TRIBUNNEWS.COM – Setelah konflik bertahun-tahun, Partai Demokrat Thailand siap berdamai dengan Partai Pheu Thai yang dipimpin oleh Perdana Menteri baru Thailand Paetongtarn Shinawatra.
Tanda-tanda rekonsiliasi dua partai utama Thailand mulai menguat setelah terungkap Paetongtarn akan bergabung dengan Partai Demokrat di kabinet pemerintahan yang baru dibentuk.
Informasi tersebut dibenarkan oleh Pemimpin Partai Demokrat, Chalermchai Sri-on.
Dalam jumpa pers kepada wartawan, Kamis malam (29/8/2024), Chalermchai mengatakan dirinya dan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Dej-Is Haotong telah bergabung dengan kabinet Paetontarn untuk membacanya.
Sementara itu, Paetongtarn mengatakan pemerintah masih melakukan proses seleksi untuk menentukan calon menteri mana yang akan diangkat ke posisi kabinet.
Menurut Wakil Perdana Menteri Kerajaan Thailand saat itu Srettha Phumtham Vechaiai, pemilihan menteri diperkirakan akan selesai pada pertengahan September.
Menurut surat kabar lokal Thansettakij, Patong Tharn sendiri menunjuk Phumtham sebagai menteri pertahanan.
Sementara itu, Tansettakij juga memperkirakan akan banyak nama baru di kabinet, yakni sebanyak 36 posisi menteri.
Selain Pumtham, Pichai Nariptafan banyak diberitakan sebagai kandidat untuk jabatan Menteri Perdagangan, menurut laporan tersebut. Sejarah perseteruan antara Phu Thai dan Partai Demokrat
Keikutsertaan Partai Demokrat ditandai dengan banyaknya partai, karena 25 anggota partainya di DPR ikut menentukan jumlah suara DPR yang dibutuhkan Phu Thai untuk membentuk kabinet Paetongtarn.
Partai Demokrat kini memperoleh 40 suara dukungan dari anggota Partai Palang Pracharath, yang dikeluarkan dari partai negara bagian itu awal pekan ini.
Dengan tambahan suara Partai Demokrat, koalisi Paetongtarn mendapat dukungan 300 anggota dewan atau 60 persen dari jumlah anggota DPR saat ini.
Masuknya Partai Demokrat ke dalam kabinet Phou Thai milik klan Shinawatra juga menandai berakhirnya perseteruan politik sengit antara kedua partai.
Selama lebih dari dua dekade, Partai Demokrat menentang berbagai kebijakan Partai Pheu Thai yang dipimpin oleh ayah Paetongtarn, mantan Perdana Menteri Thailand Thaksin Shinawatra.
Selama perang, Thaksin banyak dituduh oleh Partai Demokrat melakukan kolonialisme, rasisme, dan korupsi di pemerintahannya.
Patongtarn sendiri menjadi Perdana Menteri Thailand pada 16 Agustus setelah Stretta Thaweesin dari Phou Thai menjabat.
Stretta mengundurkan diri kurang dari setahun setelah menjabat sebagai perdana menteri setelah pengadilan memutuskan dia melakukan pelanggaran etika dalam pembentukan kabinet.
(Tribunnews.com/Bobby)