Bank Dunia Sebut Beras RI Termahal di ASEAN, Bapanas Jadi Sorotan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Baru-baru ini Bank Dunia mengungkapkan harga beras di Indonesia selalu lebih tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. 

Terkait hal ini, Badan Pangan Nasional (BAPANAS) yang dipimpin Arif Prasetyo menjadi sorotan. Ekonom Ferry Latuhihin mengatakan, Bapanas sebaiknya dipimpin oleh orang yang berkompeten.

“Pria yang cakap. Penggantinya juga harus ahlinya, tegas ekonom Ferry Latulihin seperti dikutip Kompastv, Jumat (27/9/2024).

Ferri mengingatkan pentingnya memiliki orang yang tepat untuk mengisi posisi Kepala Badan Pangan Nasional (BAPANAS).

“Kalau masalah organisasi (Bapana), tentu masalahnya di sumber daya manusia. “Orang yang tepat di tempat yang tepat,” jelas nasehat ahli Tim Pemilihan Nasional (TKN) Prabowo-Gibran untuk Pilpres 2024.

Ferry tidak memungkiri tingginya harga beras saat ini menjadi permasalahan besar karena Indonesia belum lepas dari jebakan impor. Karena jebakan impor, importir bebas menentukan harga beras di Indonesia, kata Ferry.

“Importirlah yang menentukan harga. Makanya mahal. Kedua, pasokan beras dalam negeri dikuasai oleh pemain besar dan tengkulak. “Ini masalah kelembagaan yang harus diatasi oleh pemerintahan baru,” tutupnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menanggapi pernyataan Bank Dunia yang menyebut harga beras di Indonesia termahal di ASEAN. 

Jokowi mengatakan, dalam membandingkan harga beras sebaiknya melihat harga beras impor dengan skema Free On Board (FOB).

Skema ini mengharuskan pembeli menanggung biaya pengangkutan barang dari gudang penjual hingga barang sampai di tangan pembeli. 

“Coba lihat, harga FOB berasnya berapa. Kira-kira $530-$600, ditambah ongkos angkut sekitar $40, coba hitung berapa. Jadi kalau dibandingkan dengan konsumen, terlihat,” kata Jokowi. Penjelasan Bapanas soal tingginya harga beras kepada wartawan di Kompleks Gudang Tanah Grogot, Provinsi Pasar, Kalimantan Timur pada Kamis (26/09/2024).

Sementara itu, Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Vidiriani juga membenarkan pernyataan Bank Dunia. 

“Kalau kita perhatikan, kenyataannya harga beras di dalam negeri saat ini sedang tinggi,” ujarnya kepada wartawan di Bali, mengutip Jumat (20/9/2024). 

Harga beras di Indonesia termasuk yang termahal di ASEAN karena biaya produksinya sudah tinggi, klaim Rachmi. 

“Memang biaya produksinya sudah tinggi, jadi kalau kita lihat struktur biaya produksi beras di dalam negeri kalau dicermati memang tinggi,” ujarnya. 

Sekalipun harga di konsumen tinggi, hal ini membuat petani senang karena yakin bisa mendapat untung. 

Rachmi mengatakan, para petani senang karena harga gabah mereka lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP). 

Kemudian, nilai tukar pertanian (NTP) saat ini dikatakan baik bagi petani, khususnya tanaman pangan. 

“Mungkin dalam 10 tahun terakhir NTP petani untuk tanaman pangan paling tinggi,” kata Rachmi. 

Menurut Rachmi, artinya pemerintah berada di antara petani dan konsumen. 

“Petani mendapatkan harga yang lebih baik dan selanjutnya konsumen dan masyarakat bisa mendapatkan beras berkualitas dengan harga terjangkau,” kata Rachmi. 

Sebelumnya, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Carolyn Turk, membeberkan hasil survei yang menunjukkan harga beras di Indonesia merupakan yang tertinggi di ASEAN. Sementara itu, kesejahteraan petani Indonesia semakin menurun.

“Kami memperkirakan konsumen Indonesia membayar 20 persen lebih mahal untuk makanan mereka dibandingkan di pasar terbuka,” ujarnya saat memberikan pidato pada Konferensi Beras Internasional Indonesia 2024 di Bali International Convention Center, Kamis. (19/9/2024).

Di saat harga beras di Indonesia sangat mahal, pendapatan petani Indonesia justru berkurang. 

Caroline mengatakan pendapatan sebagian besar petani marginal berada di bawah upah minimum dan di bawah garis kemiskinan.

“Bertani padi di Indonesia secara umum kurang menguntungkan. Sekitar 87 persen petani Indonesia memiliki lahan kurang dari dua hektar, dan dua pertiga dari kelompok ini memiliki lahan kurang dari setengah hektar,” ujarnya. 

 Mengutip hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, Caroline mengatakan rata-rata pendapatan petani kecil di Indonesia kurang dari US$1 per hari atau US$341 per tahun. 

Penelitian menunjukkan bahwa pendapatan dari tanaman pangan, khususnya padi, lebih rendah dibandingkan pendapatan dari tanaman kebun atau hortikultura.

Dengan demikian, pendapatan dari menanam padi menjadi lebih rendah. Di sisi lain, konsumen membayar harga beras yang lebih tinggi,” kata Caroline. 

Menurutnya, harga beras di Indonesia yang bisa mahal antara lain disebabkan oleh beberapa kebijakan yang mendistorsi harga, meningkatkan biaya produksi, dan melemahkan daya saing pertanian.

“Distorsi harga juga dapat diakibatkan oleh tindakan non-tarif yang melampaui pembatasan impor kuantitatif,” jelas Carolyn.  (Kompastv/Tribunnews)

 

Berita yang dimuat di Kompas.tv dengan judul Harga Beras Indonesia Termahal di ASEAN, Dewan Pakar TKN Minta Prabowo Hati-hati Pilih Ketua Bapanas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *