Eks Jenderal Israel Akui Negaranya Tak Mampu Lawan Iran dan Hizbullah: Kami Tak Bisa Tanpa Amerika

TRIBUNNEWS.com – Itzhak Brik, mantan jenderal Israel yang pernah bertugas di angkatan bersenjata, mengaku negaranya tidak mampu merespons respons Iran dan Hizbullah. dan kuasa mereka

Burke juga mengomentari komentar yang menyarankan agar Israel menyerang terlebih dahulu. Sebelum Iran dan Hizbullah membalas.

Menurutnya, jika Israel menyerang lebih dulu. Israel bisa mendapatkan keuntungan dari Iran, Hizbullah dan proksi mereka.

Burke juga mencatat bahwa militer Israel tidak memiliki strategi yang efektif untuk berperang dengan Iran dan Hizbullah. Bahkan saat Tel Aviv melancarkan serangan.

Ia juga menekankan bahwa ketergantungan Israel pada Amerika Serikat sangat penting untuk mencegah konflik regional.

“Kami (Israel) tidak bisa bertahan atau memenangkan perang tanpa bantuan Amerika,” ujarnya, Kamis (8/8/2024), seperti dikutip Channel 12 Anadolu Agency Israel.

Burke juga mengatakan bahwa Israel tidak akan mampu melawan ribuan rudal Hizbullah.

“Kita tidak bisa menangani puluhan drone dan rudal setiap hari. Jadi bagaimana kita akan menangani ribuan drone?” Seperti dilansir IRNA.

Sebelumnya, pada awal Juli 2024, Burke mengomentari invasi Israel ke Gaza yang terus berlanjut hingga saat ini.

Dalam artikel Haaretz yang dikutip Turkiye Today, Burke meminta Tel Aviv menerima kenyataan dan mengakui bahwa mereka tidak bisa melawan Hamas.

Ia mengatakan, meski tentara Israel telah mampu menghancurkan bangunan-bangunan di Gaza. Namun mereka gagal menghentikan Hamas, yang terus beroperasi melalui jaringan terowongannya yang luas.

Ant menekankan siklus konflik. Dimana anggota Hamas yang mati dengan cepat digantikan oleh pejuang muda. Sementara itu, tentara Israel terus menerus menghadapi kerugian.

“Israel tidak memiliki kekuatan militer yang cukup untuk mencapai tujuannya di Jalur Gaza,” kata Burke.

Burke juga menegaskan bahwa Israel tidak akan mampu menghadapi Hamas. Dan menuntut pemerintahan Benyamin Netanyahu mengaku kalah, Israel mendapat tekanan.

Menurut Itzhak Brik, mantan komandan militer Israel Brigadir Jenderal Zvika Haimovich juga mengatakan hal serupa.

Ia mengungkapkan, Israel saat ini sedang berada dalam tekanan.

Hal ini menyusul ancaman serangan balasan Iran terhadap pembunuhan Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, di Teheran pada 31 Juli 2024.

Hamovich mengatakan tekanan dari Israel berasal dari banyaknya pertanyaan apakah akan terjadi perang habis-habisan dengan Iran.

Pertanyaan pertama, lanjut Hamovich, adalah apakah Iran akan menyerang Israel tengah, seperti Tel Aviv, atau hanya wilayah utara dekat Haifa.

Pertanyaan kedua adalah, apakah Teheran akan menggunakan rudal yang akurat dan tepat? Atau hanya senjata sederhana?

Lalu, pertanyaan ketiga, menurut Hamovich, apakah Iran akan menggunakan salvo besar-besaran. Artinya semua roket akan ditembakkan ke Israel sekaligus.

“Kami berada di bawah tekanan. Terutama warga sipil dan pasukan militer yang terus mengawasi perbatasan.

Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara juga merasakan (tekanan), kita tunggu, apa yang akan dilakukan Iran? Ini pertanyaan yang sangat penting,” kata Haimović kepada Iran International. Selasa (8/6/2024)

Namun, warga Israel terjebak antara ketakutan dan kecemasan. Namun ada ketidakpastian mengenai kapan Iran akan mengambil tindakan dan seberapa jauh langkah yang akan diambil.

Haimovich, yang mengelola Iron Dome selama masa jabatannya, mengatakan serangan “mudah” oleh Iran dapat terjadi dalam waktu kurang dari 48 jam atau dalam beberapa hari ke depan.

Selain itu, dia mengatakan bahwa serangan balasan Israel pada April 2024 mengirimkan pesan yang kuat kepada rezim Iran.

Namun, Hemovich menilai hal tersebut belum cukup.

Sekadar informasi, Israel membalas setelah Teheran menyerang Israel sebagai respons atas serangan terhadap konsulat Iran di Damaskus, Suriah.

Israel menyerang sistem radar canggih Iran di Isfahan.

“Setelah pembalasan Israel pada bulan April, pemerintah Iran tahu persis kemampuan Israel,” kata Haimović.

Ancaman perang diketahui datang kurang dari seminggu setelah kematian Haniyeh di Teheran.

Pada hari kematian Haniyeh, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei bersumpah akan membalas dendam terhadap Israel.

Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) juga mengatakan mereka akan menghadapi “hukuman berdarah” atas pembunuhan Haniya. Khamenei telah bersumpah untuk membalas serangan terhadap Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Pilih pemilihan presiden awal Imam Khomeini di Teheran. Iran 28 Juni 2024 (Kantor Pers Pemimpin Iran / Tangan / Anadolu / Anadolu via AFP)

Pasca komentar pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, ketegangan pun muncul di Timur Tengah. Janji tersebut mengeluarkan “sanksi keras” terhadap Israel sebagai tanggapan atas kematian Haniyeh.

“Rezim Zionis kriminal dan teroris telah membunuh tamu-tamu tercinta di rumah kami (Iran) dan membuat kami berduka,” kata Khamenei dalam pernyataannya, Rabu (31/7/2024), dilansir Al Jazeera

Dia menambahkan: Rezim Zionis juga sedang mempersiapkan hukuman berat bagi dirinya sendiri.

Khamenei juga menekankan bahwa sudah menjadi tugas Iran untuk membalas pembunuhan Haniyeh.

Kami menganggap itu tugas kami untuk membalas darahnya. Di antara peristiwa pahit dan sulit yang terjadi di tanah Republik Islam (kematian Hania), kata Khamenei. Belasungkawa untuk keluarga Haniya dan kelompok Palestina

Sebagai informasi, Haniyeh tewas dalam serangan di Teheran. Saat bepergian untuk menghadiri upacara pelantikan presiden baru Iran, Masoud Peshkian, Rabu dini hari.

Selain Haniya, pengawal pribadinya Wasim Abu Shaban dan wakil komandan Brigade Al-Qassam juga tewas dalam penyerangan ini.

Ini terjadi sehari setelah Pyzhashkian menjabat. Yang merupakan penampilan terakhir Hania sebelum kematiannya.

Jenazah Haniya dimakamkan di Qatar pada Jumat (8/2/2024).

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *