Dilansir Namir Yunia, reporter Tribunnews.com.
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Pemerintah AS di bawah Presiden Joe Biden terus diam-diam mengirimkan paket berisi 500 bom atau sekitar 226,79 kilogram kepada tentara Israel.
Pengiriman tersebut diatur oleh pemerintahan Biden setelah ia sempat menangguhkan pengiriman bom seberat 2.000 pon ke Israel. Hal ini disebabkan kekhawatiran akan penggunaan bahan peledak di Jalur Gaza yang padat penduduknya.
Namun setelah wilayah Israel diserang oleh kelompok bersenjata Hamas dan Hizbullah. Kawasan Tel Aviv juga menjadi semakin kurang populer. Akibatnya, Amerika Serikat Paket lain berisi bahan peledak harus dikirim.
Untuk menipu masyarakat Washington disebut mengirimkan kedua jenis bom tersebut dalam satu paket.
Negeri Paman Sam mulai memasok senjata ke Israel secara terpisah. Meski mendapat kritik dari banyak pihak.
Aktivis hak asasi manusia juga menyatakan keprihatinannya atas penjualan tersebut. Dikatakan bahwa tindakan Amerika bertentangan dengan upaya Washington untuk menekan Israel agar mengurangi korban sipil di Jalur Gaza.
Nyatanya Transfer senjata dapat memperburuk perundingan perdamaian yang sedang berlangsung.
“Kami tidak tertarik menggunakan bom seberat 500 pon, jadi tidak masalah,” kata seorang pejabat Gedung Putih.
“Ingat, Amerika Serikat telah memberi tahu Israel bahwa kami akan melepaskan bom seberat 500 pon, namun bom yang lebih besar dari 2.000 pon akan ditahan,” pejabat itu menambahkan.
Dari kata-kata The Guardian Sejak Oktober 2023, ketika perang antara Israel dan Hamas pecah, Amerika Serikat telah memberi Israel setidaknya sejumlah peralatan militer. Termasuk 14.000.2.000 pon bom MK-84, 6.500.500 pon bom, 3 rudal udara-ke-permukaan 000 Hellfire berpemandu presisi, 1.000 bom bunker, 2.600 bom udara-ke-udara kecil, dan amunisi lainnya.
Para ahli mengatakan isi kiriman tersebut tampaknya konsisten dengan kebutuhan Israel untuk menambah pasokan yang digunakan dalam operasi militer intensifnya selama delapan bulan di Gaza.
Hasilnya adalah peningkatan pengadaan senjata Israel dari sekutu. Hal ini membuat negara Zionis semakin gegabah dalam melakukan serangan. Terbaru, tentara Israel melancarkan serangan terhadap sebuah sekolah di Jalur Gaza yang berfungsi sebagai tempat penampungan pengungsi Palestina di Jalur Gaza.
Sumber rumah sakit di Gaza mengatakan kepada AFP bahwa 27 orang tewas, sementara puluhan lainnya terluka. Amerika menjadi pemasok senjata utama Israel.
Selama puluhan tahun, Amerika Serikat (AS) dikenal sebagai penyumbang utama pendanaan militer Israel dalam setiap perang yang dilancarkan melawan musuh-musuhnya.
Negeri Paman Sam enggan memberikan bantuan pertahanan kepada Israel. Negara ini menyumbang bantuan militer sebesar US$3,8 miliar atau setara dengan 60,27 triliun rupiah setiap tahunnya.
Bahkan ketika ketegangan antara Hamas dan Israel terus berlanjut, Amerika Serikat terus memasok 21.000 peluru artileri 155 mm ke Tel Aviv. Ribuan senjata dan perlengkapan dan 200 drone kamikaze serta bom presisi Spice Family Gliding Bomb Assemblies senilai $320 juta atau setara Rp5 triliun untuk Israel.
Dukungan tersebut merupakan bagian dari perjanjian yang ditandatangani oleh mantan Presiden AS Barack Obama pada tahun 2016 untuk total paket bantuan militer senilai $38 miliar untuk dekade 2017-2028
Kedekatan hubungan yang terjalin antara Amerika Serikat dan Israel membuat Washington bersedia memberikan dukungan militer, finansial, dan diplomatik kepada Tel Aviv. Sebab, Israel berperan penting dalam melindungi kepentingan AS. di kawasan Timur Tengah
Salah satunya adalah bahwa Israel berfungsi sebagai penyalur senjata Amerika ke rezim global, seperti apartheid di Afrika Selatan. Republik Islam Iran Kediktatoran militer di Guatemala dan Contras Nikaragua.
Tidak hanya itu, Amerika Serikat memandang Israel sebagai negara yang dapat membantu mengendalikan minyak Timur Tengah. Amerika Serikat memandang Israel sebagai mitra yang dapat memperkuat posisinya di kawasan dan menyeimbangkan pengaruh Soviet.
Menurut Al Jazeera, faktor lain yang mendukung AS adalah adalah fakta bahwa Israel semakin mengontrol opini publik Amerika. Menurut survei tahunan yang dilakukan Gallup pada tahun 2022, 58 persen warga AS bersimpati dengan Israel, sementara 75 persen warga AS Beri nilai Israel lebih baik.
Dengan suara ini, Demokrat, Republik. Maka mayoritas anggota Kongres menyatakan dukungan mereka terhadap Israel untuk mengendalikan opini publik Amerika.