UPDATE Kasus 7 Remaja Tewas di Kali Bekasi: Ini Rincian 17 Polisi yang Diperiksa Propam Polda Metro

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jumlah polisi yang diperiksa Divisi Propam Polda Metro Jaya terkait tewasnya tujuh pemuda di Kali Bekasi bertambah menjadi 17 anggota.

Direktur Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kamis (26/9/2024), mengatakan, “Anggota Polri ada 17 orang, informasi dari Propam Bid Polda Metro Jaya.”

Ade Ary menjelaskan ketujuh belas anggota tersebut antara lain 10 anggota Polres Metro Bekasi, tiga anggota Polsek Jati Asih, dan empat anggota Polsek Rawa Lumbu.

Jumlah ini bertambah dari sebelumnya sembilan petugas.

Sementara itu, 10 warga juga turut diwawancarai Cabang Propam Metro Jaya.

Ade Ary menjelaskan, “Ada sepuluh orang lainnya di lokasi, tujuh orang selamat, petugas Patroli Perintis Presisi menahan mereka, dan tiga orang diduga membawa senjata berbahaya.”

Jadi yang 27 orang itu diwawancarai untuk Tawaran Propam Polda Metro Jaya, kata Ade Ary.

Ciri-ciri fisik

Sementara itu, RS Polri berhasil mengidentifikasi lima dari tujuh jenazah pemuda yang tewas di air Sungai Bekasi.

Kelima jenazah yang teridentifikasi adalah Muhamad Farhan (20), Rizki Ramadhan (15), Ridho Darmawan (15), Rezky Dwi Cahyo (16), dan Vino Satriani (15).

Sebelumnya, ada dua jenazah yang teridentifikasi, yakni Muhammad Rizky (19) dan Ahmad Davi (16).

Pada Rabu (26/9/2024), Karo Dokpol Pusdokkes Polri Brigjen Nyoman Eddy Purnama mengatakan, seluruh jenazah yang ditemukan kini telah teridentifikasi.

Lima jenazah diidentifikasi berdasarkan kombinasi antemortem dan postmortem atau DNA, sidik jari, gigi, karakteristik medis, dan aset.

Mereka berasal dari Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Kini, kelima jenazah tersebut akan segera diserahkan kepada pihak keluarga.

“Setelah ini akan diserahkan langsung kepada pihak keluarga,” kata Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi.

Wajah sedih

Diberitakan sebelumnya, situasi tragis itu terungkap dalam otopsi di RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.

Pasalnya, para orang tua pemuda yang tewas di Sungai Bekasi kesulitan menemukan jenazah anaknya.

Banyak alasan yang dilontarkan karyawan di tempat kerja, hal tersebut dilarang keras.

Akibatnya timbul konflik antara orang tua dan pihak yang berwenang.

Ruangan berukuran sekitar 10×6 meter itu menjadi saksi banyak orang dengan wajah sedih meminta polisi mengizinkan mereka melihat jenazah yang ditemukan di sungai Bekasi.

Sambil menangis, seorang ibu berjaket warna gelap terlihat memohon dan membungkuk di hadapan polisi saat melihat jasad anaknya yang membeku di ruang es RS Polri Kramat Jati.

“Saya seorang ibu, tentu saja saya akan memberi tahu Anda bagaimana keadaan anak saya. Tidak mungkin saya tidak mengenalnya,” kata ibu berjas gelap itu.

Ia bertanya lagi, “Saya ingin melihat jenazah anak saya, kenapa susah sekali?”

“Jika harus, saya membungkuk, Tuanku, saya membungkuk. Tolong Pak,” sang ibu membungkuk dan menangis.

Sang ibu pun melupakan amarahnya dan menangis. Dia meminta polisi membiarkan mereka melihat jenazah putra pertamanya. 

Diketahui, ibu yang meminta jenazah anaknya adalah Melinda, ibu dari Vino Satriani (15).

Vino termasuk salah satu yang menyebut jenazahnya ditemukan di Sungai Bekasi bersama enam jenazah lainnya.

Melinda pun mengungkapkan kemarahannya pada polisi yang tidak mengizinkan dia dan suaminya Maulana melihat jenazah putranya.

Bahkan, ia mengungkapkan akan menjadi ‘gila’ (atau gila) jika tidak bisa lagi mengenali wajah putranya.

Melinda pun mengatakan, putranya bukanlah ancaman yang tidak boleh dilihatnya.

“Kalau saya tidak diijinkan melihat anak saya, saya akan gila, Pak. Apakah anak saya menindas saya? dan mengatakan bahwa suara itu diangkat ke Petugas.

Melinda pun bersedia membantu polisi DVI Polri mengidentifikasi korban. Sebab, Anda masih yakin anak Anda keluar rumah dengan mengenakan kaus hitam dan sepatu putih saat keluar rumah pada Sabtu (21/9) lalu.

Melinda pun mengaku sudah menyerahkan tes DNA serta pertanyaan yang diajukan DVI Polri untuk mengidentifikasi dirinya, Senin lalu.

Namun, ia menyayangkan proses pengakuannya lambat dan lama.

“Berapa lama saya harus menunggu? “Saya tiba-tiba tidak mengenali anak saya,” serunya. 

“Sekitar empat hari lagi, saya ingin melihat anak saya,” tambahnya.

Tak hanya Melinda, dua orang tua pemegang kartu merah juga sudah meminta izin kepada polisi untuk melihat jenazah anaknya.

Sebab, pasangan tersebut mengaku mendatangi Polsek Bekasi dan Polsek Bekasi untuk mencari tahu keberadaan putranya. Namun, dia malah memintanya untuk pergi ke RS Polri Kramat Jati.

“Kami diberitahu oleh Kepolisian Kabupaten untuk membawa barang-barang (dokumen yang diperlukan), namun di sini (Rumah Sakit Polisi) kami tidak diperbolehkan melihat mayatnya,” kata sepasang suami istri kepada polisi. .

Meski terus mendapat tekanan, petugas DVI Polri yang mengenakan kemeja biru tua tak kunjung pergi. 

Ia menjelaskan, seluruh prosedur identifikasi dilakukan oleh tim dokter. Untuk itu, dia meminta pihak keluarga bersabar.

Ketika Melinda mendengar ini, dia kembali meninggikan suaranya. 

Dia pun mengambil sumpah jabatan. Maulana muncul dan menyemangati istrinya, Melinda, untuk meninggalkan kubur untuk beristirahat.

Di luar kamar, Melinda pun menunjukkan kesedihannya dengan menangis. Bahkan, dia terlihat lemas saat memohon jenazah putranya.

“Ayah, tolong bantu anak kami. Anak kami sudah tiada, kenapa Ayah bicara?” Melinda berkata pada tangan Maulana, “Putra kami hancur, bagaimana kami bisa menunjukkannya?”

Setelah Maulana menenangkan Melinda, emosinya tampak kembali terkendali.

Ia pun sedikit bercerita tentang kejadian yang menimpa putranya pada Sabtu malam itu. Diakui Melinda, putranya dan banyak temannya berkumpul untuk minum kopi bersama.

Namun, kata dia, tiba-tiba ada anggota Polsek Perintis Polri yang bersenjatakan senjata panjang.

Karena ditodong senjata, anak kecil itu ketakutan. Kami menemukan kopi, tiba-tiba polisi datang membawa laras panjang, kata Melinda.

Hindari diskriminasi

Karodokpol Pusdokkes Polri Brigjen Nyoman Eddy Purnama Wirawan menjelaskan, proses identifikasi memerlukan informasi dari keluarga dan kerabat.

Hal itu diungkapkannya dalam jumpa pers penemuan tujuh jenazah di Kali Bekasi, di RS Polri Kramat Jati, Jakarta, Selasa (24/9/2024).

Brigjen Nyoman mengatakan: “Jadi dalam situasi 1×24 jam, kita perlu informasi detail, dan perlu strategi, waktu. Dan itu tantangan utamanya.”

Dia mengatakan, pengungkapan tersebut dilakukan dengan baik agar informasi postmortem dan antemortem benar-benar konsisten.

Dijelaskannya: “Informasi ini harus benar-benar cocok, informasi pertama dan kedua. Kalau ada perbedaan atau inkonsistensi kita harus hati-hati. Kita memang harus cepat karena profil ini tidak boleh salah.” (*)

Sumber: Berita Kota

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *