TRIBUNNEWS.COM – Politisi PDIP Muhammad Guntur Romli buka-bukaan soal gugatan Ketua PDIP Megawati Sukarnaputra yang dilakukan kadernya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Terkait hal tersebut, Guntur Romli menilai gugatan terhadap Megawatt beralasan.
Menurut dia, hal itu terungkap dari pemeriksaan internal partai.
Ia juga menduga penggugat merupakan pengurus PDIP karena dinilai tidak memahami AD/ART partai tersebut.
“(Gugatan Megawati) upaya mengganggu PDI Perjuangan. Sudah kita selidiki, ada surat perintahnya. Sudah saatnya kita cari tahu.”
“Kalau benar itu kader, tapi mungkin ada keraguan karena tidak paham AD/ART partai,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Selasa (10/9/2024).
Di Tribunnews.com, Guntur Romli mengirimkan pesan singkat tentang hak Ketua Umum PDIP terhadap berkas partai AD/ART melalui WhatsApp.
Dalam AD/ART Guntur fokus pada Pasal 15 (b), (d) dan (g), yang menyatakan:
Pasal 15
B. mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan organisasi dan ideologi Partai;
D. menentukan jalannya kongres partai;
D. mengubah susunan PD Partai.
Saat ditanya apakah gugatan seperti yang dialami Partai Demokrat sebelumnya, Guntur Romley mengamini.
Dia mengatakan penggugat Megawati memiliki jaringan serupa dengan penggugat Partai Demokrat.
“Jaringannya sama,” ujarnya ketus.
Guntur Romli pun meyakini gugatan kader PDIP terhadap Megawati akan ditolak PTUN.
“Kalau yang ditinjau AD/ART pasti ditolak. Kecuali jika penguasa mau mengganggu PDI Perjuangan,” tutupnya.
Isi klaim personel
FYI, gugatan terhadap Megawati terkait perpanjangan struktur kepengurusan DPP PDIP yang ditunda hingga 2025.
Mengutip situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Jakarta, Senin (9/9/2024), laporan tersebut didaftarkan hari ini dengan nomor perkara 311/G/2024/PTUN.JKT.
Mereka menggugat lima orang, Jupri, Jairi, Manto, Suvari, dan Sujoko.
Ada empat poin dalam tuntutan kelimanya ke Kementerian Penegakan Hukum.
Objek gugatan yang diperiksa adalah:
1. Menyelesaikan gugatan penggugat;
2. Menyatakan batal demi hukum Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan nomor: M.HH-05.AH tanggal 11.02.2024 tentang Pengesahan Susunan, Susunan dan Kepegawaian Pengurus Pusat Dewan. PDIP masa jabatan 2024-2025;
3. Permintaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia untuk membatalkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor: M.HH-05.AH.11.02.2024 untuk pengesahan Susunan, susunan dan personel Dewan Pusat PNDIP masa amanah 2024-2025;
4. Memerintahkan terdakwa membayar biaya perkara.
Tim kuasa hukum penggugat, Victor U. Nadapdap menjelaskan, gugatan tersebut diajukan karena diduga melanggar AD/ART PDIP.
Berdasarkan keputusan Kongres PDI Perjuangan tanggal 9 Agustus 2019, Resolusi no. 10/KPTS/Kongres-V/PDI-Perjuangan/VIII/2019 tentang AD/ART PDI Perjuangan dan pengesahan program serta pengangkatan DPP PDI Perjuangan tahun 2019 – 2024,” demikian keterangan Victor.
Jika Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia meratifikasi Keputusan No. M.HH-05.11.02 Tahun 2024 yang dibacakan Sekjen PDIP Hasta Cristianto pada acara pengambilan sumpah kader PDIP pada Jumat, 5 Juli 2024, mengesahkan perpanjangan amanah DPP- PDIP hingga tahun 2025, lanjut Victor, hal yang sama bertentangan dengan Pasal 17 yang mengatur tentang susunan dan susunan KPBU yang mengatur mandat KPBU selama lima tahun.
Berdasarkan Pasal 17 Susunan dan Susunan DPSH yang mengatur masa jabatan anggota DPSH selama lima tahun, maka masa jabatan eksekutif menurut PDR/RTSH adalah sampai dengan tanggal 9 Agustus 2024, kata Viktori.
Victor juga menambahkan, berdasarkan Pasal 70 NDIP PDR, seharusnya kongres partai diadakan setiap lima tahun sekali dan berhak mengubah, menyempurnakan, dan menyetujui PDR.
Berdasarkan aturan tersebut, jelas Victor, perubahan AD/ART yang memuat syarat-syarat pelayanan pengurus harus dilakukan melalui Kongres.
“Hal ini tentunya sesuai dengan Pasal 5 UU No. 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas undang-undang no. 2 Tahun 2008 untuk partai politik. Perubahan AD/ART sebagaimana dimaksud pada angka 1 dilakukan berdasarkan hasil platform pengambilan keputusan tertinggi partai politik, khususnya Kongres,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Puan Maharani dalam pidato penutup Rapat Buruh Nasional PDI Perjuangan ke-5 di Jakarta menyebut Megawati memperpanjang masa jabatan DPP PDIP hingga 2025 tanpa menghadiri konvensi sebagai hak prerogratif ketua umum partai tersebut. .
Sementara AD/ARTSH PDIP tidak menyebutkan hak prerogratif Ketua Umum untuk mengubah AD/ARTSH, dimana amanah 2019-2024 ditetapkan lima tahun dalam AD/ARTSH partai.
Sepengetahuan Victor, hak istimewa Ketua Umum PDI Perjuangan hanya sebatas menjaga empat pilar kebangsaan dan eksistensi partai jika terjadi sesuatu pada partai dalam keadaan darurat.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fersianus Waku)