Gen Z, Rentan Stres Tapi Paling Peduli Pada Kesehatan Mental, Apa Solusinya?

Laporan reporter Tribunnews.com Fahdi Fahlavi 

Tribune News.com, Jakarta – Beberapa penelitian menunjukkan bahwa Gen Z merupakan kelompok yang rentan mengalami stres. 

Ada banyak faktor risiko yang berkontribusi terhadap kondisi ini dan bisa disebabkan oleh masalah belajar atau faktor sosialnya.

Namun di sisi lain, Gen Z juga disebut-sebut sebagai generasi yang sangat peduli terhadap masalah kesehatan mental. Banyak orang berbicara tentang kehidupan yang seimbang.

Meskipun demikian, tidak ada seorang pun yang kebal terhadap stres pada tingkat tertentu. Tinggal bagaimana cara mengelolanya. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan melatih perhatian.

Seorang ahli dari Amerika, Dr. Ashina Baez mengungkapkan bahwa praktik mindfulness dapat membantu Gen Z proaktif dalam mengelola stres. Hal ini juga dapat digunakan sebagai tindakan pencegahan.

Dalam konteks sekolah, metode ini dapat diterapkan untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam proses belajar mengajar.  Pakar mindfulness asal Amerika, Dr. Ashina Baez, Pembimbing Global School of Seville, Alva Paramita, Kepala Sekolah Global School of Seville Pulomas, Purborini Sulistio. (spesial)

“Mindfulness dapat membantu mengelola stres sehingga mereka menjadi lebih kuat dan meningkatkan kemampuan mereka untuk belajar,” kata Dr. Ashina dalam rangka perayaan Mindfulness Day yang diselenggarakan Sevilla Pulomas Global School di Jakarta pada Senin (7/10/2024).

Menurutnya, semua orang, termasuk mahasiswa, pasti paham ketika merasakan emosi dan stres. 

Hal pertama dan terbaik yang harus dilakukan ketika Anda mengalami kondisi ini adalah membuangnya. Cara paling efektif adalah dengan menciptakan teladan positif bagi diri Anda sendiri.

“Berbicara dan berpikir positif tentang diri sendiri dapat membantu mereka mengelola emosi saat menghadapi stres,” ujarnya. 

Selain itu, penting untuk menjadikan orang lain sebagai pilar untuk menghilangkan perasaan atau stres, misalnya berbicara dengan guru atau orang tua.

“Jadi idealnya semua orang bisa menjadi pilar pendukung, dan mereka butuh dukungan,” kata dr. Ashina.

Konsep dan metode halus hendaknya diterapkan tidak hanya di lingkungan sekolah, namun juga di lingkungan keluarga. 

Cara paling sederhana namun efektif adalah dengan menciptakan komunikasi yang baik antara anak dan orang tua.

Tentu saja hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para orang tua di tengah berbagai aktivitas dan kesibukannya. 

“Bagaimana mereka memaksimalkan waktu bersama anak-anaknya agar bisa melihat dan mendengar anak-anaknya,” ujarnya.

Alva Paramita, penasihat Global School of Seville, juga setuju. Ia mendorong orang tua siswa untuk bekerjasama dengan pihak sekolah. 

Menurutnya, konsep mindfulness yang diterapkan di sekolah sebaiknya terus diterapkan di rumah.

Makanya kami mengajak tidak hanya anak-anak tapi juga orang tua untuk berlatih parang, ujarnya.

Artinya, kami juga mengajak para orang tua untuk berperan aktif dalam menjaga kesehatan mental anak dalam tumbuh kembangnya, lanjut Alva.

Sementara itu, Purborini Sulistio, kepala sekolah Pulomas Global School di Seville, mengatakan pihaknya menyelenggarakan “hari mindfulness” sebagai bagian dari perayaan ulang tahun sekolah tersebut yang ke-22. 

Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen sekolah dalam mendukung kesehatan mental dan perkembangan emosional melalui praktik mindful. 

Ini mengundang siswa, orang tua dan staf untuk terlibat dalam berbagai sesi mindfulness yang bertujuan untuk meningkatkan fokus, kesadaran emosional dan hubungan di antara para peserta.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *