TRIBUNNEWS.COM – Pemimpin tujuh negara atau G7 mengadakan pertemuan darurat di tengah meningkatnya ketegangan konflik Timur Tengah setelah Iran menembakkan rudal ke Israel.
Pertemuan yang dihadiri oleh Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Italia, Jepang, Kanada, Jerman dan Uni Eropa ini diadakan di ibu kota Italia yang menjadi tuan rumah pertemuan luar biasa tersebut.
Mengutip Bloomberg, Pertemuan yang rencananya digelar hari ini (3/10/2024) Kamis ini akan membahas upaya diplomasi untuk meredakan konflik geopolitik yang semakin memanas antara Israel dan Iran.
Sebelumnya diberitakan, Iran melancarkan serangan rudal jenis balistik ke Tel Aviv, Israel pada Rabu. Dalam serangan ini, Iran menembakkan sedikitnya 180 rudal berturut-turut ke Israel.
Serangan roket ini merupakan serangan langsung yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel sejak bulan April.
Garda Revolusi Iran mengatakan serangan roket yang terus mereka lakukan terhadap Israel adalah respons terhadap pembunuhan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah dan seorang pemimpin Hamas pekan lalu.
“Sebagai tanggapan atas kematian (pemimpin Hamas) Ismail Haniyeh, Hassan Nasrallah dan (komandan Garda) Nilforoshan, kami menargetkan jantung wilayah yang diduduki (Israel),” kata Garda, seperti dilaporkan kantor berita Fars.
Meskipun beberapa serangan Iran berhasil dihalau, sistem pertahanan udara Israel, Iron Dome. Namun, banyak serangan yang dilancarkan untuk menembus sistem kubah besi dan banyak roket yang berhasil mencapai jalanan.
Sirene peringatan kembali terdengar di seluruh Israel, termasuk Yerusalem. Hal ini menimbulkan kepanikan hingga tentara setempat meminta penduduk Israel selatan dan tengah untuk segera berlindung hingga instruksi lebih lanjut diberikan
Khawatir serangan ini akan semakin meluas dan menimbulkan eskalasi lebih lanjut di kawasan Timur Tengah, G-7 akhirnya memutuskan untuk bertemu guna membahas potensi solusi diplomatik untuk mengurangi ketegangan.
Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan: “Risiko Iran membakar seluruh wilayah harus dihindari dengan cara apa pun.” AS meminta Israel menenangkan emosi
Memprediksi eskalasi perang yang meluas, Presiden Joe Biden meminta Israel menahan diri untuk tidak menyerang fasilitas nuklir Iran sebagai pembalasan atas pemboman rudal minggu ini.
Presiden AS Joe Biden menyatakan pelanggaran ini tidak lama setelah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan membalas Iran dan membuat Teheran membayar atas perbuatannya.
Beberapa jam setelah serangan itu, Netanyahu mengatakan dan memperingatkan: “Iran membuat kesalahan besar malam ini dan akan menanggung akibatnya,” merujuk pada The Straits Times.
Meski Gedung Putih mengutuk serangan Iran terhadap Israel. Namun, Biden dengan tegas menolak pembicaraan Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran sebagai tanggapan atas serangan rudal balistik Iran.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan AS saat ini sedang bertemu dengan Israel untuk membahas bagaimana menanggapi serangan balasan Iran.
AS dan sekutunya kemungkinan besar akan menjatuhkan sanksi terhadap Iran, tidak disebutkan sanksi apa yang akan diterapkan
Namun, AS mengumumkan bahwa sanksi tersebut telah dibahas dengan para pemimpin negara G7 dalam panggilan bersama.
“Kami akan berdiskusi dengan Israel apa yang akan mereka lakukan, tapi kami semua sepakat bahwa mereka punya hak untuk merespons, tapi responsnya harus proporsional,” kata Biden kepada wartawan sebelum menaiki pesawat milik negara Air Force One. Pemimpin Tertinggi Iran menyerang sekutu Israel
Menanggapi ancaman sekutu Amerika dan kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir Israel, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei akhirnya angkat bicara.
Dalam pernyataan resminya yang dilansir The Guardian, Khamenei dengan lantang menyerukan negara-negara Barat untuk meninggalkan Timur Tengah.
Menurutnya, kehadiran Amerika Serikat (AS) dan banyak negara Eropa di Timur Tengah menjadi penyebab terjadinya perang di kawasan tersebut.
Ali Khamenei mengatakan Iran siap menanggapi segala pembalasan terhadap Israel atau AS jika AS dan Eropa tidak meninggalkan kawasan.
“Jika Amerika dan negara-negara Eropa menghapuskan kejahatan mereka di wilayah ini, tidak ada keraguan bahwa konflik-konflik ini, perang-perang ini, dan pertikaian-pertikaian ini akan hilang sama sekali,” kata Khamenei.
“Negara-negara di kawasan ini akan mampu mengatur dirinya sendiri, mengelola tanahnya dan hidup bersama secara damai dan sejahtera,” lanjutnya.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)