada di lokasi dan bertemu Abu Fatih tampak ogah-ogahan.
Beruntung Tribun mendapat kesempatan pertama melakukan wawancara eksklusif dengan pria asal Magetan, Jawa Timur ini.
Namun usai pidatonya, Abu Fatih memamerkan kemampuan verbalnya yang sangat baik.
Ucapannya runtut, lugas, dan jelas, meski ia pernah bercanda bahwa ia adalah seorang lelaki tua ompong.
Bahkan hampir seluruh gigi atas Abu Fatih tanggal.
Sebelum wawancara, Abu Fatih menegaskan tidak ada batasan atas pertanyaan yang akan diajukannya.
Dia menjawab semua yang diminta sesuai dengan kemampuan dan pengetahuannya.
Ia pun menjelaskan awal mula dirinya hanya aktif di Jemaah Islamiyah hingga tahun 2001.
Setelah itu dia tidak aktif, tidak ikut serta dalam apa pun yang dilakukan masyarakat.
Abu Fatih benar-benar berusaha menjauhi organisasi tersebut, meski tidak menyerah.
Keterlibatan Abu Fatih dalam gerakan keagamaan ini dimulai puluhan tahun lalu, saat ia masih berusia muda.
Usroh memulai gerakan keagamaan karena hubungannya dengan NII yang diwarisi dari inspirasi dan pelindungnya Abdullah bin Ahmad Sunkar SM Kartosowirjo. Abu Fatih alias Abdullah Anshori, mantan ketua Mantikiya II Jemaah Islamiyah. (Mimbar/Sigit Arianto)
Pada akhir tahun 70an hingga awal tahun 80an, pergerakan ini berkembang pesat dari Jawa Tengah hingga Jakarta dan sekitarnya. Transfer ke Sumatera dan daerah lain.
Pada tahun 1985, Abdullah Sunkar melarikan diri ke Malaysia, namun gerakan dan jaringan pengaruhnya tetap bertahan seperti kanker.
Abu Fatih mengikuti gerakan Usro dan aktif di wilayah Jawa. Namanya muncul saat kejadian terjadi di Talangsara, Lampang.
Aktor penting dalam perlawanan Talangsari adalah Nurhidayat. Pria ini merupakan anggota USRO di Jakarta Selatan.
Ia bersentuhan dengan gerakan Usro pada tahun 1984 ketika ia direkrut dari Sol oleh kader Usro Abdullah Zungkar, Abu Fatih alias Ibnu Thoeib.
Selama Abu Fatih aktif di Jakarta, terjadi bentrokan antara ormas dan aparat keamanan Indonesia di Tanjung Priok.
Peristiwa Tanjung Priok merupakan kerusuhan massal pada 12 September 1984 yang menewaskan sedikitnya 24 aktivis dan simpatisan gerakan Islam, termasuk Amir Biki. Pasca kejadian tragis tersebut, aparat keamanan menangkap sedikitnya 160 orang, termasuk Abu Fatih Alias Ibnu Muhammad. Toib.
Pasca kejadian di Tanjung Priok, Abu Fatih dijebloskan ke Penjara Sipinang bersama aktivis USRO lainnya dan gerakan Islam di Jakarta.
Laki-laki Ibnu Tayyib alias Abu Fatih ini, kemudian, ketika Abdullah Sunkar mendirikan Jama’a Islamiyyah, diangkat menjadi presiden Mantiki II yang meliputi wilayah Jawa.
Menurut pengakuan Abu Fatih, pada tahun 1997, lama setelah dibebaskan dari penjara Sipinong, Abdullah Sunkar mengundangnya ke Malaysia. Situasi terkini di rumah kontrakan Susil di Kampung Kepuh Sari, Mojosongo, Kota Solo, tempat persembunyian teroris Nurdin Mohn Top. Pada 17 September 2009 atau 15 tahun lalu, Noordin Mohamed Top tewas dalam aksi bom antiteror Densus 88. (Tribunnews.com/Setya Krishna Sumarga)
Abu Fatih meminta Abdullah Sunkar memimpin Mantiki II membawahi Jawa.
Abdurochmin alias Abu Husna, adik Abu Fatih, disuruh menggantikannya, yang menurut Abdullah Sunkar lebih cocok menjadi khatib atau khatib. Sunkar, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Fatih.
Abu Fatih tak bisa memungkiri dirinya menjalankan tugas Abdullah Sungkar, Amir atau pemimpin Jama’ah Islamiyah saat itu.
Saat itu Abdullah Sunkar mengajukan usul khusus kepada Abu Fatih terkait gagasan Syekh Usama bin Laden.
Abdullah Zungkar mengatakan Al Qaeda, atau Syekh Osama bin Laden, yang memimpin Al Qaeda, memberikan dukungan keuangan, senjata, dan 6.000 pejuang Afghanistan, seperti yang dikatakan Abu Fatih.
“Lalu saya bertanya-tanya apakah itu mungkin, jadi saya tidak bisa langsung menjawabnya. Saya akan mencari tahu dulu bagaimana situasi di negara saya,” kata Abu Fatih.
Abdullah Sungkar meminta Abu Fatih pulang, mencari informasi lalu menyikapinya sebagaimana mestinya.
Abu Fatih kembali ke Jawa, dan Mantikiya II mengambil alih kepemimpinan Jemaah Islamiyah.
Ia berangkat ke Sulawesi Selatan untuk mencari informasi dari warga sipil.
Dulunya Sulawesi Selatan merupakan basis perlawanan DI/TII yang dipimpin Kahar Muzzakar.
Jaringan staf sangat kuat. Namun di berbagai tempat yang dikunjunginya, Abu Fatih mendapat jawaban sebaliknya.
Situasi di Sulawesi Selatan sangat negatif jika ribuan mujahidin dan senjatanya datang dari Afghanistan.
Sulawesi Selatan tidak sedang berperang dan tidak berada dalam zona perang.
Abu Fatih kembali dan memberikan jawaban terakhir kepada Abdullah Sunkar.
Kesimpulannya, usulan Syekh Usama bin Laden tidak mungkin diterima karena situasi dan lingkungan di Indonesia tidak memungkinkan.
Menurut Abu Fatih, paket bantuan besar Syekh Osama bin Laden dialihkan ke zona konflik Bosnia dan Herzegovina.
Ditanya bagaimana reaksi Abdullah Sunkar saat itu, Abu Fatih mengatakan Abdullah Sunkar bersikap normal.
Setelah itu Abu Fatih melanjutkan aktivitas gerakan JI di wilayahnya sebagai Ketua Mantiki II.
Wilayah ini meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Bali, NTB, NTT.
Pada tahun 1999, Abdullah Sungkar kembali dari Malaysia dan meninggal tak lama kemudian di Bogor, Jawa Barat.
Abu Fatih juga bersaksi bahwa pemimpin JI itu meninggal mendadak saat sedang beristirahat.
Dinamika internal JI terjadi pasca wafatnya Abdullah Sunkar.
Ustaz Abdus Somad alias Abu Bakar Basir Amir diangkat menjadi JI menggantikan almarhum.
Belakangan, Abu Bakar Bassier tiba-tiba mendirikan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan menjadi pemimpinnya.
Abu Fatih menyelesaikan tugasnya sebagai ketua Mantikiya II pada tahun 2001. Ia digantikan oleh Nu’im alias Abu Irsiyad.
“Sejak tahun 2001, saya tidak tahu apa-apa tentang aktivitas komunitas ini,” kata Abu Fatih.
Ia tetap diam, menyendiri, dan tak bergerak hingga anggota Densus 88 antiteror polisi menghampirinya.
Dua petugas polisi menemuinya di rumah dan memintanya untuk menyampaikan secara tertulis bahwa dia telah mundur dari JI.
Diskusi panjang pun terjadi, dan Abu Fathih bertanya apakah memberikan pernyataan itu termasuk meninggalkan agamanya.
Dia menjelaskan, pengumuman mundur dari JI sama sekali tidak ada hubungannya dengan keyakinan.
Abu Fatih menuruti permintaan mesin negara itu dengan segala pertimbangan pribadinya.
Kemudian pada tahun 2024, dinamika lain terjadi di JI, dan organisasi tersebut akhirnya mengumumkan akan membubarkan diri atau membubarkan diri pada tanggal 30 Juni 2024.
Abu Fatih sangat gembira dan orang-orang inti, junior dan mahasiswa JI menyadari ada yang salah dengan arah perjuangan mereka.
Ia mengikuti proses-proses yang berujung pada keputusan akhir, termasuk para tokoh utama JI dan afiliasinya yang bertemu di Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Sosok Abu Fatih terbaca dalam risalah rapat di Sentul Bogor item 13 tentang Pimpinan Jemaah Islamiyah.
Sepeninggal Abdullah Sunkar, konon belum ada pimpinan JI baru yang resmi menggantikannya. Abu Fatih dikatakan menjadi saksi hidupnya.
Kini Abu Fatih memutuskan untuk hidup damai sebagai warga biasa.
Ia menghabiskan hari-harinya di perkebunan pisang di Kolamadu, Karanganyar. Dalam pernyataan terakhirnya, Abu Fatih mengucapkan terima kasih kepada para mantan anggota JI dan aparat keamanan yang mengatasnamakan masyarakat yang telah membuka wawasan melalui diskusi.
Akhirnya pemikiran mereka tertuju pada keputusan untuk berpisah tanpa tekanan, kata Abu Fatih seraya menambahkan bahwa perbincangan tersebut berlangsung lama.
Dia mulai mengalami pemikiran ini secara pribadi sejak tahun 2021.
Banyak di antara mereka yang memiliki pemikiran serupa, rasa ragu dan masih belum mampu bertindak.
“Jika kami harus membangun konflik dengan negara, kami meragukan kebenarannya. Dengan pemahaman ini, kami berdiri di atas syariah, mencari cara rekonsiliasi,” kata Abu Fatih. (Tribunnews.com/Setya Krishna Sumarga)