TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Forum Penyelamatan Demokrasi dan Reformasi (FPDR) Marsekal TNI (Foren) Agus Supriata mengecam keras DPR RI yang menghalangi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XII / 2024 dan Nomor 70/PUU-XII/2024 tanggal 20 Agustus 2024 tentang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).
“Kami mengecam keras keputusan badan legislatif DPR (Baleg) yang membatalkan atau menghalangi dua putusan Mahkamah Konstitusi yang mencerminkan kedaulatan rakyat,” kata Agus Sopriata di Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Diketahui, Keputusan MK 60/2024 melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah pada Pilkada 2024, dari minimal 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara halal dari hasil akhir pemilu di daerah, menjadi hanya 6,5 persen hingga 10 persen suara sesuai jumlah pemilih di daerah masing-masing.
Keputusan ini akan melahirkan banyak calon sehingga masyarakat punya banyak pilihan, dan tentunya lebih demokratis, kata Agus Supriata yang juga mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) 2015-2017.
Sementara itu, putusan MK 70/2024 mengubah syarat usia minimal calon daerah, yakni 30 tahun bagi calon gubernur/wakil gubernur, dan 25 tahun bagi calon putra mahkota/wakil putra mahkota dan calon wali kota/wakil wali kota. dihitung pada saat itu. sumpah calon terpilih, sampai calon ditetapkan.
Usia minimal cagub/cawagub adalah 30 tahun, dan cabub/cawabup/cawali/cawawali adalah 25 tahun yang dihitung pada saat pelantikan calon terpilih, juga berdasarkan Putusan Mahkamah Agung (MA) no. 23P /HUM/2024 tanggal 29 Mei 2024.
Keputusan MA disebut-sebut bertujuan agar Kasang Pangarp, putra bungsu Presiden Jokowi, bisa mencalonkan diri pada Pilkada 2024.
Diketahui, Kasang baru akan menginjak usia 30 tahun pada 25 Desember 2024. Sedangkan pendaftaran bakal calon Pilkada 2024 akan dibuka pada 27 Agustus 2024, dan pemungutan suara akan digelar pada 27 November 2024.
Putusan MK 60/2024 dibatalkan Dr Belg melalui putusannya dalam rapat yang digelar Rabu (21/8/2024) yang berlangsung dalam waktu sangat singkat, hanya 7 jam.
Belg memutuskan ambang batas pencalonan pimpinan daerah sebesar 6,5% hingga 10% hanya berlaku bagi partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD, sedangkan bagi partai politik yang memiliki kursi di DPRD tetap 20% kursi atau 25% dari suara sah di DPRD. wilayah tersebut akibat pemilu tahun 2024.
“Keputusan ini tetap memperbesar peluang calon menghadapi kotak kosong. Itu adalah siasat DPR untuk melanggengkan politik oligarki dan dinasti,” keluh Agus.
Belg pun memutuskan untuk tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi 70/2024, melainkan mematuhi putusan Mahkamah Agung no. 23P Tahun 2024, maka syarat usia minimal cagub/cawagub adalah 30 tahun dan bagi cabub/cawabup dan cawali/cawawali adalah 25 tahun yang dihitung pada saat pelantikan calon terpilih. Artinya, Kasang Pangarp yang berusia di bawah 30 tahun bisa mencalonkan diri sebagai gubernur. “Ini jelas melanggar demokrasi DPR,” kata Agus.
Menurut Agus, sebaiknya kedua putusan MK tersebut segera berlaku atau saat ini juga, karena putusan MK tersebut bersifat “final dan mengikat”, sehingga DPR tidak perlu menghindarinya dengan melakukan perubahan terhadap UU tersebut. undang-undang pilkada yang justru dibatalkannya. Atau menghalangi dua putusan Mahkamah Konstitusi yang sangat demokratis dan reformis.
Selain itu, kata Agus, putusan MK yang akan segera berlaku juga sudah ada putusannya, serupa dengan putusan no. 90/PUU-XI/2023 tanggal 16 September 2023 memberikan karpet merah bagi Gibran Recboming Raka, putra sulung Jokowi, untuk mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden pada Pilpres 2024.
Ia kemudian merujuk pada amanat Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, di mana tugas dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah memberikan keadilan pada tingkat pertama dan terakhir dalam putusan akhir atas kritik undang-undang terhadap UUD. .
Agus juga menyebutkan bahwa di dalam undang-undang terdapat asas “lex posterior derogat legi priori”, yaitu asas penafsiran hukum yang menyatakan bahwa undang-undang yang terbaru (lex posterior) menang atas undang-undang yang lama (lex priori). Prinsip ini hendaknya dijadikan acuan Baleg DPR, usulnya.
Maka, Agus menegaskan, yang seharusnya dimuat dalam Baleg DPR adalah Putusan MK No. 70 Tahun 2024 yang dibacakan Majelis Hakim MK pada 20 Agustus 2024 dan mengungguli putusan MA Nomor 29 Mei 2024, bukan sebaliknya.
Agus mengajak pemilih untuk menolak upaya curang yang dilakukan DPRD dengan tidak memilih calon yang diajukan oligarki pada Pilkada 2024. “Padahal, lebih baik memilih kotak kosong seperti pada Pilkada Makassar 2018 yang mana pemilu kotak kosong malah menang,” ucapnya.