Reporter Tribunnews.com Namira Unia melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, BERLIN – Perekonomian Jerman semakin terpuruk dengan berbagai indikator terus menunjukkan penurunan sehingga mengancam akan mendorong negara tersebut ke zona resesi.
Pernyataan ini disampaikan oleh ING, salah satu bank terbesar di Eropa. Dalam pernyataan resmi yang dikutip Fortune, ING memperingatkan bahwa perekonomian terbesar di Eropa ini akan mengalami stagnasi dalam beberapa bulan ke depan, sehingga menambah permasalahan struktural mendasar yang melanda Jerman.
Peringatan ini muncul setelah indeks iklim bisnis Ifo pada bulan September, yang mencakup sektor manufaktur, jasa, perdagangan dan konstruksi, turun tajam menjadi 85,4 dari 86,6 pada bulan Agustus, penurunan bulanan kelima berturut-turut
Perekonomian Jerman yang lesu telah membuat kepala penelitian makro global ING, Carsten Brzeski, menyebut Jerman sebagai negara dengan pertumbuhan paling lambat di zona euro, dengan sedikit tanda perbaikan dalam waktu dekat.
“Perekonomian Jerman kembali seperti tahun lalu, mengalami tanda-tanda hampir pulih dengan pertumbuhan ekonomi yang moderat,” jelas Brzeski.
Senada dengan ING, bank sentral Jerman, Bundesbank, memperkirakan perekonomian negaranya akan menghadapi resesi di tengah berbagai tantangan yang masih mendera negara tersebut.
Bundesbank mengatakan pelemahan ekonomi akan terus berlanjut karena rendahnya belanja diskresi, pembatasan investasi dan kondisi cuaca buruk. Alasannya adalah boikot terhadap minyak Rusia
Para analis mengaitkan dampak krisis energi terhadap negara tersebut dengan buruknya kinerja perekonomian Jerman. Setelah konflik di Ukraina dimulai, berbagai negara Barat menjatuhkan serangkaian sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Hal ini termasuk boikot minyak mentah yang menyebabkan blok tersebut kehilangan akses terhadap energi murah dari Moskow. Kebijakan ini awalnya diterapkan untuk menghukum perekonomian Rusia.
Namun lambat laun, hal ini berdampak buruk pada perekonomian industri Jerman, dimana beberapa perusahaan di Jerman mulai mengeluhkan biaya produksi yang lebih tinggi akibat kenaikan biaya produksi akibat krisis energi.
Selain boikot minyak Rusia, menurunnya permintaan dari Tiongkok, salah satu mitra dagang terbesar Jerman, telah menyebabkan perlambatan berkepanjangan di sektor manufaktur Jerman.
Jerman, yang terkenal dengan basis industrinya yang kuat, khususnya di sektor manufaktur dan otomotif, kini merasakan beban terberat dari perlambatan global setelah Tiongkok mengurangi permintaan ekspor mobil dari pabrik-pabrik Jerman.
Horst Schneider, kepala riset otomotif Eropa di Bank of America, meragukan mobil listrik Jerman akan kesulitan bersaing karena harga yang lebih tinggi. Sedangkan China berhasil membuat mobil listrik dengan harga yang sangat terjangkau.
Ketegangan perdagangan ini memperburuk keadaan pasar mobil Jerman, menciptakan “lingkaran setan” di mana masalah struktural dan depresi melumpuhkan perekonomian negara.