TRIBUNNEWS.com – Badan keamanan dalam negeri Israel, Shin Bet, mengeluarkan pernyataan pada Kamis (5/9/2024) terkait meningkatnya serangan yang dilakukan kelompok oposisi Lebanon, Hizbullah.
Shin Bet mencatat Hizbullah meluncurkan 1.307 roket pada Agustus 2024.
Menurut Anadolu Agency, serangan tersebut merupakan yang terbesar di Israel sejak awal tahun ini.
Statistik ini menunjukkan bahwa Hizbullah menembakkan sekitar 42 roket dan drone ke Israel setiap hari.
Menurut pernyataan Shin Bet, jumlah tersebut meningkat empat kali lipat sejak Januari 2024, ketika “hanya” ada 334 roket dalam satu bulan.
Sejak itu, serangan Hizbullah terhadap Israel semakin meningkat.
Shin Bet mengungkapkan pada Februari 2024 bahwa Hizbullah menembakkan 534 roket ke Israel.
Kemudian pada Maret 2024 jumlahnya bertambah menjadi 746.
Namun pada April 2024, jumlah roket yang diluncurkan Hizbullah mengalami penurunan, yakni sebanyak 744 roket.
Namun setelah itu pada Mei 2024, jumlah roket yang ditembakkan ke Israel mencapai 1.000, dan serangan Hizbullah meningkat secara signifikan.
Intensitas serangan kembali menurun pada Juni 2024, ketika Hizbullah “hanya” meluncurkan 855 roket.
Serangan kembali meningkat pada bulan Juli, mengirimkan 1.091 roket ke arah Israel.
Sementara terkait penyerangan ke Gaza, Shin Bet melaporkan sebanyak 116 roket ditembakkan ke wilayah tersebut pada Agustus 2024.
Angka ini lebih sedikit dibandingkan Juli 2024 yang sebanyak 216 roket dan Mei 452 roket. Hizbullah menargetkan pemukiman Mordechai Neot untuk pertama kalinya
Sebelumnya, pada Rabu (4/9/2024), Hizbullah menggunakan roket Katyusha untuk pertama kalinya menargetkan pemukiman Israel Neot Mordechai.
Dalam pernyataannya, Hizbullah mengatakan pihaknya menembakkan puluhan roket Katyusha ke Neot Mordechai, yang hanya berjarak 6 kilometer dari perbatasan Lebanon-Israel.
Serangan itu terjadi akibat serangan artileri Israel terhadap desa-desa di Lebanon selatan, termasuk Aita Ash Shaab dan Khiyam.
Hizbullah juga melaporkan telah melancarkan serangan terhadap beberapa posisi militer Israel, termasuk posisi tembak di kamp Zoura dan kamp Jarit.
Pada hari yang sama, seorang wanita tewas dan tujuh lainnya terluka, termasuk seorang anak, ketika Israel menyerang berbagai wilayah di Lebanon selatan.
Serangan ini juga menyebabkan kebakaran di berbagai wilayah.
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan dalam sebuah pernyataan bahwa tembakan artileri Israel menewaskan seorang wanita dan melukai dua lainnya, termasuk seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, di kota Kabrikha, Lebanon selatan.
Dalam pernyataan lain, kementerian mengatakan tiga orang terluka dalam serangan udara Israel di kota Houla, Lebanon selatan.
Sementara itu, militer Israel menyatakan menemukan sejumlah roket yang ditembakkan dari Lebanon menuju Galilea Atas.
Times of Israel mengutip militer yang mengatakan bahwa sejumlah 30 roket ditembakkan dari Lebanon ke wilayah Galilea pada malam hari.
“Beberapa roket berhasil dicegat sementara yang lainnya menghantam area terbuka, memicu tembakan di dekat Kfar Blum,” kata laporan itu.
Militer belum melaporkan adanya korban jiwa. Pejabat di Israel utara merasa warganya terbakar (Sprinter Factory/X) akibat serangan rudal Hizbullah di Kiryat Shamona, Israel.
Sementara itu, Walikota pemukiman Margaliot di Israel utara dekat perbatasan Lebanon, Eitan Davidi, mengatakan pemerintahan Benjamin Netanyahu telah mengabaikan warganya.
Menurutnya, pemerintahan Netanyahu saat ini lemah dan tidak kompeten.
Pernyataan David ini muncul setelah situasi di Israel utara belum juga membaik selama 11 bulan setelah Hizbullah menyerang wilayah tersebut.
“Pemerintah Israel lemah dan tidak mampu, mereka telah melupakan wilayah utara (Israel),” katanya dalam wawancara hari Kamis dengan jurnalis Israel Almog Boker di Channel 12 Israel, Al Mayadeen melaporkan.
Lebih lanjut, Davidi mengungkapkan, rumah Margaliot kosong karena sudah ditinggalkan warga sejak 11 bulan lalu.
Dia menuduh Netanyahu dan stafnya “sengaja mengizinkan Hizbullah melakukan sesuatu di Israel utara.”
Hal ini membuat David dan masyarakat Israel utara memilih untuk melupakan Netanyahu sebagai perdana menteri.
Alasannya, kata David, Netanyahu tidak melakukan apa pun untuk mengubah situasi di Israel utara.
Sementara itu, lanjutnya, warga Israel utara harus memeriksa sendiri bagaimana mereka bisa bertahan hidup.
“Dalam 11 bulan terakhir, kami melupakan perdana menteri (Netanyahu) karena dia tidak melakukan apa pun untuk mengubah situasi di sini.”
“Saat ini kami masih kebingungan dan menginginkan keamanan di selatan dan dimanapun, tidak ada harapan untuk kembali ke Margaliot atau Kiryat Shamona,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)