Psikolog Beberkan Kondisi 5 Santriwati Korban Pelecehan di Kabupaten Bekasi, Jalani Trauma Healing

Wartawan Laporan Tribun Bekasi Muhammad 

TRIBUNNEWS.COM.COM, BEKASI – Psikolog mendampingi santri korban pencabulan di salah satu Pondok Pesantren (Ponpes) di Kecamatan Karangapi, Kabupaten Bekasim, Jawa Barat.

Dukungan psikologis diberikan kepada korban pelecehan siswa untuk membantu mereka mengatasi trauma yang mereka alami dan mendapatkan kembali kepercayaan diri mereka.

Fahrul Fauzi, Kepala Departemen Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Wilayah Bekasi, mengatakan, lima korban mengalami trauma berat dan ada pula yang mengalami trauma ringan.

Korban terbanyak merupakan warga sekitar Universitas Islam atau tempat korban belajar mengaji, yakni Desa Karangmukti dan Karangsatu, kata Fahrul, Selasa (10 Agustus 2024).

Untuk memberikan dukungan psikologis, UPTD DP3A Kabupaten Bekasi telah menurunkan tim ahli psikolog klinis dan psikolog konseling. Tim ini dibagi menjadi dua tim, satu psikolog profesional dan lima psikolog pekerja sosial atau konseling.

“Kami memiliki tim yang terdiri dari satu orang spesialis dan lima orang pendamping, jadi seluruh tim adalah satu orang koordinator ahli UI bersama lima orang konsultan dari UPTD DP3A,” kata Fahrul.

Fahrul mengatakan, selain dukungan psikologis, dukungan hukum juga akan diberikan kepada korban yang akan mendapat dukungan hukum saat proses dilakukan oleh Kejaksaan.

Parul menjelaskan, para korban mendapat perlakuan tidak senonoh yang dilakukan pelakunya pada tahun 2021 hingga 2022.

Lanjutnya, “Rencananya kami akan serahkan hasilnya ke polisi untuk memperkuat alat bukti. Selain pengakuan korban dan autopsi, UU TPKS juga menghadirkan pendapat ahli seperti psikolog klinis, psikiater, dan psikiater sebagai alat bukti.” dikatakan. katanya

Jumlah korban pencabulan terhadap santri di salah satu Pondok Pesantren (Ponfeth) di kawasan Karanghafi, wilayah Bekasi terus meningkat.

Kasus tersangka S (52 tahun) dan putranya MHS (29 tahun), awalnya korbannya tiga orang, kini menjadi lima.

Kapolres Bekasi mengatakan, “Iya, korbannya terus bertambah. Sehari setelah kedua pelaku ditangkap, ada korban baru yang mengaku, dan kemarin juga ada pengaduan korban.” Inspektur Reserse Kriminal Sang Ngurah Wiratama diperkirakan akan dikonfirmasi pada Sabtu (10 Mei 2024).

Wiratama menjelaskan, pengungkapan ini merupakan hasil penyelidikan menyeluruh dan penyembuhan trauma korban.

Korban keempat merupakan warga Karawang.

Ketika dia berusia 13 tahun, dia mengalami pelecehan seksual selama hampir dua tahun.

Korban lainnya memanggil tersangka MHS ke dalam ruangan dan bersikap tidak senonoh terhadapnya karena belum mahir mengaji.

Saat itu korban diganggu namun berhasil melawan.

“MHS memanggil korban ke kamarnya karena korban belum mahir mengaji,” ujarnya. “Jadi kami panggil dia ke kamar dan ngobrol sampai terjadi pelecehan.”

Berdasarkan keterangan korban, dugaan kejadian pelecehan seksual yang dilakukan tersangka MHS hanya terjadi satu kali.

Sebab, korban langsung berhenti membaca Alquran setelah kejadian tersebut terjadi.

Lanjutnya, “Kami mengunjungi orang yang terlibat (korban) yang sudah pulih dari traumanya dan juga melakukan pemeriksaan di rumahnya.”

Saat ini, polisi telah memeriksa 10 orang saksi untuk mengungkap dugaan pelecehan seksual yang dilakukan guru tersebut.

Dari hasil pemeriksaan, kedua tersangka mengaku baru mengetahui adanya pencabulan terhadap kedua siswa di sekolahnya baru-baru ini.

Keduanya melakukan perbuatan bejat tersebut karena adanya kesempatan.

“Jadi kita tanya ke mereka, tapi mereka tidak tahu, dan baru tahu setelah kecelakaan itu. Oh, ternyata ayah dan anak itu juga melakukan hal yang sama, kira-kira seperti itu,” ujarnya.

Wira mengatakan, sebelum tempat pengajian berfasilitas seperti pesantren itu dibangun, tersangka S sudah berkeliling dari rumah ke rumah untuk mengajar mengaji sejak tahun 2020.

Dan ada orang yang meminta saya untuk mengaji di rumah, dan seiring berjalannya waktu, jumlahnya pun banyak.

Dia melanjutkan, “Mereka terus tinggal dalam waktu yang lama dan rumah penjahat menjadi tempat untuk bertindak.”

Kelima korban tidak takut untuk kembali belajar agama di tempat lain karena mereka sedang dalam proses penyembuhan trauma yang mereka alami. Sementara lokasi penelitian tersangka masih ditutup.

Kami masih menutup area asap dan masih dalam penjagaan polisi.

Polisi masih memantau lokasi.

Berdasarkan kejadian tersebut, Polres Bekasi melancarkan upaya peningkatan kesadaran terhadap tempat-tempat yang menjadi tempat berlangsungnya kegiatan keagamaan.

Tujuannya, agar kejadian serupa tidak terulang kembali di tempat lain, jelasnya. (Mars)

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul: Remaja putri korban perundungan di Pondok Pesantren Bekasi sebagian besar mengalami trauma berat sehingga perlu didampingi psikolog.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *