Heru Budi Pastikan Jakarta Masih Ibu Kota Negara, Ini Alasannya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, saat ini Jakarta masih berstatus ibu kota negara.

“Sesuai undang-undang yang berlaku saat ini, Jakarta saat ini masih masuk dalam zona Daerah Istimewa Jakarta,” ujarnya saat ditemui di Velodrome Center, Rawamangun, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Senin (14/10/2024).

Heru menjelaskan, meski pada tahun 2024 UU No. 2 tentang Kawasan Khusus Jakarta (DKJ) disahkan, status Jakarta sebagai ibu kota negara tidak serta merta berakhir.

Sebab, hingga saat ini Presiden Joko Widodo belum mengeluarkan ketentuan turunan berupa Peraturan Presiden (Perpres) terkait pemindahan ibu kota negara.

Daripada berspekulasi soal perundingan “kota kembar” belakangan ini, Heru memilih menunggu Presiden Jokowi mengumumkan aturan tersebut.

“UU DKJ dan UU IKN harus ada komponennya, harus ada tambahannya, yaitu barang-barang presiden. Sebelum ada Keppres, ibu kota Indonesia masih Jakarta, ujarnya.

Mantan Kepala Dinas IKN Bambang Susantono sebelumnya meyakini Jakarta akan tetap menjadi ibu kota negara hingga beberapa tahun ke depan.

Hal tersebut disampaikan Bambang Susantono saat Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) mengusulkan konsep Kota Kembar untuk Jakarta dan IKN di Kalimantan Timur.

Utusan khusus Presiden untuk kerja sama internasional dalam pengembangan IKN mengatakan, IKN akan terus didorong untuk menjadi kota baru. 

“Bagaimanapun akan menjadi kota, karena sudah ada yang dibangun, sudah ada, sekarang saatnya masyarakat lebih dikembangkan lagi agar masyarakat ini bisa menjadi penghuni kota tercinta ini,” ujarnya. , seperti dilansir Tribunnews.com.

Usulan ASPI mengenai konsep Kota Kembar sebagai solusi rencana pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN di Kalimantan Timur akan disampaikan kepada presiden, Presiden saat ini Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Apa itu Kota Kembar?

Ketua ASPI Adiwan Fahlan Aritenang menjelaskan konsep “Kota Kembar” adalah kota yang beroperasi hampir dalam waktu bersamaan.

Dalam kasus “kota kembar” IKN dan Jakarta, kedua kota tersebut akan menjalankan fungsi administratif pemerintahan, yang satu secara de jure akan menjadi ibu kota dan yang lainnya secara de facto. 

Ibu kota de jure adalah pusat pemerintahan negara yang diakui secara resmi sesuai dengan hukum atau konstitusi.

Pada saat yang sama, terdapat pengakuan terhadap realitas ibu kota, berdasarkan realitas berfungsinya fungsi pemerintahan yang ada. 

Mengingat Keputusan Presiden (Keppres) tentang IKN yang belum ditandatangani, namun anggaran negara cukup, berarti Jakarta bisa berperan sebagai ibu kota IKN secara de jure dan IKN secara de facto.

“Sesuai undang-undang, Jakarta tetap menjadi ibu kota, namun kegiatan operasionalnya dilakukan oleh IKN,” kata Adiwan.

Menurutnya, IKN dapat mengambil alih beberapa tanggung jawab penting non-pemerintah seperti pusat pendidikan dan penelitian, dan kemudian beberapa tanggung jawab pemerintah publik akan secara bertahap dialihkan ke kementerian/lembaga (K/L) terkait.

Misalnya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Perpustakaan Nasional, Arsip Nasional, dll. 

Jika Perpres sudah ditandatangani tapi anggaran tidak mencukupi, IKN bisa menjadi ibu kota pemerintahan dan de facto Jakarta.

Dalam hal ini IKN merupakan ibu kota “bagian” pemerintahan nasional yang mempunyai beberapa kementerian yang melaksanakan fungsi pokok pemerintahan, seperti Sekretaris Negara (Kemensetneg), Sekretariat Dewan Menteri, Kementerian. Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian. Pertahanan (Kemenhan) dan Kementerian Luar Negeri (Kementerian Luar Negeri). 

Sementara itu, apabila keadaan sebenarnya kurang baik, ketika Perpres tidak ditandatangani dan anggaran tidak mencukupi, maka pemerintah dapat mengambil langkah mitigasi dengan terus mendorong pelaksanaan program IKN, namun secara jangka panjang. strategi jangka hingga 2045. .

Pada saat yang sama, Adiwan mengatakan pemerintah dapat melakukan peninjauan secara detail terhadap aspek perencanaan IKN seperti pembangunan infrastruktur, jumlah penduduk, dan biaya. “Kota kembar” telah diadopsi oleh beberapa negara

Dikutip dari TribunKaltim.co, konsep kota kembar ini kemudian diadopsi di beberapa negara. Misalnya, India membangun kota kembar Ahmedabad-Gandhinagar.

Untuk menghubungkan kedua kota tersebut, telah dikembangkan beberapa kendaraan.

Wakil Perdana Menteri dan Menteri Perdagangan Phumtham Wechayachai di Thailand juga mengumumkan kota kembar di wilayah selatan negara itu. Malaysia dikatakan mendukung gagasan tersebut.

Beberapa negara yang juga menggunakan konsep Dua Kota adalah Korea Selatan dengan ibu kotanya Seoul dan ibu kota kedua Sejong. 

Malaysia menerapkan konsep ini di Putrajaya dan Kuala Lumpur.

Bahkan Australia dan Belanda telah menerapkan konsep “kota kembar” dengan memiliki dua kota administratif.

Pengarang : Dionysius Arya Bima Suci

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Enggan Tanggapi Bicara Kota Kembar, Heru Budi Yakinkan Jakarta Tetap Ibu Kota Negara.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *