Laporan reporter Tribunnews.com, Galuh Nestiya
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK – Puluhan warga Rohingya tewas dalam serangan pesawat tak berawak saat mereka mencoba melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh.
Serangan itu terjadi di dekat perbatasan dengan Bangladesh ketika para pengungsi, termasuk keluarga dengan anak-anak, berhenti untuk menyeberang.
Para penyintas terlihat mencari anggota keluarga mereka dan mengidentifikasi mereka di antara tumpukan korban tewas.
Serangan yang terjadi pada Senin (12/8/2024) merupakan salah satu serangan paling mematikan terhadap warga sipil di Negara Bagian Rakhine dalam beberapa pekan terakhir. Banyak saksi dan aktivis yang melaporkan bahwa serangan ini adalah serangan Arakan, meski tuduhan tersebut dibantah oleh kelompok tersebut.
Militer dan militan Myanmar saling menyalahkan, dan Reuters tidak dapat memastikan jumlah pasti korban atau mereka yang bertanggung jawab.
Video yang beredar di media sosial memperlihatkan tumpukan mayat dan barang-barang pribadi dibuang di gurun di luar kota Maungdaw, Myanmar.
Namun verifikasi independen terhadap video tersebut belum dilakukan. Saksi mata mengatakan, jumlah korban antara 70 hingga lebih dari 200 orang tewas.
Mohammed Eleyas, salah satu saksi, mengatakan istri dan putrinya yang sedang hamil terluka parah dalam serangan itu dan kemudian meninggal.
Shamsuddin, saksi lainnya, melaporkan banyak orang yang terluka parah dan menjerit kesakitan pasca penyerangan tersebut.
Selain itu, perahu yang membawa pengungsi Rohingya tenggelam di Sungai Naf, menewaskan banyak orang lainnya.
Medecins Sans Frontieres melaporkan bahwa mereka telah merawat 39 orang yang terluka dalam kekerasan sejak Sabtu, termasuk luka tembak dan mortir.
Para korban menggambarkan serangan helikopter saat mereka mencoba mencari perahu untuk menyeberangi sungai.
Krisis ini telah memperburuk situasi kemanusiaan bagi warga Rohingya, kelompok minoritas Muslim yang menghadapi penganiayaan di Myanmar.
Tanggapan internasional terhadap insiden ini masih berkembang (Reuters)