Gallant kepada AS: Jendela Diplomasi dengan Hizbullah Telah Tertutup

TRIBUNNEWS.COM – Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant mengatakan kepada Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin bahwa waktu negosiasi dengan Hizbullah telah berakhir.

Pengumuman Gallant disampaikan ketika Utusan Khusus Gedung Putih Amos Hochstein mengunjungi Israel.

Kunjungan Hochstein adalah untuk membahas konflik di perbatasan utara negara itu, tempat pasukan Israel terlibat baku tembak dengan pejuang Hizbullah selama berbulan-bulan.

Gallant mengatakan waktu semakin menipis dan kemungkinan mencapai tujuan diplomasi dengan Hizbullah semakin sulit.

Gallant mengatakan kepada Austin melalui panggilan telepon, seperti dikutip oleh Asharq Al-Aawsat: “Kemungkinan mencapai kesepakatan di utara semakin berkurang.”

Menurutnya, posisi Hizbullah saat ini sudah jelas yakni melindungi Hamas.

Dikatakannya, selama kelompok Hizbullah terus mengikatkan diri dengan kelompok Hamas di Gaza, tempat tentara Israel saling berperang selama hampir satu tahun, maka hal tersebut sudah jelas.

Saat ini, pertempuran antara Hizbullah dan Israel terus berlanjut.

Keduanya terus saling menyerang.

Media Israel pada Senin (16/9/2024) menyebutkan, panglima Angkatan Darat Utara menyarankan operasi segera di perbatasan negaranya untuk menciptakan kawasan lindung di Lebanon selatan.

Saat ini, posisi Israel saat ini adalah mereka terus menyerang Gaza dan itu menjadi fokus utama mereka.

Sementara itu, Hizbullah memutuskan untuk melindungi Hamas pasca serangan 7 Oktober 2023.

Sejak itu, setiap hari terjadi baku tembak dengan roket dan rudal, di mana pesawat Israel menyusup ke wilayah Lebanon.

Hizbullah mengatakan mereka tidak ingin memulai perang.

Kecuali Israel terus menabuh genderang perang dan menyerbu Lebanon.

Perselisihan telah berkobar di wilayah utara selama berbulan-bulan.

Israel ingin merebut bagian utara negara itu dan beberapa anggota oposisi pemerintah Israel ingin mengambil tindakan pada hari Senin.

Menteri Pertahanan Itamar Ben-Gvir menyerukan agar Gallant segera diberhentikan karena dianggap gagal.

“Kita perlu mengambil keputusan di utara dan Gallant bukanlah orang yang tepat untuk memimpinnya,” ujarnya dalam pernyataan di media sosial X. Konflik antara Hizbullah dan Israel.

Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, pada 7 Oktober, Hizbullah Lebanon membela kelompok militan Palestina Hamas.

Dalam 250 hari pertama perang, Hizbullah melancarkan 1.194 serangan militer.

Serangan Hizbullah ini melukai lebih dari 2.000 tentara Israel.

Selama beberapa dekade, Israel menduduki sebagian wilayah Lebanon.

Pada tahun 2000, Israel meninggalkan Lebanon sendirian.

Namun, pada tahun 2006, Israel kembali mencoba menyerang Lebanon.

Sayangnya, mereka gagal, dan Hizbullah mengklaim kemenangan.

Kekhawatiran akan terjadinya perang antara Israel dan Hizbullah semakin meningkat seiring dengan maraknya serangan yang dilakukan di perbatasan kedua negara.

Kecemasan semakin meningkat di wilayah tersebut pasca terbunuhnya dua pemimpin oposisi, yakni Haniyyah dan Fuad Shukr.

Sebagai tanggapannya sendiri, kelompok Hizbullah membalas dendam terhadap Israel.

Janji-janji Hizbullah telah menimbulkan kekhawatiran dalam banyak hal.

Ketakutan dapat menyebabkan konflik regional yang meluas dan berskala besar.

(Tribunnews.com/Farrah Putri)

Beberapa Artikel terkait Yoava Gallant dan Hizbullah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *