TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (3/6/2024) menghadirkan mantan juru bicaranya Fabri Diancia sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Pidana Korupsi (Tipikor). Pusat Pengadilan Negeri Batavia.
Febry hakim dalam kasus korupsi mantan Menteri Pertanian (Mentan) Siyahrul Yasmin Limpo (SYL).
Dalam kasus ini, Fabri SYL diketahui merupakan pengacara dalam penyidikan dan penyidikan di KPK. Dia adalah anggota Kantor Hukum Visi.
Selain Fabri, JPU KPK menghadirkan tiga orang saksi lagi di persidangan hari ini (3/6/2024).
Tiga di antaranya merupakan subjek SYL saat berada di Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian Sugiyanto dari Karumga Rum, staf TU direktorat Alat dan Mesin Pertanian, Yusgi Seviahasna.
Semua saksi dipanggil satu per satu dalam persidangan.
Juri kemudian segera memverifikasi identitas dan hubungan mereka dengan para terdakwa sebelum mengangkat mereka sebagai saksi.
– Apakah kamu tahu pelakunya? tanya Ketua Hakim Ryanto Adam Pontoh kepada para saksi.
Para saksi menjawab kehormatan Anda.
– Kedekatan?
“Tidak ada, sayangku.”
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus tersebut sebelumnya mendakwa SYL menerima Rp 44,5 miliar.
Total penerimaan SYL adalah dari tahun 2020 hingga 2023.
Jaksa KPK Masmudi mengatakan di persidangan, Rabu, “total uang yang diperoleh terdakwa melalui pemaksaan selama menjabat Menteri Pertanian RI adalah 44.546.079.044”. 2024) di Pengadilan Tipikor Daerah Batavia Pusat.
Pasokan tersebut dibawa oleh SYL dan disampaikan oleh pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, SYL tidak sendirian dalam kegiatannya, melainkan didukung oleh Direktur Alat dan Mesin Kementerian Pertanian Mohamed Hatta dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagion. Bersalah.
Selain itu, uang yang dikumpulkan Cassidy dan Khatta digunakan untuk keperluan pribadi SYL dan keluarganya.
Menurut dakwaan, uang yang dibawa paling banyak digunakan untuk kegiatan keagamaan, kegiatan pelayanan, dan belanja lain-lain yang tidak termasuk dalam proyek yang berjalan, yaitu sebesar 16,6 miliar.
“Uang apa yang kemudian digunakan atas perintah dan perintah,” kata jaksa.
Mereka dijerat dengan pidana pertama: Pasal 12 huruf e dibacakan pasal ke-18 UU Tipikor dengan Pasal 55 ayat (1) ayat (1) Pasal 64 ayat (1) KUHP. KUHP.
Menurut pidananya: Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP juncto Pasal 12(f) Pasal 18. UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 64(1) KUHP.
Tindak pidana ketiga: Pasal 12 UU Pemberantasan Korupsi juncto Art. 18. KUHP Pasal 55 Ayat 1 dan Pasal 64 Ayat 1 KUHP.