Pengakuan Pembunuh Gadis Penjual Gorengan, Tak Tahu Korban Masih Hidup atau Tidak Saat Menguburnya

TRIBUNNEWS.COM – IS (28), tersangka pembunuhan gadis penjual gorengan berinisial NKS (18) di Padang Pariaman, Sumatera Barat, melontarkan pengakuan mengejutkan.

Dia bersedia menyelidiki karena dia tidak mengetahui apakah almarhum masih hidup atau tidak saat dikuburkan dalam keadaan telanjang dan diborgol.

Hal tersebut diungkapkan Kapolda Sumbar Irjen Polisi Suharyono seperti dilansir TribunPadang.com.

Menurut dia, sebelum menguburkan korban untuk menyembunyikan kejahatannya, pelaku menyandera korban dengan menutup mulutnya hingga pingsan karena sesak napas.

Pelaku mengikat korban dengan tali yang telah disiapkannya dan melakukan pelecehan seksual terhadap korban.

 “Jika yang bersangkutan tidak sadarkan diri atau meninggal dunia (saat dikuburkan), hal itu perlu dipastikan kemudian oleh ahli kepolisian. Terdakwa tidak mengetahui apakah orang tersebut masih hidup atau sudah meninggal saat dilanggar,” kata Irjen Suharyono.

Tujuan para korban

Nah soal niat membunuh gadis penjual gorengan di Padang Pariaman, kata Irjen Suharyono.

Ia mengatakan, sebelum melakukan perbuatannya, pelaku sempat mempunyai keinginan atau keinginan untuk meniduri orang tersebut.

Tersangka ada niat menguasai, tapi tidak ada niat membunuh, kata Suharyono dalam jumpa pers, Jumat (20/9/2024), seperti dilansir Kompas Tv.

Pria tersebut terlebih dahulu menjual gorengan yang dibawanya kepada tersangka dan teman-temannya.

Usai menjual barang dagangannya, korban dihentikan di tengah jalan saat hendak pulang.

“Dari pengakuan pertama, napi ingin memaksa korban untuk datang pada saat napi dan temannya membeli gorengan, makanan yang dibawa almarhum.”

Namun saat berpisah (setelah membeli gorengan) setelah korban pulang ke rumah yang jaraknya 200 meter, korban berjalan kaki pulang, jam 18. turun tangan, kata Suharyono.

Korban kemudian ditangkap dan diseret dengan jarak sekitar 300 meter dari tempat korban menghadap.

Enam menit setelah disekap, korban pingsan, diseret sekitar 300 kilometer dan dipaksa pergi ke sana, tangan dan kakinya diikat di sana.

Jadi awalnya kami ingin memaksa orang, tapi kalau mereka menyandera, bisa jadi korbannya pingsan dan meninggal, jelas Suharyono.

Soal keluarnya informasi alasan menolak cinta, Suharyono belum bisa menjelaskannya.

Pihaknya masih mendalami informasi yang diberikan napi tersebut.

Sebab, ucapan tersangka kerap berubah-ubah.

“Kami akan mendalami informasi tentang cinta yang ditolak,” kata Suharyono.

Itu sarat dengan banyak hal

Irjen Suharyono menambahkan, tersangka IS seharusnya dijerat pasal lain yakni pasal 338 KUHP juncto pasal 285 KUHP, dan pasal 353 KUHP.

Ketiga pasal tersebut memungkinkan pihak berwenang menghukum ISIS dengan ancaman hukuman mati.

“Kalau semuanya terpenuhi, ISIS bisa divonis 15 tahun, 20 tahun, atau bahkan hukuman mati. Tapi semua tergantung hasil persidangan,” kata Irjen Suharyono.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *