TRIBUNNEWS.COM – Mantan komandan operasi militer Israel atas nama Israel, Ziv, memperingatkan bahaya besar yang menanti Israel jika negara Zionis berani menyerang kota Rafah di Jalur Gaza.
Israel telah berulang kali menekankan bahwa mereka akan melancarkan serangan besar-besaran terhadap Rafah.
Namun belum diketahui kapan penyerangan ke Rafah akan terjadi.
Rencana penyerangan tersebut ditolak keras oleh Amerika Serikat (AS) yang merupakan sahabat dekat Israel.
Dalam wawancara dengan media Israel bernama KAN, Ziv mengatakan Hamas telah menyiapkan strategi untuk melawan serangan ke Rafah.
“Kelompok militan Palestina telah menyiapkan strategi penyergapan terhadap Israel,” kutip Saba Ziv.
Ziv mengklaim operasi militer di Rafah akan jauh lebih berbahaya dibandingkan operasi Israel sebelumnya di Gaza.
“Masuknya [pasukan Israel] ke Rafah tidak akan menghentikan pertempuran di sana, dan bahaya operasi militer akan sangat tinggi, mengingat pertempuran di kota tersebut akan sangat sulit karena meningkatnya kehadiran pasukan Israel. juta warga sipil Palestina, hal ini berisiko menciptakan bencana kemanusiaan yang menjadi tanggung jawab Israel,” kata Ziv.
Selain itu, Ziv mengatakan besar kemungkinan warga Israel yang disandera Hamas tidak akan selamat jika pasukan Israel nekat menyerang Rafah.
“Waktu sangat penting bagi keselamatan para sandera,” kata Ziv kepada Channel 12.
Menurut Ziv, invasi Rafah tidak akan terjadi dalam waktu dekat karena bisa selesai dalam beberapa bulan.
Dengan demikian, warga negara Israel yang disandera mungkin akan berada dalam situasi yang lebih sulit.
Setidaknya 70 sandera dilaporkan tewas karena kekurangan obat-obatan, makanan dan air di Gaza.
Mereka juga menjadi korban serangan Israel.
Beberapa sandera dilaporkan saat ini ditahan di Rafah. Jika terjadi serangan di Rafah, para sandera mungkin akan mengalami nasib serupa.
“Serangan itu mungkin berakhir tanpa ada sandera yang masih hidup,” kata Ziv.
Ziv kemudian menyarankan pertukaran sandera. Ia juga menyebut pemerintah Israel telah melakukan kesalahan strategis.
Seorang pensiunan jenderal Israel bernama Yitzhak Prik juga mengemukakan risiko serangan terhadap Rafah.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant dan Kepala Staf IDF Hertzi Halevi bersikeras agar banyak pasukan memasuki Rafah, meskipun mereka tahu bahwa pasukan Israel yang memasuki Rafah tidak akan menjatuhkan kelompok pertempuran, dan itu akan menyebabkan koneksi. Israel ke seluruh dunia.”
“Jika tidak, akan sulit bagi Israel menemukan jalan yang tepat untuk mencapai situasi sulit ini,” kata Prick kepada Haaretz. Penarikan brigade dari Gaza
Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengumumkan penarikan Brigade Nahal dari Jalur Gaza.
Brigade Nahal ditarik untuk mempersiapkan permusuhan, termasuk serangan darat besar-besaran di Rafah yang nantinya akan dilancarkan Israel.
I24 News memberitakan, tim Nahal telah bekerja di koridor Netsarim selama tiga bulan terakhir.
Brigade tersebut dilaporkan memainkan peran penting di wilayah Beeri di Israel selatan menuju pantai Gaza. Nahal membantu kegiatan IDF di Gaza utara dan tengah.
Koridor Netzarim penting karena tidak hanya menjadi jalur bantuan kemanusiaan, tetapi juga sebagai pengatur akses bagi warga Palestina yang kembali ke Gaza utara.
Dalam arah ini, IDF telah mendirikan tiga pangkalan militer untuk memfasilitasi serangan di Gaza utara dan tengah.
Pasca kepergian Brigade Nahal, dua brigade cadangan mengambil alih tanggung jawab brigade tersebut, yaitu Brigade Lapis Baja ke-679 “Yiftah” dan Brigade Infanteri ke-2 “Carmeli” di Gaza tengah.
Penarikan brigade merupakan tahap transisi. Nahal merasa lega dan menjalani pelatihan militer atau “pemanasan” untuk mempersiapkan serangan Israel berikutnya.
Sementara itu, KAN menyebut militer Israel kini berencana menyerang Rafah dalam waktu dekat.
Selama operasi ofensif, ribuan orang di Rafah akan dievakuasi.
Seorang juru bicara pemerintah Israel mengatakan pekan lalu bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah menetapkan tanggal invasi ke Rafah.
(Berita Tribun/Februari)