Ajak Warga Doakan Almarhumah Vina, Tokoh Agama: Orang Kesurupan Tidak Bisa Dijadikan Petunjuk

Warganet diajak mendoakan mendiang tokoh agama Vina: Pihak terkait tidak bisa dikendalikan.

Eri Komar Sinaga/Tribunnews.com 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejumlah tokoh agama dan masyarakat menekankan pentingnya memberikan penghormatan kepada mendiang Vina dan mendoakannya dibandingkan memperdebatkan film yang dianggap banyak orang sebagai fiksi.

Pengurus Pondok Pesantren Al Hidayah Cisantri Pandeglang Abuya Asep Nafis Imron Bustomi pun angkat bicara soal fenomena tersebut.

“Kasus Vina mungkin berawal dari orang kesurupan lalu viral gara-gara filmnya. Kalau ada orang kesurupan, tidak mungkin arwah orang mati masuk ke tubuh orang hidup. jin,” kata Abuya Asep dalam acara debat publik, Senin (8/5/2024).

Abuya Asep menegaskan, fenomena kepemilikan tidak bisa dijadikan alat bukti dalam kasus ini. Oleh karena itu, sebaiknya doakan saja mendiang Vina.

“Orang yang kesurupan tidak bisa dijadikan petunjuk atau acuan. Itu semacam setan yang menganggur,” tegasnya.

Sementara itu, dalam acara debat yang sama, KH Abu Hanifah, khatib kondang di Kota Sukabumi sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Nurul Hijrah, Kelurahan Kramat Jati, Jakarta Timur, menambahkan, setan selalu menggoda manusia dengan berbagai cara.

“Setiap orang meninggal berbeda-beda, ada yang terjatuh, tenggelam, atau sakit. Sedangkan ketika setan diusir dari surga, dia bersumpah akan menggoda manusia,” kata KH. Abu Hanifah.

KH. Abu Hanifah mengungkapkan keprihatinannya atas dampak film tersebut.

Masyarakat diharapkan menghormati kenangan mendiang dengan penuh pertimbangan dan rasa hormat.

Mengingat keutamaan dan mendoakan orang yang meninggal lebih bermanfaat daripada terlibat dalam perdebatan yang tidak membawa manfaat apa pun.

“Film ini tidak boleh dibicarakan karena lebih berbahaya jika menemukan hal-hal buruk yang sebenarnya tidak ada. Kita perlu mengumumkan hal-hal baik tentang orang yang meninggal,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua JARI ’98 Willy Prakarsa menjelaskan pada dasarnya mengapresiasi artis-artis yang tampil di film Vina.

Namun, Willy mengingatkannya bahwa hal itu terjadi sudah lama sekali.

“Setelah observasi dan penilaian, 89 persen film tersebut adalah fiksi. Sekarang film ini sedang disorot media, saya dan teman-teman adalah aktivis apresiasi pekerja seni, tapi itu sudah lama terjadi dan sudah berakhir secara hukum. tidak boleh dikutip atau dibicarakan,” jelas Willy dalam perbincangan, Senin (8/5/2024).

Menurut Willy, membahas soal-soal yang sudah terselesaikan hanya membuang-buang tenaga, pikiran, dan waktu. Lewati sensor

Film ‘Vina: 7 Days Before’ sebelumnya sempat menjadi pusat perhatian.

Perdebatan publik mengenai film tersebut mulai dari kemunculan kembali kasus pembunuhan Vina Cirebon hingga munculnya adegan kekerasan terhadap perempuan.

Namun, film tersebut tergolong sensor oleh Lembaga Sensor Film (LSF).

Nasrullah, Ketua Komite I LSF kemudian membeberkan alasan penyerahan film Vina: Sebelum 7 Hari.

“Ada empat syarat agar sebuah film sukses, adegan dialog layak untuk remaja 17 tahun, jika menampilkan kekerasan dan pornografi secara proporsional,” kata Nasrullah dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta Selatan. .

Kemudian adegan film yang disutradarai Anggy Umbara itu dijaga dalam batas wajar. Harap dicatat bahwa film tersebut diberi rating 17 tahun ke atas.

Begitu pula dengan adegan pemerkosaan yang tidak mengandung unsur pornografi di lokasi syuting.

“Saat saya hendak memperkosanya, saya tidak melihat adegannya, tidak ada sehelai rambut pun di tubuh Eky dan Vina,” kata Nasrullah.

“Ini angle wajahnya Vina. Vina sebenarnya ditembak dari bawah. Kalau pornografi (kita tidak lihat), tapi orang lihat dia diperkosa, tapi di kepalanya,” imbuhnya.

Hal lain disampaikan Presiden LSF Rommy Fibry Hardiyanto. Dia memastikan setiap adegannya proporsional. Maka tidak ada alasan mengapa LSF tidak merilis Vina: Before 7 Days di bioskop 17+.

“Kalau film kelas ini ada adegan-adegannya yang di-rating untuk segala usia sehingga bisa ditonton oleh anak-anak, tentu jadi masalah,” kata Rommy.

“Tapi karena scene yang ada sebanding dengan yang sudah ada, itulah alasan ratingnya 17+,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *