TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ke depannya kami minta agar melakukan terobosan dalam penghentian impor gas LPG (LPG).
Berdasarkan data Badan Pengawas Persaingan Usaha Komersial (KPPU), subsidi gas pada tahun 2019 hingga tahun ini mencapai Rp 460 triliun.
Nilai impor LPG pada periode 2019-2023 mencapai Rp288 triliun, sedangkan total pasokan gas pada periode yang sama mencapai Rp373 triliun. Artinya, 77 persen pasokan LPG digunakan untuk mengimpor LPG.
Ekonom Pusat Reformasi Ekonomi Indonesia (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan subsidi energi yang besar, terutama LPG, akan menjadi beban bagi pemerintahan baru.
Menurutnya, pemerintahan Prabowo harus mengaktifkan sumber daya dalam negeri, seperti gas alam, yang produksinya masih sangat besar di Indonesia.
“Kami percaya bahwa upaya diversifikasi sumber energi akan menjadi hal yang penting untuk dilakukan oleh pemerintahan baru, terutama dalam upaya mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca dalam beberapa tahun ke depan dan juga dalam upaya pengurangan subsidi secara besar-besaran,” ungkapnya. Yusuf. kata dari Kontan, Kamis (4/9/2024).
Yusuf meyakini gas bumi akan memainkan peran strategis dalam memenuhi masa depan energi negara.
Selain berperan sebagai energi transisi menuju net zero emisi pada tahun 2060, gas alam juga merupakan sumber daya melimpah yang terdapat di Indonesia saat ini.
“Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan gas terbesar di dunia,” imbuhnya.
Salah satu aset strategis yang harus segera dioptimalkan oleh pemerintahan baru adalah perluasan jaringan gas bumi untuk rumah tangga (Jargas).
Dengan menggunakan jaringan gas publik, pemerintah dapat mengurangi besarnya subsidi yang diberikan kepada impor LPG.
Di sisi lain, optimalisasi gas bumi tidak hanya dapat dilakukan dengan memasang jaringan gas, tetapi juga dengan mendorong perusahaan publik seperti PLN untuk menggunakan tenaga gas sebagai sumber pembangkitan selain batu bara, lanjut Yusuf.
Dengan begitu, penggunaan gas oleh PLN dapat menjaga daya saing harga gas nasional dan mengurangi penggunaan batu bara yang dinilai kurang ramah lingkungan.
“Potensi gas alam yang begitu besar sayang sekali jika tidak dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan ekonomi yang dapat mendorong pertumbuhan, termasuk pengembangan industri dalam jangka menengah dan panjang,” imbuhnya.
Inisiatif ini sejalan dengan upaya Kementerian ESDM untuk meningkatkan penggunaan Jargas.
“Kita bisa memanfaatkan produksi gas dalam negeri sebagai pengganti LPG, serta mengurangi impor dan subsidi,” kata Direktur Teknik Migas dan Lingkungan Hidup Kementerian ESDM Noor Arifin Muhammad dalam keterangan resminya.
Ke depan, kami berharap sistem Jargas dapat ditingkatkan secara lebih luas dan memberikan dampak yang lebih besar, mengingat penggunaan gas bumi sejalan dengan peta jalan yang digagas pemerintah dalam transisi menuju energi ramah lingkungan.
Selama ini pelaksanaan pengembangan Jargas dilakukan melalui dana APBN dan Non-APBN (Sektor Komersial).
Hingga akhir tahun 2023, total jaringan gas yang dibangun mencapai 992 ribu Sambungan Rumah (SR) yang tersebar di 17 wilayah.
Managing Director ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan optimalisasi gas bumi sebagai solusi beban LPG negara perlu dilakukan. Apalagi konsumsi LPG oleh rumah tangga di Indonesia meningkat sebesar 200% dalam 10 tahun terakhir.
Dalam APBN 2024, proporsi subsidi LPG merupakan yang terbesar yakni 44,55% atau Rp83,27 triliun dari total subsidi energi senilai Rp186,90 triliun.
“Peningkatan alokasi LPG dimulai pada tahun 2006, seiring dengan peralihan dari minyak tanah ke LPG,” jelas Komaidi.
Saat itu LPG menjadi solusi karena beban subsidi minyak tanah terus meningkat hingga mencapai 50% dari total subsidi BBM pada tahun 2006.
Dibandingkan minyak tanah, penggunaan LPG dijamin membawa manfaat ekonomi, salah satunya memperbaiki kondisi perekonomian melalui penghematan anggaran kesejahteraan APBN, lanjutnya.
Namun, ketergantungan yang besar terhadap impor LPG memberikan tekanan langsung pada kondisi perekonomian dan stabilitas nilai tukar rupiah.
Konsumsi LPG dalam negeri meningkat secara signifikan dari 1,27 juta ton pada tahun 2007 menjadi 9 juta ton pada tahun 2023, sementara produksi LPG dalam negeri sendiri meningkat dari 1,40 juta ton pada tahun 2007 menjadi 1,98 juta ton per tahun.
“Konversi penggunaan LPG dengan meningkatkan penggunaan gas bumi dapat menjadi solusi atas sejumlah kendala penggunaan LPG di dalam negeri. “Dari aspek ekonomi, posisi keuangan negara atau APBN berpotensi membaik karena harga gas bumi untuk satuan yang sama lebih rendah dibandingkan harga LPG,” usulnya. (Yudho Winarto/Kontan)
Artikel ini pernah tayang di Uang dengan judul Pemerintahan Prabowo-Gibran Minta Penggunaan Gas Bumi Diperbanyak, Ini Alasannya