Laporan reporter Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pasar Rakyat Indonesia (APARSI) yang mewakili pelaku pasar menolak Undang-Undang Publik (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang disetujui oleh. Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penolakan tersebut karena terdapat beberapa pasal terkait larangan penjualan produk tembakau yang dinilai mengancam keberlangsungan usaha penjual di pasar tersebut.
Ketua Umum APARSI, Suhendro, mengatakan larangan penjualan rokok dalam jarak 200 meter dari lembaga pendidikan dan taman bermain, serta larangan penjualan rokok di gerai ritel, telah ditolak.
Aturan ini dinilai masih terlalu kabur untuk diterapkan.
“Kami menolak keras kedua larangan tersebut karena beberapa alasan. Salah satu penyebabnya adalah banyaknya pasar di dekat sekolah, lembaga pendidikan, atau taman bermain anak. “Pesanan ini juga dapat mengurangi masuknya penjual ke pasar yang sebagian besar diperoleh dari penjualan tembakau,” kata Suhendro dalam keterangannya, Kamis (1/8/2024).
Dalam kondisi seperti ini, jelas Suhendro, pelarangan produk tembakau yang diberlakukan undang-undang pengendalian kesehatan dapat menghambat pertumbuhan perekonomian para pedagang di pasar yang belum meningkat akibat dampak wabah beberapa tahun sebelumnya.
Pendapatan para penjual di pasar diperkirakan turun 20-30 persen, bahkan terancam menutup usahanya karena produk tembakau menjadi penyumbang utamanya.
“Jika perintah ini diterapkan, kami hitung akan ada penurunan pendapatan perusahaan sebesar 20 hingga 30 persen, meski ada ancaman penutupan perusahaan,” ujarnya.
Suhendro sebelumnya menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Persatuan Pedagang Indonesia (PPKSI) Sumenep yang meminta pemerintah menghapus aturan larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan.
Namun pasal tersebut sebenarnya sudah disetujui dalam PP Kesehatan sehingga APARSI menyayangkan sikap pemerintah yang tidak mengambil suara rakyat.
Menurutnya, perintah tersebut sama saja dengan upaya pembunuhan terhadap pengusaha. Selain itu, pedagang grosir sangat bergantung pada penjualan produk tembakau.
Melihat hal tersebut, Suhendro mewakili APARSI mengambil tindakan tegas dengan menolak penerapan Undang-Undang Pengendalian Kesehatan Nomor 28 Tahun 2024 yang dinilai melemahkan kerja para pedagang di pasar.
Ia mengatakan, pemerintah seharusnya memberikan edukasi komprehensif untuk mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia, bukan justru mengeluarkan peraturan yang bisa mematikan usaha masyarakat.
“Melihat situasi di lapangan saat ini, perintah ini sama saja dengan keinginan membunuh pengusaha.” “Jika dipublikasikan, rantai pasok antara pedagang besar dan pedagang grosir bisa rusak karena aturan yang tidak seimbang tersebut,” ujarnya.