Laporan Jurnalis Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri menyita sejumlah aset milik terpidana pengedar narkoba besar Hendra Sabarudin senilai Rp 221 miliar dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kabareskrim Komjen Pol Wahyu Widada mengatakan, pengungkapan kasus ini bermula dari informasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditijen PAS (Kemenkumham)) pada 13 Oktober 2023 tentang adanya seorang narapidana yang kerap melakukan tindak kriminal. membuat onar dan membuat kerusuhan di Lapas Kelas 2 A Tarakan berinisial A bin A alias H32 alias HS.
“Yang dimaksud adalah terpidana kasus narkotika yang divonis hukuman mati,” kata Kasat Reskrim di Lapangan Bhayangkara, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).
Dari informasi tersebut, Direktorat Pemberantasan Tindak Pidana Narkoba (Dittipidnarkoba) Bareskrim Polri melakukan penyelidikan berupa pendataan terhadap pidana yang bersangkutan hingga melakukan penyelidikan mendalam bekerjasama (joint investigasi) dengan pihak terkait seperti Pusat Pelaporan. . dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Dirjen PAS, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Dari hasil pemeriksaan, terpidana bernama H tersebut masih menguasai peredaran narkotika di wilayah Indonesia bagian tengah. Khususnya di wilayah Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Bali, dan Jawa Timur yang merupakan wilayah terdampak. kemudian diperbarui ke penyidikan dengan terbitnya laporan polisi pada 3 Mei 2024,” jelas Wahyu.
Dari kegiatan pengendalian peredaran narkotika, narapidana HS beroperasi sejak 2017 hingga 2023 dengan membawa sabu lebih dari 7 ton dari Malaysia.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan, bandar narkoba utama jaringan narkoba Malaysia-Indonesia yang ditangkap pada 2020 itu divonis hukuman mati.
Namun hukuman Hendra dikurangi menjadi 14 tahun setelah ia menempuh jalur hukum.
Meski hukumannya dikurangi, warga Lapas Kelas II A Tarakan kerap beraksi, bahkan menimbulkan kerusuhan.
“Dalam kegiatan distribusi, Hendra dibantu oleh F yang membantu distribusi dan pemasaran hingga ke tingkat akar rumput,” kata Trunoyudo.
Selain itu, uang hasil tindak pidana tersebut kemudian disamarkan menjadi barang bergerak dan barang tidak bergerak.
Trunoyudo mengungkapkan, dalam TPPU, Hendra dibantu delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Triomawan, M Amin, Syahrul, Chandra Ariansyah, Abdul Aziz, Nur Yusuf, Rivky Oktana, dan Arie Yudha.
“Peran mereka adalah mengelola hasil kejahatan dan melakukan pencucian uang,” ujarnya.
Selain itu, dari penelusuran bersama PMATK, diketahui bahwa selama Hendra mengelola bisnis ilegalnya pada tahun 2017 hingga 2023, omzet yang dihasilkannya mencapai Rp 2,1 triliun.
Trunoyudo mengatakan, uang tindak pidana tersebut sebagian disamarkan dengan membeli barang yang disita sebagai barang bukti.
Aset yang disita antara lain 21 unit mobil, 28 unit sepeda motor, 5 unit kendaraan laut (1 perahu motor, 4 unit kapal), 2 unit ATV, 44 unit tanah dan bangunan, 2 unit jam tangan mewah, uang tunai Rp 1,2 miliar dan uang jaminan Standard Chartered sebesar Rp. 500 juta.
Total nilai asetnya Rp221 miliar. Rencana selanjutnya adalah membuat perkara untuk diserahkan ke kejaksaan, kata Trunoyudo.