TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Perusahaan media Wavemaker mengungkap alasan mengapa pengeluaran perusahaan periklanan di jejaring sosial atau penerbit semakin berkurang dari tahun ke tahun.
CEO Wavemaker Amir Suherlan menjelaskan, berdasarkan data saat ini, beban iklan perseroan sebenarnya tidak mengalami penurunan, namun porsi beban iklan yang masuk ke periklanan justru menurun.
“Data kami, mengingat tren belanja media, masih bagus. Perkiraannya sekitar Rp 75 triliun pada tahun 2025, naik dari perkiraan tahun ini sekitar Rp 71,5 triliun,” kata Amir pada tahun 2024. Di Indonesia Digital Conference (IDC), Santika. Premiere Hotel, Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Dari total belanja media, kata Amin, hanya sekitar 20 persen anggarannya yang disalurkan ke penerbit.
“Kemana perginya biaya iklan yang besar? Ternyata sebagian besar ke platform digital,” ujarnya.
Head of Marketing PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Roma Simanjuntak menjelaskan beberapa alasan mengapa perusahaan memberikan uang iklan lebih sedikit kepada penerbit dibandingkan platform.
Salah satu alasannya adalah efektivitas belanja iklan terhadap tujuan perusahaan.
Menurut Roma, pengiklan membutuhkan data audiens yang akan melihat iklannya.
Namun hingga saat ini banyak penerbit yang masih memberikan data terbatas mengenai siapa dan apa pembacanya.
“Data ini benar-benar emas murni bagi kami para pengiklan,” ujarnya.
Sementara itu, pada platform media sosial, pengiklan dapat menempatkan iklan pada khalayak tertentu sesuai kebijakan pengiklan.
Di sisi lain, platform ini menawarkan tarif iklan yang murah. Roma mengatakan, untuk sekedar awareness saja, platformnya hanya mengenakan biaya Rp 50.
Sedangkan jika mendaftar atau mendownload aplikasi yang diusulkan, biayanya hanya 70 ribu dram. Sedangkan penerbit mematok harga lebih mahal.
Untuk itu, tambah Roma, sebaiknya penerbit mengubah harga iklannya. Misalnya, rata-rata penerbit menempatkan tingkat iklan tertinggi di “Halaman Beranda”.
Tentu saja, pengiklan mengetahui bahwa tidak semua pengunjung situs web penerbit mengunjungi halaman yang sama.
Pengiklan harus memilih halaman yang relevan dengan audiens target mereka. 80 persen memperoleh penghasilan melalui iklan
Menanggapi penurunan periklanan yang terus berlanjut, diperlukan strategi investasi baru untuk mempertahankan periklanan dalam bisnis.
Dian Gemiano, presiden Asosiasi Digital Indonesia (IDA), memperkirakan sekitar 80 persen pendapatan iklan berasal dari iklan.
Menurutnya, penerbit kini harus bersaing dengan media sosial untuk mendapatkan publisitas. Di sisi lain, ada bahaya lain dari perkembangan Artificial Intelligence (AI).
Penelitian yang dilakukan di Amerika memperkirakan akan ada pengurangan biaya iklan sebesar 40% karena kehadiran AI.
“Kita harus memperlambatnya,” kata Diane.
Direktur Regional Antsomi Ilona Juvita, yang mewakili perusahaan teknologi pemasaran tersebut, mengatakan bahwa penerbit harus dapat menggunakan data spesifik tentang pengunjung situs web mereka untuk mendukung bisnis mereka.
Menggunakan data ini dapat meningkatkan jumlah pengunjung aktif, meningkatkan pengalaman pengunjung, dan menghasilkan peningkatan pendapatan.
“Ayo sobat media, bergeraklah untuk lebih mengenal pembaca, semuanya ingin sampai ke pembaca,” ujarnya.
Belajar dari pengalaman, media besar seperti EMTEK telah menggunakan data pengguna sebagai strategi untuk meningkatkan pendapatan mereka.
“Kami mengumpulkan data pembaca dan memprosesnya. Kami punya pembaca,” kata Yogi Triharso, CEO EMTEK Digital.