TRIBUNNEWS.
Dapat dikatakan bahwa pengalaman politik Thai di Korea Selatan sangat mengesankan.
Sebelum menjadi wakil perdana menteri, Tae tercatat sebagai orang Korea Utara pertama yang menduduki kursi di Majelis Nasional Korea Selatan pada tahun 2020.
Meskipun ia gagal memenangkan masa jabatan kedua dalam pemilihan parlemen bulan April, dalam peran barunya ia akan secara langsung memberi nasihat kepada kantor Presiden Korea Selatan Sook Suk-ol mengenai rencana reunifikasi Korea.
“Beliau adalah orang yang tepat untuk membantu menciptakan kebijakan rekonsiliasi damai berdasarkan demokrasi liberal dan mencari dukungan di dalam dan luar negeri,” kata kantor kepresidenan dalam keterangannya, Kamis (18/7/2024).
Lahir di Pyongyang pada tahun 1962, Tae memasuki dinas luar negeri pada usia 27 dan bertugas selama hampir 30 tahun di bawah tiga generasi cucu penguasa Kim.
Penunjukan Tae Onghong menjadikannya penjaga keamanan Korea Utara dengan peringkat tertinggi dalam sejarah Korea Selatan.
Di antara ribuan pengungsi Korea Utara yang bermigrasi ke negara tetangga, ini adalah pertama kalinya Seoul diberi jabatan wakil perdana menteri.
Tae, 62 tahun, sebelumnya adalah duta besar Pyongyang untuk Inggris.
Namun, pada tahun 2016, ia memutuskan untuk merantau ke negara tetangga dan kabur ke Korea Selatan.
Tindakan Tae Ongong saat itu menyebut Pyongyang sebagai “manusia sampah” dan menuduhnya melakukan korupsi dana negara dan kejahatan lainnya sebelum ia berangkat ke Korea Selatan.
Tae Ong Ho buka-bukaan soal alasannya meninggalkan Korea Utara saat itu.
Ia mengaku pindah ke Korea Selatan karena tidak ingin anak-anaknya tinggal di Korea Utara.
Ia juga mengatakan bahwa ia membenci rezim Kim Jong-un dan mengagumi demokrasi Korea Selatan.
Sejak mengundurkan diri, ia menganjurkan penggunaan “soft power” untuk melemahkan rezim Kim dan mendorong pertukaran tahanan antara Korea Utara dan Selatan.
(Tribunnews.com/Bobby)