Laporan reporter Tribunnews.com, Lita Febriani
TRIBUNNEWS.COM – Indonesia memiliki total 16 juta hektar perkebunan kelapa sawit, dengan 41 persen petani swasta dikelola oleh masyarakat.
Namun setiap tahunnya perkebunan kelapa sawit swasta hanya mampu menghasilkan 2-3 ton Crude Palm Oil (CPO) per hektar per tahun.
Jumlah tersebut jauh dari rata-rata produksi perusahaan pemerintah dan swasta yang berkisar 6-8 ton CPO per hektar per tahun.
Produktivitas dan daya saing produsen kecil mandiri merupakan permasalahan yang mempengaruhi bisnis kelapa sawit mandiri. Berdasarkan permasalahan tersebut, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) telah menetapkan Program Pengembangan SDM Perkebunan Kelapa Sawit.
Di bawah Kementerian Keuangan, BPDPKS bertanggung jawab mengelola dan membiayai program pemerintah terkait kelapa sawit.
Persoalan keterampilan pemilik usaha kecil mandiri menjadi status program Pengembangan Sumberdaya Perkebunan Kelapa Sawit yang dilakukan BPPKS setiap tahunnya.
Program yang sedang berjalan ini ditujukan kepada berbagai pihak yang terlibat dalam usaha swasta perkebunan kelapa sawit, seperti pekebun, Pengawas Koperasi (KUD) dan pendamping daerah, yang pesertanya diundang berdasarkan Data Rekomendasi Teknis (rekomtek).
Direktur Program Pengabdian Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit Arfie Thahar mengatakan, program pengembangan SDM terbagi dua, yakni pelatihan dan beasiswa.
“Pelatihan ini sendiri bertujuan untuk meningkatkan keterampilan dan kemampuan tanaman dalam menerapkan Good Agricultural Practices,” kata Arfie dalam keterangan resmi, Jumat (6/9/2024).
Pada tahun 2024, lebih dari 18.000 tukang kebun telah menerima pelatihan dan lebih dari 6.000 anak telah menerima beasiswa. Pada periode 2021-2024, biaya pelatihan dan pendidikan meningkat sebesar 50 persen setiap tahunnya.
“Dengan adanya penambahan dana ini diharapkan akan banyak pohon yang dapat memperoleh manfaat. Program ini merupakan langkah kita dalam mempersiapkan kesehatan masyarakat yang dapat menghadapi permasalahan bisnis penyamakan kulit,” kata Arfie.
Pada tahun 2024 sendiri, BPDPKS akan menggunakan uang tersebut untuk pelatihan 6.437 peserta dan beasiswa untuk 3.000 penerima.
Peserta pelatihan dibagi dalam beberapa kelas pelatihan yang meliputi sebelas jenis pelatihan, mulai dari pelatihan teknis seperti budidaya tanaman kelapa sawit atau pengelolaan peralatan dan prasarana perkebunan, hingga pengembangan usaha seperti pengembangan informasi dan pasar, serta sebagai Manajemen Keuangan. dan Administrasi.
Untuk menyelenggarakan pelatihan tersebut, BPDPKS bekerja sama dengan 15 penyedia layanan pelatihan dan pengembangan yang akan melaksanakan pelatihan pada periode April-September 2024.
LPP Agro Nusantara merupakan salah satu dari 15 guru yang bekerja sama dengan BPPKS yang ditugaskan untuk menyelenggarakan 43 kelas untuk 1.339 peserta dari tujuh provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia. Jumlah tersebut setara dengan 21 persen dari seluruh data teknis peserta diklat.
“Kontribusi LPP Agro Nusantara terhadap program ini terus meningkat setiap tahunnya. Tahun lalu BPDPKS menyediakan 876 peserta dan pada tahun 2024 meningkat menjadi 1.339 peserta,” kata SEVP Operasional LPP Agro Nusantara Pugar Indriawan.
Berdasarkan data, pelaksanaan pelatihan LPP Agro Nusantara setiap tahunnya mengalami peningkatan. Selain jumlah peserta, peningkatan jumlah kelas dan tempat pelatihan juga terlihat.
Pada tahun 2023, terdapat 28 kelas di empat provinsi, sedangkan pada tahun 2024 pelatihan dilaksanakan di tujuh provinsi. Dengan ruang kelas terluas di Kabupaten Riau, 23 ruang kelas yang beroperasi.
“Selain pengetahuan teknis, pengembangan bisnis harus menjadi konsep baru bagi pabrik. Bisnis yang dikelola dengan baik dan skalanya harus segera dimulai,” jelas Pugar.