Harus Tahu, Pola Makan seperti Ini Bisa Munculkan Risiko Penyakit Kanker Payudara

Laporan reporter Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kanker payudara di Indonesia masih menjadi kanker terbanyak pada wanita.

Faktanya, risiko kanker payudara sendiri seringkali dikaitkan dengan makanan tertentu. 

Berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Advances in Nutrition tahun 2021, dari 13 makanan yang diteliti, terdapat dua makanan yang kini diketahui dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker payudara.

Hal tersebut dikatakan Direktur Jenderal Kedokteran PT Kalbe Farma Tbk, dr. Dedyanto Henky Saputra, M. Gizi, AIFO-K.

Yang pertama daging merah. Makan daging merah lebih dari 150 gram sehari justru meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 10 persen dalam jangka panjang, ujarnya dalam Instagram live @ptkalbefarmatbk, Jumat (25/10/2024). .

Yang kedua adalah daging cincang. Dari daging olahan, mengonsumsi 50 gram per hari dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko kanker payudara sebesar 10 persen. 

Namun, Dr. Dedyanto, masih banyak lagi hal yang tidak bisa dilupakan.

Namun kita tidak boleh melupakan bahwa ada faktor lain yang dapat menyebabkan kanker payudara, misalnya orang yang kelebihan berat badan dan menderita diabetes, lanjutnya. 

Ia menjelaskan, obesitas dan diabetes diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko kanker payudara. 

Obesitas disebabkan oleh konsumsi makanan berkalori tinggi atau melebihi kebutuhan harian.

Terjadi peningkatan berat badan dan penerapan gaya hidup sedentary dimana seseorang jarang bergerak atau sedikit bekerja. 

Saat ini penyakit diabetes dipengaruhi oleh pola makan tinggi gula dan rendah serat.

Selanjutnya dr. Dedyanto menemukan makanan apa saja yang bisa menurunkan risiko kanker payudara. 

Menurut jurnal Advances in Nutrition terbitan 2021, setidaknya ada tiga jenis makanan, yang pertama buah-buahan, tapi bukan dalam bentuk jus. 

Mengonsumsi 100 gram buah atau lebih per hari dapat menurunkan risiko kanker payudara. 

Kedua, sayur-sayuran dalam bentuk utuh maupun tidak dalam bentuk sayur campur dapat menurunkan risiko kanker payudara, kata Dr. Kakek.

Buah-buahan dan sayuran utuh adalah kata kuncinya. Saat memblender atau membuat jus, kandungan serat pada buah dan sayur akan berkurang akibat benturan pisau blender. 

Selain itu, proses blender memungkinkan hilangnya sebagian nutrisi pada buah dan sayur. 

Sedangkan jika buah dan sayur habis dimakan dengan cara dikunyah, proses pencernaannya lama dan bentuk seratnya tidak terlihat. 

Serat sendiri mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu mencegah penyerapan gula dan lemak tidak sehat.

Tak hanya itu, serat dapat menjadi makanan bagi bakteri sehat di usus manusia. Peran ini sangat penting. 

Pasalnya bakteri baik di usus melindungi tubuh, termasuk mengurangi risiko kanker usus besar. 

Jenis makanan ketiga yang cukup mengejutkan adalah penggunaan kedelai. 

Kedelai menjadi populer, terutama di kalangan penderita kanker, karena mengandung isoflavon yang mirip dengan estrogen. 

“Ternyata penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi kedelai dan produknya dapat menurunkan risiko kanker payudara, namun tidak ditentukan jumlahnya,” kata Dr. Kakek.

Dr. Dedy menambahkan, pemberian nutrisi pada pasien kanker dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemberian nutrisi pada saat pasien dirawat dan pada saat kondisinya stabil. 

Ketika seorang pasien dirawat, gangguan makan sering kali berkembang, baik sebagai efek samping pengobatan atau akibat kanker itu sendiri. 

Oleh karena itu, pemenuhan nutrisi diharapkan dimulai sebelum pasien dirawat, guna mempersiapkan tubuh dalam kondisi yang tepat. 

Namun, jika seseorang yang melawan kanker mengalami kesulitan makan, jangan terlalu banyak membatasi makanan atau takut mengonsumsi makanan tertentu.

Itu sebabnya lebih baik tanyakan terlebih dahulu kepada mereka yang melawan kanker apa yang ingin mereka makan. 

Libatkan mereka yang melawan kanker dalam memilih makanan yang akan mereka makan, sehingga mereka semakin menyukai makanan tersebut. 

Fokus kita harus bisa makan dulu, karena kalau tidak makan badan kita akan lemas. 

“Kalau sudah bisa makan, fase kemoterapi sudah selesai, dan keadaan tubuh sudah mulai stabil, maka bisa dipikirkan untuk mulai menghemat makanan. Apa yang harus dimakan lebih banyak atau apa yang harus dihindari,” pungkas Dr. Kakek.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *