TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan calon wakil presiden Pilpres 2024, Mahfud MD mengaku kecewa Pengadilan Tata Usaha Negara menerima perkara PDI Parjuangan yang menunjuk Gibran Rakabuming Rakadi sebagai calon wakilnya. (cawapres) Komisi Pemilihan Umum (KPU)).
Putusan dalam gugatan tersebut akan dibacakan pada Kamis (10/10/2024).
“Saya kira, konsekuensi dari konstitusi. Tadinya saya tolak, saya sedikit kecewa karena kita percaya pada hukum di pengadilan (diakui). Sekarang kita kecewa. Kita mau jalani. Sampai konstitusional pengadilan berani lagi untuk yang terakhir kalinya,” kata Mahfoud dalam audio saluran YouTube Ibrahim Samad Speaks, Senin (7/10/2024) dikutip Tribun.
Dalam kesempatan itu, Mahfoud memaparkan dua skenario terkait keputusan PTUN.
Pertama, resolusi PDIP jika disahkan akan membuat marah pendukung Gibran.
Lebih lanjut, jika dibiarkan, ia tidak ingin terjadi kekacauan yang bisa berujung pada Mahfud Prabow menjadi presiden.
Mahfoud mengatakan, jika perkara PDIP diterima PTUN dan pendukung Gibran tidak ada masalah, maka Presiden terpilih Prabowo Subianto bisa memilih dua orang untuk menggantikannya.
Mahfoud mengatakan hal itu tertuang dalam konstitusi.
“Kemudian Pak Prabowo berhak memilih dua orang sesuai hak konstitusi. Dia memilih siapa yang dia mau. Misalnya kekuasaan politik, siapa yang punya Mibak Puan, AHY, Muhaimin, siapa pun itu.” katanya.
Menurut Mahfud, situasi tersebut bisa menghalangi Gibran menjadi wakil presiden RI berikutnya.
Meski demikian, Mahfud juga mengaku frustasi karena PTUN tidak bisa memutuskan sejumlah persoalan, mulai dari hasil pemilu hingga kebijakan TNI.
“Iya kalau PTUN yang memutuskan, bisa memutuskan. Walaupun sebenarnya PTUN tidak bisa memutuskan beberapa hal. Makanya saya bilang pesimis. Sesuatu yang berkaitan dengan hasil pemilu tidak bisa. Keputusan pengadilan, kalau Indonesia Keputusan TNI (tidak bisa) melakukannya,” kata Mahfud.
Sekadar informasi, tim kuasa hukum PDI-P pada Selasa (2-04-2024) mengajukan gugatan terhadap PTUN dan KPU dengan nomor perkara 133/G/2024/PTUNJKT.
Dalam kasus ini, PDI Perjuangan menilai KPU melanggar hukum karena mendaftarkan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (Kaapchi) dan mengesampingkan syarat usia minimal masuk barak.
Mengutip laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, perkara PDIP terhadap KPU bernomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.
Dalam salah satu gugatannya, PDIP meminta PTUN di Jakarta mencopot Prabow dan Gibran sebagai pasangan calon (paslon) Pilpres 2024.
Memerintahkan tergugat untuk memilih masing-masing calon presiden Prabowo Subianto dan calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan wakil presiden yang dipilih dengan suara terbanyak sesuai dengan keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia. ” 360 pada tahun 2024,” ujarnya.
PDIP kemudian menggugat pemerintah karena gagal mencegah dan memperbaiki hasil pemeriksaan kesehatan Gibran Rakabuming Raka sebagai syarat administrasi calon wakil presiden 2024 pada 26 Oktober 2023.
Gugatan lainnya terkait tindakan pemerintah yang mencegah atau menolak penunjukan Gibran Rakabuming Rakah sebagai calon wakil presiden pada pemilu 2024 pada 13 November 2023.
Terakhir, PDIP menggugat tindakan pemerintah karena tidak menghalangi atau mengingkari penunjukan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden untuk ikut serta dalam pengundian dan penetapan nomor peringkat pasangan calon presiden dan wakil presiden tahun 2024 yang akan maju di Pilpres. pemilu 2024. 14 Agustus 2023. Hal itu tidak mempengaruhi upacara pembukaan
Pengadilan Tata Usaha Negara (PDUN) Jakarta pada Kamis, 10 Oktober 2024 akan membacakan putusan PDIP terhadap KPU usai menerima pencalonan Gibran Rakabuming Rakah pada Pilpres 2024.
Keputusan tersebut dibacakan 10 hari sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih pada 20 Oktober 2024.
Sidang Nomor 133/G/TF/2024/PTUN.JKT menggugat penolakan KPU atas pencalonan Gibran sebagai wakil presiden. KPU dinilai melanggar hukum dalam melaksanakan Keputusan MK 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia calon presiden dan wakil presiden.
Hadar Nafis Gumai, mantan Komisioner KPU RI, mengomentari kasus tersebut dan mengatakan keputusan pengadilan tidak akan mempengaruhi pencalonan Gibran.
Sebab, hasil pemilu presiden diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi dan bersifat final serta mengikat.
“Jadi saya kira tidak masalah karena hasil pemilu ditentukan oleh hasil akhir kemenangan pemilu. Oleh karena itu, hasil pemungutan suara tersebut merupakan keputusan final dan mengikat yang harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi. Jadi, saya kira tidak akan ada pengaruhnya pada pembahasan Pilkada Sabtu (10/5/2024) di kawasan Tibet, Jakarta Selatan. (*)