TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Berulangnya kasus kekerasan di Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) menimbulkan kekhawatiran banyak pihak.
Audit umum juga dinilai perlu dilakukan untuk memastikan kesesuaiannya sebagai lembaga pendidikan di kampus milik Kementerian Perhubungan.
“Meninggalnya mahasiswa STIP Jakarta Putu Satria Ananta akibat kekerasan di lingkungan pendidikan tentu menjadi keprihatinan yang mendalam bagi kita semua. Apalagi kasus ini bukan kasus pertama yang terjadi di lingkungan STIP.” Oleh karena itu kami mohon agar dapat dilakukan audit secara menyeluruh. dilakukan agar ada solusi agar kasus kekerasan ini tidak terulang kembali,” kata Komisi X DPR RI, Syaiful Huda, kata Ketua, Jumat (10/9/2024).
Dijelaskannya, audit STIP secara umum dapat mencakup audit sistem dan audit kinerja.
Audit sistem untuk mengetahui apakah kebijakan pendidikan STIP benar-benar mengedepankan budaya kekerasan, sedangkan audit kinerja untuk mengetahui apakah penyelenggara pendidikan menciptakan fenomena kekerasan di kampus.
“Audit terhadap sistem dan kinerja STIP Jakarta ini dapat dilakukan secara lintas sektoral, dengan para ahli dari kalangan akademisi dan unsur masyarakat sipil mengambil kesimpulan yang obyektif,” ujarnya.
Huda mengingatkan, di lingkungan STIP Jakarta, kekerasan sudah menjadi budaya yang sulit diberantas.
Misalnya, sejak tahun 2008, 4 orang taruna STIP tewas akibat kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya.
Selain itu, dua taruna tercatat mengalami gegar otak dan luka fisik lainnya akibat kasus tersebut.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya dilakukan audit untuk memastikan budaya kekerasan ini tidak terulang kembali, ujarnya.
Kekerasan di sekolah dinas milik Kementerian Perhubungan, lanjut Huda, jelas tidak hanya terjadi di STIP Jakarta.
Misalnya pada Februari 2023, seorang taruna Politeknik Perkapalan Surabaya juga meninggal dunia akibat kekerasan di kelas lamanya.
“Saat diinterogasi para pelaku mengungkapkan bahwa apa yang mereka lakukan tidak lebih dari perlakuan yang mereka terima dari kakak-kakaknya. Jadi perpeloncoan sepertinya sudah menjadi tradisi di sekolah-sekolah milik resmi Kementerian Perhubungan. Ironisnya, perpeloncoan ini berujung pada kekerasan fisik. , mengakibatkan siswa terluka dan terbunuh,” ujarnya.
Politisi PKB ini mengatakan, saat ini telah keluar Peraturan Pemerintah (PP) 57/2022 terkait pendidikan tinggi formal.
Dalam beleid tersebut, sekolah dinas bisa saja dibubarkan atau pengelolaannya dialihkan ke kementerian lain jika hasil evaluasi menunjukkan adanya hal-hal yang merugikan siswa.
“Makanya kami minta dilakukan audit secara umum untuk memastikan kecukupan Kementerian Perhubungan dalam pengelolaan dan pengelolaan lembaga pendidikan. Kalau tidak bisa kenapa tidak, misalnya saja mengalihkan pengelolaannya ke Kementerian Pendidikan. Kebudayaan, Riset dan Teknologi. “Jadi pengelolaan pendidikan di Indonesia hanya satu pintu,” ujarnya