TRIBUNNEWS.COM – Mantan Perdana Menteri Israel Ehud Barak mengklaim Israel saat ini belum mendekati kemenangan, namun sebenarnya hampir kalah di Jalur Gaza.
Berdasarkan pemberitaan media Israel, Barak mengakui posisi Israel di Gaza kini tidak stabil.
Dia mengatakan bahwa Israel tidak memiliki strategi dan rencana yang jelas mengenai tindakan yang akan diambilnya.
Menurut Barak, tidak ada manfaatnya bagi Israel jika terus menduduki Gaza selama beberapa tahun.
“Kenyataannya buruk. Israel tidak menang pada tanggal 7 Oktober dan belum memenangkan perang saat ini. Faktanya, kita lebih dekat dengan kekalahan daripada kemenangan,” kata Barak dalam wawancara dengan Israel Hayom.
Dia menyebut Israel hanya “sebuah langkah menuju kekalahan, bukan kemenangan mutlak.”
Barak menekankan pentingnya kerja sama Israel dengan Amerika Serikat (AS) dan negara lain untuk menghindari kekalahan.
Ia juga mengkritik Perdana Menteri Israel Netanyahu yang sejauh ini menolak gencatan senjata.
Seperti dikutip Press TV, Barak menilai Netanyahu adalah “pemain gila” yang membahayakan nyawa warga Israel yang ditahan Hamas di Gaza.
Selain itu, ia mengkritik keputusan Netanyahu yang tetap menempatkan pasukan Israel di Koridor Philadelphia, di perbatasan Mesir dan Gaza.
Barak menilai keputusan Netanyahu tidak berkorelasi dengan kenyataan di lapangan.
Netanyahu telah mendorong agar pasukan Israel ditempatkan di Koridor Philadelphia untuk mencegah penyelundupan senjata ke Gaza.
Namun negara-negara Arab membantah dugaan penyelundupan tersebut.
Mantan Perdana Menteri Israel ini juga menyoroti pentingnya mencegah perang di perbatasan Israel-Lebanon.
Sejak perang di Gaza dimulai, Israel dan kelompok Hizbullah mulai saling menyerang di seberang perbatasan hampir setiap hari.
Barak percaya bahwa perang apa pun tidak akan menghasilkan hasil yang lebih baik daripada yang dicapai melalui penyelesaian melalui negosiasi.
Selain itu, ia meminta Israel untuk melaksanakan perjanjian pertukaran sandera dan mengakhiri perang di Gaza.
Menurutnya, deeskalasi situasi di Gaza melalui pertukaran sandera dapat menyebabkan deeskalasi atau pengurangan ketegangan di wilayah utara Israel. Israel mungkin akan hancur jika perang terus berlanjut
Sementara itu, pensiunan jenderal Israel bernama Yizhak Brik mengatakan pasukan Israel akan hancur jika terus melawan Hamas di Jalur Gaza.
Hal itu diberitakan Brik dalam kolom opini di salah satu media utama Israel Haaretz pada Selasa (3/9/2024).
Brik awalnya mengkritik pandangan beberapa orang yang menyebut penarikan pasukan Israel dari Gaza pasca perjanjian gencatan senjata merupakan sebuah kekalahan.
Brick mengatakan pandangan itu didukung oleh para pejabat militer dan politisi yang menginginkan perang di Gaza terus berlanjut.
Menurut Brick, orang-orang tersebut justru akan memimpin tentara Israel untuk mengalahkan dan berujung pada kejatuhan Israel.
“Tujuan perang, yaitu untuk menghancurkan Hamas dan membebaskan seluruh sandera melalui tekanan militer, tidak tercapai,” kata Brick.
“Jika kita terus berperang di Gaza, menyerang dan menyerang kembali sasaran yang sama, bukan hanya kita tidak akan mampu menghancurkan Hamas, namun kita juga akan menghancurkan diri kita sendiri.”
Brick pesimis. Ia yakin Pasukan Pertahanan Israel (IDF) tidak akan bisa melakukan invasi berulang kali dalam waktu dekat.
Menurutnya, hal ini karena IDF semakin hari semakin lemah. Jumlah korban tewas dan luka-luka di kalangan prajurit IDF juga meningkat.
“Sebaliknya, Hamas merekrut agen berusia 17 dan 18 tahun.”
Brik juga menyebutkan prajurit dari cadangan IDF, yang kembali menolak dinas militer.
“Perekrutan kelelahan dan kehilangan keterampilan profesional karena kurangnya pelatihan, dan beberapa di antaranya keluar sebelum menyelesaikan pelatihan,” katanya.
Dia mengatakan perekonomian Israel dan hubungan internasional telah sangat terpengaruh oleh perang melawan Hamas dan Hizbullah.
Menurut Brick, perang di medan perang utara dan selatan akan terus berlanjut selama militer Israel masih berada di Gaza.
“Kebutuhan untuk mengumpulkan pasukan di front lain, di Lebanon atau Tepi Barat, juga akan memaksa pasukan keluar dari Gaza dan mengirim mereka ke tempat-tempat aksi yang berbeda.”
Hal ini karena IDF tidak mempunyai pasukan yang cukup untuk berperang di banyak lini.
Dia mengatakan akan tiba saatnya IDF tidak lagi bisa berada di Gaza karena Hamas akan memiliki kendali penuh atas tanah Palestina.
Baik di terowongan bawah tanah yang membentang ratusan kilometer, maupun di atas tanah, ujarnya.
Menurut mantan jenderal tersebut, jumlah terowongan yang dihancurkan IDF hanya sebagian kecil dari seluruh terowongan.
Hal yang sama berlaku untuk terowongan di bawah koridor Philadelphia dan Netzarim. Hamas menggunakan keduanya untuk mendistribusikan senjata dari Sinai ke Gaza utara dan selatan.
Dalam situasi seperti itu, kata Brick, pasukan Israel tidak akan mampu mengalahkan dan menghancurkan Hamas.
(Trunnews/Februari)