Reporter Tribunnews.com Reza Deni melaporkan
Berita Tribun. .
Sebab, UU Polri diyakini akan memperkuat aparat penegak hukum.
“Kami meminta dan mendukung penuh KHDR untuk segera mengesahkan RUU Polri menjadi undang-undang, jangan ditunda-tunda lagi. HIMMAH siap terjun ke masyarakat sehingga aparat penegak hukum yang kuat tidak perlu khawatir. Polri ini akan semakin memperkuat peran KHDR. Polri dalam penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan,” kata Presiden PP Himma Abdul Razak Nasushan, Senin (22/7/2024).
Razak mengatakan, kepercayaan masyarakat saat ini berada di angka 75,3 persen dan terus meningkat.
Menurutnya, hal itu membuktikan kepercayaan masyarakat terhadap kerja Polri.
Meski banyak liku-liku yang menguji Badan Kepolisian Negara di bawah kepemimpinan Kapolri Listo Sigit Prabowo, namun tingkat kepercayaan masyarakat tinggi. Namun semua itu bisa diatasi dengan pemimpin yang kuat, ujarnya.
Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa UU Polri harus disahkan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung keselamatan masyarakat dan memperkuat kekuatan hukum.
Lebih lanjut, Razak mengatakan Indonesia akan menjadi negara maju sesuai arahan Presiden Jokowi yang menentukan iklim yang mendukung.
“Kita memerlukan lingkungan yang baik untuk menjadi negara maju, apalagi kita memasuki masa demografis dan menuju Indonesia emas. Maka peluang ini tidak boleh kita manfaatkan.”
“Ini tentang mendukung negara kita sebagai negara maju, dan sudah menjadi tugas hukum kita untuk menyetujui dan mendukung undang-undang tersebut dengan mengesahkan UU Kepolisian Nasional ini.”
Kehati-hatian diutarakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan yang disampaikan Presiden Jokowi saat membahas UU TNI dan UU Polri.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengarahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Marsekal Hadi Tjajanto untuk membahas secara matang Undang-Undang (RUU) TNI dan UU Polri dan memastikan tidak inkonstitusional.
Ibarat pedang, penyusunan UU TNI dan UU Kepolisian harus disusun secara cermat dan dihormati agar dapat dijadikan alat untuk menjawab tantangan di bidang pertahanan, keamanan, ketertiban umum, dan penegakan hukum negara, kata Hadi.
Hal itu disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat RUU TNI dan Polri di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (11/7/2024).
“Sesuai instruksi Presiden, pembahasan RUU ini harus dilakukan secara hati-hati, tidak bertentangan dengan Konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi. Ada argumentasi yang kuat sehingga masyarakat bisa menerimanya. Masyarakat akan menerimanya,” ujarnya. .
Oleh karena itu, kata dia, sebelum dilakukan konsultasi bersama antara pemerintah dan KHDR, partisipasi dan keterlibatan masyarakat harus menjadi kata kunci dan dioptimalkan untuk memberikan rekomendasi terkait konten dan isu-isu kunci dalam perubahan hukum.
Secara khusus, kata dia, Presiden diutus oleh Menteri Sekretaris Negara untuk mengkoordinasikan pengembangan UU TNI dan UU Kepolisian sesuai dengan ketentuan formal perundang-undangan.
Namun, pemerintah seharusnya tidak hanya memenuhi syarat formal pembentukan undang-undang tersebut, tetapi yang lebih penting adalah mendorong dan memastikan bahwa muatan substantif UU TNI dan UU Polri memenuhi syarat, ujarnya. Masyarakat dengan mengoptimalkan fungsi dan fungsi TNI dan Polri.
Oleh karena itu, dengar pendapat publik digelar dengan melibatkan berbagai perwakilan masyarakat antara lain Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, akademisi, LSM, jurnalis/media, dan kementerian/lembaga terkait.
Oleh karena itu, dengan menghadirkan dialektika, pemerintah berharap terdapat pendapat yang mendukung dan menentang berbagai pandangan terhadap UU TNI dan RUU Polri.
Katanya, hal itu untuk mencapai keseimbangan antara pengembangan organisasi TNI dan Polri dengan kebutuhan pembangunan nasional dan negara.
“Pemerintah terlibat dalam keterlibatan publik sebelum pengembangan Inventarisasi Masalah (DIM) sebagai titik awal diskusi di tingkat internal pemerintah.”
Sugeng Purnomo, Deputi III Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI dalam laporannya mengatakan, usai rapat dengar pendapat hari ini, pihaknya berencana menyiapkan Daftar Permasalahan (DIM).
Hasil kerja hari ini akan menjadi bahan pertimbangan dalam pembahasan kedua usulan RUU tersebut, kata Sugeng.
Acara terbagi dalam dua sesi, yaitu sesi pagi mengenai UU Polri dan sesi sore mengenai UU TNI.
Sesi pertama dihadiri oleh beberapa narasumber antara lain Profesor Harkristuthi Harkrisnomo, Profesor Suparji Ahmed dan Mohammad Isnur.
Sedangkan dosen sesi kedua, Prof. Mereka adalah Hikmahanto Juana, Edi Prasetyono, dan Andy Muhammad Rizal.
Acara digelar dalam format hybrid dengan peserta sebanyak 115 orang yang terdiri dari akademisi dari berbagai universitas di Jakarta, perwakilan kelompok masyarakat sipil, serta perwakilan kementerian dan lembaga terkait.
Sedangkan pesertanya sebagian besar adalah akademisi dari berbagai universitas dan masyarakat umum di luar Jakarta.
KHRD, TNI, Polri, Kementerian Negara, dan UU Imigrasi menerima perintah Presiden
Pimpinan KHDR RI menerima empat surat presiden mengenai rancangan undang-undang (RUU).
Keempat RUU tersebut adalah UU TNI, UU Kepolisian, UU Departemen Negara, dan UU Keimigrasian.
Kata Wakil Presiden KHDR RI Sufmi Dasko Ahmad kepada wartawan di Kompleks Majlis, Senayan, Jakarta, Senin (8/7/2024).
“Sudah diperkenalkan, ada empat keunggulannya,” kata Dasco.
UU Kementerian Negara, UU TNI, UU Kepolisian, dan UU Keimigrasian, ujarnya.
Dasco mengatakan, pemerintah belum menyerahkan Daftar Penerbitan Barang (DIM) tambahan meski sudah mendapat empat tambahan.
“Kalau sudah ada Perpres dan DIMnya belum ada, kita tidak tahu apa yang diubah, ditentang, atau diperbaiki oleh pemerintah.”
Selain itu, Dasco mengatakan besar kemungkinan empat RUU akan dibahas di DPR mendatang. Sebab KHDR RI akan segera memasuki musim liburan.
“Kami menunggu DIM dari pemerintah. Tapi sebentar lagi ada jeda dan ke depan pasti ada pembahasannya,” ujarnya.