Laporan reporter Tribunnews.com Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Kriminal Jakarta meyakini dan membenarkan keluarga mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menikmati hasil tindak pidana korupsi.
Keluarga Syahrul Yasin Limpo diduga diuntungkan dari hasil pemecatan beberapa pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) yang dilakukan SYL dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono dan Direktur Pertanian. Peralatan dan Mesin Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta.
Hal itu terlihat dari uraian fakta persidangan, aspek negatif dan aspek merendahkan yang dibacakan hakim dalam sidang putusan terdakwa Syahrul Yasin Limpo di Pengadilan Jakarta Juni, Kamis (7/11/2021). 2024).
Tak hanya SYL dan keluarganya saja yang menjadi terdakwa, hakim juga menyebut rekan-rekan SYL juga ikut diuntungkan dari keuntungan aksi korupsi keji tersebut.
“Terdakwa dan keluarganya serta rekan-rekan terdakwa menikmati buah kejahatan korupsi,” kata Ketua Hakim Rianto Adam Pontoh dalam aspek negatif putusan SYL dalam persidangan.
Panel juga menilai SYL selaku Menteri Pertanian tidak mendukung program pemerintah terhadap tindak pidana korupsi, fitnah, dan nepotisme (KKN).
Selain itu, SYL selaku Menteri Pertanian juga belum memberikan contoh yang baik sebagai pelayan masyarakat.
Hakim juga mengumumkan, guna mengurangi dugaan menerima tunjangan atau menerima uang dari keluarga.
SYL dan keluarganya mengembalikan sebagian uang dan harta benda hasil skandal korupsi tersebut.
“Terdakwa dan keluarganya telah mendapatkan kembali sebagian uang dan harta benda dari hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan terdakwa,” kata hakim.
Hakim juga mencoret alasan SYL dan tim kuasa hukumnya menghadiahkan mobil Toyota Innova kepada putri SYL bernama Indira Chunda Thita Syahrul, pelantikan Tenri Bilang Radisyah sebagai cucu SYL sebagai menteri kehormatan Kementerian Pertanian, untuk membayar. untuk perawatan kulit, harga parfum, pembelian cincin dan pembayaran biaya umroh.
Menurut hakim, keterangan tersebut sesuai dengan keterangan di persidangan.
Terbukti adanya kerjasama yang erat dan penuh pengertian antara tersangka Syahrul Yasin Limpo dengan terdakwa Kasdi, M. Hatta, Imam Mujahidin Fahmid [eks pekerja SYL], Panji Harjanto [eks asisten SYL] dalam eksekusi kasus korupsi tersebut. ‘, yaitu dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan menyalahgunakan kekuasaan, dan mendorong pejabat eselon 1 beserta jajarannya di bawahnya untuk mengumpulkan uang dan membayarkan uang untuk keperluan pribadi terdakwa Syahrul Yasin Limpo, keluarga terdakwa dan lain-lain. yang memerlukannya atas nasihat terdakwa menurut hukum, atau penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan terdakwa sebesar Rp14.147.144.786 dan 30 ribu dolar,” kata hakim.
Berdasarkan keterangan hakim, terdakwa SYL, terdakwa Kasdi, terdakwa M. Hatta, saksi Imam Mujahidin Fahmid dan saksi Panji Harjanto mengetahui dan ingin melakukan perbuatan tersebut dan masing-masing mengetahui bahwa yang dilakukannya adalah perbuatan tersebut. dilarang, tetapi “mereka terus melakukannya dan berbagi pekerjaan satu sama lain untuk menyelesaikan kejahatan tersebut”, kata hakim.
Dalam penjelasannya, majelis hakim mengkritisi pembelaan SYL dan pengacaranya atas banyaknya fakta yang ditemukan selama persidangan.
Salah satunya soal sumbangan mobil kepada Indira Chunda Thita Syahrul.
“Jika terdakwa tidak terima dengan letak mobilnya, sebaiknya meminta saksi Indira Chunda Thita untuk mengembalikan mobil tersebut ke Kementerian Pertanian karena tidak tepat,” kata hakim.
Kemudian, terkait gaji Tenri Bilang Radisyah sebagai pegawai honorer Kementerian Pertanian, hakim mengatakan SYL dengan menggunakan kewenangannya sebagai Menteri Pertanian memerintahkan keponakannya menjadi pegawai honorer yang dibayar Kementerian Pertanian tanpa harus pergi. prosedur yang tepat.
Bukan hanya soal bayaran yang diterima dari saksi Tenri Bilang Radisyah, tapi juga bagaimana terdakwa menggunakan kuasa dan wewenangnya sebagai menteri untuk merekomendasikan saksi Tenri Bilang Radisyah yang merupakan keponakannya menjadi pegawai honorer yang dibayar. oleh Kementerian Pertanian tanpa mengikuti prosedur yang diperlukan, karena “Bekerja sebagai pegawai honorer di Kementerian Pertanian bukan merupakan kegiatan akademik sebagaimana yang dikemukakan terdakwa,” tegas hakim.
Dalam persidangan, hakim juga menyebut ada beberapa laporan ke Komisi Penghapusan Hakim.
Inilah kepulangan kedua anak SYL, Indira Chunda Thita dan Kemal Redindo Syahrul Putra.
Hakim menyebut Kemal Redindo Syahrul mentransfer Rp253 juta ke rekening KPK pada 5 Juni 2024.
Sedangkan Indira Chunda Thita mentransfer Rp 293 juta ke rekening KPK pada 25 Juni 2024.
Uang Rp 253 juta yang disetorkan saksi Kemal Redindo Syahrul pada 5 Juni 2024 ke dana escrow KPK merupakan uang yang diterima dari keluarga terdakwa SYL dan berasal dari uang yang dikumpulkan oleh pejabat tinggi Kementerian Pertanian RI. “, kata hakim. . Tersangka kasus tudingan dan pujian Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, usai sidang di Pengadilan Perlindungan, Jakarta, Kamis (7/11/2024). Syahrul Yasin Limpo divonis 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta, ditambah 4 bulan penjara, serta terdakwa Muhammad Hatta dan Kasdi Subagyono divonis 4 tahun penjara. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Dalam konteks itu, hakim menilai Syahrul Yasin Limpo mengambil uang dari anak buahnya di Kementerian Pertanian dan mendapat nasihat terkait jabatannya.
Hakim memvonis Syahrul Yasin Limpo 10 tahun penjara dan denda Rp300 juta, serta empat bulan penjara.
Selain itu, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada SYL berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 14,1 miliar dan 30 dollar AS, serta dua tahun penjara.
“Terdakwa Syahrul Yasin Limpo divonis 10 tahun penjara dan denda R300 juta serta empat bulan kurungan,” kata Hakim Rianto Adam Pontoh saat membacakan putusan.
Menurut majelis hakim, secara hukum SYL terbukti bersalah melakukan kolusi dan korupsi seperti yang semula didakwakan jaksa.
Pekerjaan ini dikerjakan bersama Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta.
Perbuatan SYL dinilai Majelis Hakim melanggar Pasal 12 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Kekerasan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 Tahun 2001 dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP ( KUHP) juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Keputusan tersebut tidak memenuhi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Jaksa sebelumnya meminta agar SYL divonis 12 tahun penjara dan denda Rp500 juta serta uang pengganti Rp44,7 miliar.
Selain SYL, hakim juga memvonis Kasdi dan Hatta.
Keduanya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 12 dan Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Kasdi Subagyono divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta, serta dua bulan kurungan.
Sebelumnya, Kasdi Subagyono divonis enam tahun penjara.
Kasdi juga didenda Rp 250 juta dan divonis tiga bulan penjara.
Sedangkan Muhammad Hatta divonis empat tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Hatta sebelumnya divonis enam tahun penjara.
Hatta juga harus membayar denda Rp250 juta dan tiga bulan penjara.